Tokoh NU dan Muhammadiyah Paparkan Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia

Ketua Umum Muhammadiyah, Haedar Nashir paparkan cara merawar Indonesia melalui kehidupan beragama dalam Stadium General seri 3 yang digelar Ubaya

Surabaya, Bhirawa
Universitas Surabaya (Ubaya) menggelar studium generale 2022-2023 seri tiga. Kuliah Umum bertema “Menakar Indonesia ke Depan Harmoni Kehidupan Beragama untuk Merawat Indonesia”, ini mengundang Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), K.H. Yahya Cholil Staquf dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. sebagai pembicara.
Para tokoh tersebut memaparkan wawasan dan ide cemerlang dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Pada seri ketiga ini, tema yang dibawakan pembicara berbeda dengan dua seri sebelumnya.
Membahas tentang keberagaman, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar menegaskan bahwa pemimpin negara tidak bisa memimpin dengan visi pribadi, melainkan harus berdasarkan visi kebangsaan.
“Masa depan negara ini ditentukan dari seberapa jauh modal berbangsa dan bernegara yang dimiliki masyarakat. Modal inilah yang harus dibangun, dikembangkan, dan dirawat,” ujar Haedar Nashir, Rabu (31/8).
Ia melanjutkan masyarakat bersama pemerintah harus mempunyai rancang bangun masa depan yang merupakan akumulasi dari politik, ekonomi, agama, dan sebagainya.
Tak hanya itu, dalam prespektif kebangsaan Haedar menegaskan jika jangan mengisolasi agama dan menjadikan agama seolah -olah tertuduh. Menurutnya, memang ada dalam elemen agama ada yang keras, radikal dan mempunyai gagasan yang bertentangan dengan Pancasila tapi jika dicari atas nama idiologi lain seperti komunisme, separatisme juga sama.
“Maka toleransi juga harus meletakkan bahwa seluruh komponen kebangsaan ketika ada terjadi kelompok orang atasnama agama jangan sampai tejadi generalisasi karena potensi besarnya ini harmoni kontruktif dan toleran,”terangnya.
Sedangkan, Ketum PBNU, Yahya Cholil Staquf memaparkan sudut pandangnya tentang harmoni kehidupan beragama. Ia menyebut, sikap toleransi antar sesama dalam perbedaan adalah pemenuhan mandat proklamasi.
“Kita bisa rukun kalau kita punya rasa persaudaraan, kemanusiaan, dan kebangsaan. Sehingga, kumpulan orang yang berusaha merusak Indonesia harus dibubarkan. Jangan memperalat agama dan identitas-identitas lainnya sebagai senjata politik,” tegas Yahya Cholil Staquf.
Sementara itu Rektor Ubaya, Dr. Ir. Benny Lianto, M.M.B.A.T, mengatakan topik yang dibahas pada studium generale kali ini sesuai dengan visi Ubaya yang ingin mencetak pemimpin nasional yang berkarakter dan memiliki integritas melalui dunia pendidikan.
“Melalui acara ini, Ubaya ingin mengajak mahasiswa, civitas akademika, serta seluruh masyarakat untuk mewujudkan kebhinekaan dan keberagaman potensi bangsa. Ini adalah modal sosial untuk mewujudkan Indonesia maju,” ujarnya.
Diakui Benny diskusi bersama dua tokoh ormas terbesar di Indonesia itu diharapkan bisa menghasilkan pemikiran yang holistik apabila masyarakat dihadapkan dengan sejumlah tantangan seperti radikalisme, intoleransi, atau terorisme.
“NU dan Muhammadiyah adalah dua sayap Garuda yang telah teruji komitmennya terhadap 4 pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika,” jelasnya.
“Sikap inilah yang ingin Ubaya tekankan kepada para civitas akademika dan masyarakat luas untuk bisa hidup berdampingan dalam perbedaan,” imbuh Benny.
Benny mengatakan kegiatan dan materi-materi yang didiskusikan dalam generale 2022-2023 itu, akan didokumentasikan, salah satunya dalam bentuk buku.
“Selama kurang lebih satu tahun kedepan akan digelar forum serupa guna membahas tema besar Menakar Indonesia ke Depan. Di tiap bulannya, Ubaya akan mengundang tokoh nasional dan pejabat publik untuk mendiskusikan tema tersebut dari bidang dan sudut pandang pembicara,” urainya.
Benny berharap melalui studium generale seri tiga, masyarakat dapat memiliki wawasan yang lebih dalam tentang harmoni kehidupan di tengah perbedaan.
“Semoga civitas akademika Ubaya dapat semakin menghayati pesan kebhinekaan. Selain itu, mereka juga dapat menerapkan toleransi antar sesama dan meningkatkan kepedulian untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan bangsa di masa depan,” pungkasnya.
Ketua Panitia Studium Generale 2022-2023 Seri 3, Amirul Ulum, S.Sos., M.IP., menyebut pemilihan tema dalam Stadium General menyesuaikan momen kemerdekaan Republik Indonesia ke-77 tahun yang saat ini euforianya masih dirasakan oleh masyarakat.
“Hal ini membuat pembahasan mengenai toleransi dan merawat Indonesia dari segi kerukunan beragama menjadi topik yang tepat untuk didiskusikan. Pembahasan ini juga dapat menjadi insight baru bagi calon pemimpin bangsa agar mampu membawa Indonesia hidup berharmoni di tengah keberagaman yang ada,” imbuhnya.
Mengundang K.H. Yahya Cholil Staquf dan Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. sebagai pembicara, diungkap Amirul, menjadi langkah yang tepat apabila membahas mengenai toleransi keberagaman.
“Selama ini, di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama terbukti bisa saling bersinergi tanpa menghilangkan karakteristik masing-masing. Sikap inilah yang ingin Ubaya tekankan kepada para civitas akademika dan masyarakat luas untuk bisa hidup berdampingan dalam perbedaan,” jelasnya.
Ia menambahkan, dari pemaparan sudut pandang pembicara, audiens bisa memiliki pemahaman yang holistik terkait tradisi, kebiasaan, dan cara mereka untuk mempertahankan persatuan umat beragama di Indonesia.
Selama kurang lebih satu tahun kedepan akan digelar forum serupa guna membahas tema besar Menakar Indonesia ke Depan.
Di tiap bulannya, Ubaya akan mengundang tokoh nasional dan pejabat publik untuk mendiskusikan tema tersebut dari bidang dan sudut pandang pembicara. Materi-materi yang didiskusikan pada kegiatan ini akan didokumentasikan, salah satunya dalam bentuk buku. [ina.fen]

Tags: