Tanggap Cegah DBD

Genangan air pada musim, selalu menjadi lokasi penetasan nyamuk aedes aegepty. Menyebarkan nyamuk yang membawa gejala penyakit demam berdarah dengue (DBD). Jika terlambat tertolong bisa merenggut jiwa. Setengah bulan tahun 2022, gejala DBD telah mewabah di berbagai daerah. Di seantero Jawa Timur telah terdeteksi ratusan kasus DBD, dengan 3 korban jiwa (anak-anak). Dinas Kesehatan di seluruh daerah patut memulai fogging, dan menggencarkan kampanye 3M (Menutup, Menguras, Mengubur).

Puncak musim hujan, biasa diiringi penyusupan kembang biak nyamuk aedes aegepty. Dua musim lalu (tahun 2020), tercatat lebih 85 ribu kasus, bagai bersaing dengan pandemi. Korban jiwa mencapai 581 orang. Tetapi masyarakat (dan pemerintah) fokus pada CoViD-19. Pada pekan ketiga awal tahun (2022), DBD sudah meng-gebrak sebagai endemi “rutin.” Terutama pada kawasan permukiman padat penduduk. Khususnya di seantero pulau Jawa, yang biasa menjadi endemik DBD.

Berdasar data Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular (Kemenkes), Jawa Barat, dan Jawa Timur, menjadi penyokong kasus suspect DBD terbesar pertama dan ketiga. Tahun 2021 di Jawa Barat tercatat hampir 21.857 kasus (tahun 2020 sebanyak 22.613 kasus), korban jiwa DBD mencapai 203 orang. DBD mewabah paling banyak di kota Bandung (dengan 3.743 kasus), dan Kota Depok (dengan 3.155 kasus).

Di Jawa Timur, tahun 2021 tercatat sebanyak 5.961 kasus, dengan korban jiwa sebanyak 67 orang. Selingkup nasional ditemukan sebanyak hampir 96 ribu kasus DBD. Ironisnya, data DBD di berbagai daerah cenderung ditutup-tutupi. Setidaknya, sistem pelaporan kasus DBD dari kabupaten dan kota ke Dinas Kesehatan propinsi, tidak terkelola secara baik. Padahal DBD hingga kini masih menjadi penyakit endemi.

Bahkan di dalam Kementerian Kesehatan, terdapat Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, yang secara khusus “menangangi nyamuk” (Zoonotik). Institusi PPTVZ dipimpin pejabat dengan pangkat eselon II. Pemerintah juga memiliki program khusus penanggulangan DBD secara kolosal. Antara lain, garda jumantik (juru pemantau jentik) di 131 kabupaten dan kota se-Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.

Seiring pemahaman masyarakat tentang kesehatan, kasus DBD menunjukkan tren penurunan. Incident rate (IR, rata-rata kejadian) di 377 kabupaten dan kota, sudah di bawah 49 per-100.000 penduduk (0,049%). Tetapi masih cukup banyak, disebabkan daya dukung lingkungan yang maskin menyusut. Banjir, saluran yang mampat, dan genangan air, serta tumpukan sampah, masih menjadi problem pencegahan DBD.

Juga masih perlu peningkatan kesigapan aparat. Tak jarang, petugas tingkat kecamatan (Puskesmas) masih “menunggu” permintaan fogging dari kelurahan, dan desa. Bahkan baru mulai bekerja setelah terjadi insiden kasus DBD. Gerakan 3M (dan fogging) segera dilakukan, diharapkan memutus rantai kembang biak aedes aegepty. Seluruh daerah di Jawa Timur (38 kabuaten dan kota) tidak luput dari endemi DBD.

Terdapat daerah endemi lama. Yakni, kabupaten Malang, disusul Jember, Pacitan, Trenggalek, Kota Malang, dan Kediri. Tetapi saat ini juga muncul daerah endemi baru. Diantaranya, Bojonegoro, Ponorogo, Mojokerto, dan Sampang (Madura). Diperlukan kinerja aparat Dinas Kesehatan kabupaten dan kota, terutama pelaksanaan fogging di setiap lingkungan RT (Rukun Tetangga), dan menebar jumantik.

UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pada pasal 62 ayat (3), menyatakan, “Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin dan menyediakan fasilitas untuk kelangsungan upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.” Kelompok masyarakat juga wajib siaga memutus mata-rantai supect DBD, melalui upaya promotif 3M (Menutup, Menguras, Mengubur) timbulan dan wadah air.

——— 000 ———

Rate this article!
Tanggap Cegah DBD,5 / 5 ( 1votes )
Tags: