Sumenep Segera Miliki Perda Toleransi Kehidupan

ketua Komisi I DPRD Sumenep, Darul Hasyim Fath.

Sumenep, Bhirawa.
Kabupaten Sumenep segera memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat. Saat ini rancangan peraturan (raperda) itu dalam proses fasilitasi Gubernur Jawa Timur.

Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sumenep, Darul Hasyim Fath mengatakan, Peraturan Daerah (Perda) Penyelenggaraan Toleransi Kehidupan Bermasyarakat itu digagas oleh Komisi I.

Raperda ini muncul berawal dari kegelisahan masyarakat Sumenep terhadap ancaman sikap intoleransi yang menyebabkan terjadinya konflik antar sesama.

“Perda ini nantinya beetujuan untuk mendukung terpeliharanya kehidupan masyarakat Kabupaten Sumenep yang aman, tenteram dan tertib dalam keragaman suku, ras, agama, golongan dan sosial ekonomi,” kata Ketua Komisi I DPRD Sumenep Darul Hasyim Fath, Minggu (12/3).

Menurutnya, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mendorong penyelenggaraan toleransi kehidupan bermasyarakat dengan cara memberikan pendidikan Pancasila, kewarganegaraan, dan bela negara.

“Teknisnya bisa kerja sama dengan pihak ketiga, baik perorangan maupun lembaga sosial melakukan sosialisasi pendidikan Pancasila,” paparnya.

Menanggapi akan disahkannya Perda tersebut, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sumenep KH Qusyairi Zaini mengapresiasi, dengan catatan regulasi sesuai dengan harapan masyarakat.

“Selama sesuai dengan tupoksi kami di FKUB, kami akan mendukung dan kami sangat mengapresiasi,” jelas Kiai Qusyai. Ia juga menyatakan bahwa kerukunan umat beragama di Kabupaten Sumenep sangat kuat.

Bahkan, dari empat Kabupaten di Madura, Sumenep bisa menjadi daerah percontohan dalam hidup rukun dalam bingkai kebersamaan, meskipun sebenarnya di Kota Keris ini banyak golongan dan suku, namun tetap menjadi satu. “Hanya di Sumenep yang ada kampung toleransi, tepatnya di Desa Pabian, Kecamatan Kota. Di sana ada kelenteng, gereja, dan ada masjid. Di kabupaten lain kan tidak ada,” katanya.

Kendati demikian, Kiai Qusyairi melihat ancaman sikap intoleransi yang bisa melahirkan konflik di wilayah Sumenep masih ada. Berdasarkan informasi yang ia terima, di kepulauan terdapat lembaga yang melarang santrinya hormat kepada bendera.

“Informasi dari santri saya, ada SD yang siswanya dilarang hormat terhadap bendera. Gerakan-gerakan seperti itu harus diwaspadai,” katanya.

Ia mengimbau kepada semua pihak agar mewaspadai paham radikal. Karena, daerah yang terlihat adem ayem justru akhir-akhir ini dijadikan basis pergerakan kelompok radikal untuk mengembangkan ideologinya.

“Salah satu contoh di Solo. Tidak lama ini Sumenep juga dihebohkan dengan penangkapan ASN yang diduga terlibat terorisme,” urainya.

Sikap intoleransi lahir bukan karena agama. Setiap agama pasti ada kelompok radikalnya. Biasanya radikalisme muncul dari kelompok minoritas.

Di antara faktor yang melahirkan paham radikal dan sikap intoleran adalah kepentingan politik global yang berkolaborasi dengan politik lokal. Oleh sebab itu, ia berharap masyarakat dewasa menyikapi masalah politik, terutama politik identitas.

“Kita harus bisa memilah mana itu yang murni gerakan politik dan gerakan agama,” ucapnya. Untuk menjaga kerukunan dalam masyarakat, lanjutnya, FKUB bersama pemerintah daerah turun ke kecamatan-kecamatan untuk memberikan sosialisasi terkait wawasan Pancasila dan kerukunan antar agama.

“Berdasarkan instruksi bupati, kami juga diminta turun ke lembaga-lembaga pendidikan untuk melakukan sosialisasi pentingnya menjaga kerukunan antar umat beragama,” tukasnya. [sul.dre]

Tags: