Urgensi Kerja Sama Internasional Melawan Terorisme

Oleh :
Najamuddin Khairur Rijal
Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Muhammadiyah Malang

Serangan teror terjadi dalam sebuah konser di Crocus City Hall, di Krasnogorsk, 20 kilometer sebelah barat Moskwa, Rusia (22/3). Sekelompok pria bersenjata melepaskan tembakan membabi-buta dan membakar gedung, menewaskan sedikitnya 143 orang dan ratusan lainnya luka-luka. Serangan teror tersebut disebut paling berdarah dalam sejarah Rusia selama dua dekade terakhir, setelah penyanderaan sekolah di Beslan tahun 2004, yang menyebabkan 334 orang tewas.

Peristiwa kelam tersebut terjadi selang empat hari setelah Vladimir Putin kembali memenangi pemilu presiden dengan suara mayoritas, 88 persen suara. Dalam karier politik Putin sebagai presiden maupun perdana menteri, aksi terorisme disebut menjadi momok utama di “Negara Beruang Merah” itu. Dalam 25 tahun kekuasaan Putin, Rusia telah didera sedikitnya 39 aksi terorisme, dengan total korban jiwa lebih kurang 1.543 nyawa dan 3.740 orang cedera pada kurun waktu 1999-2023 (Kompas.id). Sekitar 80 persen atau 31 serangan teroris berupa serangan bom, baik itu bom bunuh diri maupun diledakkan dari jarak jauh. Sisanya, delapan aksi terorisme lain dilancarkan dalam bentuk serangan bersenjata, termasuk kasus terakhir.

Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) mengaku bertanggung jawab sebagai otak dibalik serangan teror tersebut. Namun, aksi terorisme tersebut menjadi lebih rumit karena situasi geopolitik Rusia yang tengah terlibat dalam perang terbuka di Ukraina dan perang dingin dengan Amerika Serikat. Rusia bersikukuh bahwa Ukraina berada di balik serangan tersebut. Meski tuduhan ini ditepis oleh Ukraina, bahkan menuduh balik Rusia hanya berusaha menjadikan Ukraina sebagai kambing hitam.

Di sisi lain, respons Amerika Serikat menambah kompleks spekulasi yang beredar. Amerika Serikat disebut telah memberikan peringatan kepada Rusia akan potensi serangan berdasarkan informasi intelijen. Karena itu, ada tuduhan bahwa peringatan yang dikeluarkan Amerika Serikat menunjukkan kemungkinan keterlibatan Washington dalam serangan itu. Otoritas Rusia bahkan menyebut, tiga negara bertanggung jawab atas serangan teror tersebut, yakni Amerika Serikat, Ukraina, dan Inggris. Namun sekaligus pada saat yang sama menyebut kelompok Islam radikal sebagai pelaku, mengingat para pelaku yang telah ditangkap merupakan warga negara Tajikistan.

Bagaimana pun, serangan teror tersebut merupakan tragedi kemanusiaan yang menggetarkan dunia. Terorisme merupakan salah satu ancaman paling serius terhadap perdamaian dan keamanan internasional di abad ini. Dengan berkembangnya globalisasi yang diikuti dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi, kelompok teroris dapat melancarkan serangan yang lebih kompleks dan mematikan, melintasi batas negara dengan mudah. Karenanya, memerangi terorisme membutuhkan upaya kolektif dari komunitas internasional.

Kerja sama internasional dalam melawan terorisme menjadi penting karena sifat transnasional dari terorisme itu sendiri. Terorisme tidak mengenal batas teritorial negara. Kelompok teroris seperti ISIS, Al-Qaeda, dan Boko Haram memiliki jaringan yang tersebar di berbagai negara. Serangan teror di Rusia menunjukkan bahwa terorisme merupakan masalah global yang membutuhkan respons global, bisa terjadi di mana saja dan kapan saja.

Selain itu, kerja sama internasional diperlukan untuk melacak dan memutus aliran dana teroris, termasuk melalui pembekuan aset dan pengawasan transaksi keuangan internasional. Dana adalah nadi kehidupan operasi terorisme. Celakanya, pada beberapa kasus, kelompok teror didukung dan difasilitasi oleh negara untuk kepentingan politik tertentu. Ini menjadikan agenda perang terhadap teroris (war on terrorism) semakin kompleks dan penuh pertentangan kepentingan.

Kemudian daripada itu, pertukaran informasi intelijen antar negara menjadi penting untuk mengidentifikasi dan menggagalkan rencana teror sebelum berubah menjadi serangan. Kolaborasi antar agen intelijen memainkan peran krusial dalam menangkal ancaman terorisme. Peran intelijen menjadi penting untuk melakukan upaya preventif atas potensi teror yang dapat terjadi. Pemerintah dan aparat keamanan juga perlu meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan terorisme dengan memperkuat intelijen, patroli keamanan, dan kerja sama antar negara.

Untuk memperkuat kerja sama internasional dalam perang melawan teror, negara-negara perlu menyelaraskan strategi dan tujuan mereka dalam memerangi terorisme. Artinya, semua negara perlu bergerak menuju tujuan yang sama, bahwa terorisme harus diperangi bersama secara global. Namun patut diingat bahwa upaya kontra-terorisme harus sejalan dengan hukum internasional dan prinsip penghargaan pada hak asasi manusia agar usaha-usaha yang dilakukan tidak kontraproduktif.

Patut diingat pula bahwa selama ini terorisme sering dilekatkan dengan kelompok Islam. Padahal, sebagai agama, Islam sama sekali tidak mengajarkan aksi teror. Pelabelan terhadap kelompok Islam ini perlu hati-hati. Di tengah situasi yang penuh ketakutan dan kebencian, siapa pun harus terus menyebarkan pesan perdamaian dan toleransi, bahwa Islam bukan sumber terorisme. Namun demikian, kita juga tidak boleh menutup mata bahwa terdapat kelompok Islam yang menjadi teror sebagai instrumen untuk mencapai kepentingannya. Di sinilah kita harus bersatu melawan segala bentuk terorisme dengan tidak memberikan ruang bagi ideologi kebencian dan ekstremisme berbasis kekerasan.

Kerja sama internasional dalam memerangi terorisme bukan hanya pilihan, melainkan keharusan. Ancaman terorisme yang terus berkembang membutuhkan respons global yang terkoordinasi dan efektif. Melalui kolaborasi yang erat dan penghormatan terhadap norma-norma internasional, dunia dapat bergerak lebih dekat ke arah eliminasi ancaman terorisme.

Selain itu, dalam konteks negara, pemerintah perlu memberikan perhatian pada upaya menyelesaikan akar terorisme. Akar permasalahan yang memicu terorisme seringkali faktor ekonomi seperti kemiskinan dan pengangguran, ketidakadilan, serta paham radikal. Karena itu, upaya komprehensif perlu dilakukan untuk menyelesaikan akar masalah dan dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat sipil dan pemimpin agama.

———— *** ————–

Tags: