Sisi Lain Pesta Demokrasi

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Pesta demokrasi kini tengah menuju puncak dengan perhelatan pemungutan suara pemilu untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta anggota DPD RI pada tanggal 14 Februari dimana merupakan momentum setiap warga negara menggunakan hak demokrasi. Namun rangkaian ajang pesta demokrasi tersebut terkadang memiliki konsekuensi atau ekses yang tidak diinginkan dan juga terkadang terlupakan. Sejumlah kondisi yang harus memperoleh perhatian semua pihak antara lain pertama, adalah potensi gangguan jiwa atau stres pasca pemilu bisa saja terjadi pada calon legislatif (Caleg) yang gagal meraup suara terbanyak. Kondisi memang sangat mungkin terjadi akibat adanya ketidaksiapan menerima kenyataan karena tidak sesuai yang diharapkan. Begitu banyak “biaya logistik” yang telah dikeluarkan oleh seorang caleg bahkan tak jarang harus berhutang sana-sini. Siap menang dan siap kalah harus tertanam dalam diri masing-masing caleg sehingga apapun nanti yang terjadi dapat diterima dengan lapang dada. Jika berhasil atau menang atau terpilih harus memiliki jiwa syukur dan sebaliknya pula bila harus kalah, tentu harus diterima dengan ekstra sabar dan lapang dada, hasil apapun itulah yang terbaik dan telah berikhtiyar.

Konon untuk dapat menjadi Caleg DPR Pusat untuk bisa terpilih minimal harus menggelontorkan dana sebesar Rp 40 miliar. Bahkan nominal tersebut belum jaminan bisa otomatis terpilih apabila saingan mereka juga menggelontorkan uang yang lebih di atas itu. Oleh karena itu tidak mengherankan apabila setelah pemilu, banyak ditemukan anggota legislatif atau Caleg yang stres hingga depresi bahkan banyak yang mengalami gangguan jiwa dikarenakan kalah dalam pemilihan umum. Sebagai gambaran bahwa Pemilu 2024 saat ini jumlah Caleg yang ikut bertarung adalah sebesar 245.106 caleg. Caleg yang terpilih hanya sebesar 10 persen otomatis 90 persen harus menerima kenyataan untuk tidak bisa masuk dalam Legislatif. Dalam tata kelola penanganan tesehatan tentu mengibaratkan stres pasca pemilu sama dengan stres pasca bencana. Kontestasi Pemilu adalah proses persaingan yang serba ketat sehingga berpotensi timbulnya gangguan jiwa itu bisa terjadi dari skala ringan sampai skala berat. Sektor kesehatan tetap siaga untuk melayani masalah-masalah yang berhubungan dengan kejiwaan pasca Pemilu serentak ini. Semua rumah sakit sudah diberikan arahan untuk betul-betul menyiapkan sedini mungkin penanganan calon pasien caleg.

Kedua, berkaca pengalaman Pemilu Serentak pada tahun 2019 terjadi kematian 894 KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) dan sebanyak 5.175 orang petugas mengalami sakit. Kondisi tentu sangat memprihatinkan dan harus menjadi atensi bersama. Kematian petugas KPPS pada Pemilu 2019 bukan sekedar karena masalah kelelahan semata, melainkan adanya penyakit bawaan seperti ada darah tinggi atau penyakit lain akibat tidak minum obat secara teratur akibat beban kerja sangat berat hingga larut malam bahkan hingga pagi. Oleh karena itu sistem pemilu telah mengalami perbaikan sehingga mengurangi risiko angka kesakitan apalagi sebagian KPPS adalah sudah berumur. Apalagi dari sisi terdapat beberapa daerah dimana secara geografis dan topografis wilayah yang memerlukan ekstra tenaga untuk melakukan tugasnya secara berjenjang dari TPS, Desa/Kelurahan, Kecamatan hingga ke Kabupaten. Kondisi tersebut tentu memerlukan penanganan yang komprehensif termasuk kondisi fisik yang prima pula.

Ketiga, pada masa kampanye dimana alat peraga kampanye (APK) baliho, poster, selebaran tengah menjamur di berbagai tempat bahkann sepanjang jalan hampir penuh dengan foto caleg dengan berbagai narasi ajakan yang pada intinya menarik perhatian masyarakat umum untuk memilihnya. Tak jarang penemapat baliho, poster dan lain-lain tidak mengindahkan etika lingkungan (disandarkan, diikat di pohon) dan menganggu keindahan atau estetika di ruang publik. Selain itu ada kasus baliho atau poster caleg yang roboh menimpa pengguna jalan bahkan ada yang meninggal akibat kecelakaan menghindari baliho yang roboh dijalan raya. Tentu kondisi ini tidak diinginkan bersama, semua pihak harus sadar bahwa perlombaan kampanye tidak boleh menganggu fasilitas dan kepentingan publik yang lebih luas. Seakan lembaga yang berwenang seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seakan tak berdaya ketika para caloeg begitu masif melanggar ketentuan yang berlaku. Dari sisi lingkungan pemasangan APK dan sejenisnya seyogyanya tidak merusak tanaman, pohon dan sejenisnya akan dapat terjaga kelestariannya dan tetap enak dipandang mata (estetika). Semoga pesta demokrasi dapat berjalan dengan lancar, tertib dan menjunjung nilai-nilai etika dengan tetap menerapkan prinsip LUBER (Langsung Umum Bebas dan rahasia) dan JURDIL (Jujur dan Adil).

————- *** ————–

Rate this article!
Sisi Lain Pesta Demokrasi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: