Visi-Misi (Kesehatan) di Pilpres 2024

Oleh :
Oryz Setiawan
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat (Public Health) Unair Surabaya

Sehat adalah prasyarat mutlak setiap manusia untuk ‘menjalankan’ kehidupan mulai dari proses pembuahan hingga menjelang ajal tiba. Tidak ada yang dapat lepas dari aspek kesehatan terutama terkait dengan urusan nyawa manusia. Terkadang manusia tak sampai pada kondisi ideal dalam arti tidak ada yang dapat memastikan seseorang dapat hidup hingga usia senja. Kondisi ini tentu menjadi salah satu prioritas utama dan pertama dari Pembangunan. Mulai fase pembuahan bahwa pra nikah butuh intervensi Kesehatan untuk dapat memberikan buah hati tumbuh dan berkembang dengan sehat secara optimal. Kesehatan dijamin Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan negara wajib untuk menyediakannya”. Oleh karena itu setiap Capres dan Cawapres wajib untuk melaksanakan amanat UUD 1945 tersebut yang diwujudkan melalui misi dalam rangka mencapai visi yang dicanangkan.

Secara gamblang memang tiga pasang Capres-Cawapres telah menuangkan dalam misi mereka yakni Pasangan Nomor 1 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan Visi : Indonesia Adil dan Makmur Untuk Semua melalui misi ke-4 dari 7 misi yakni “Mewujudkan manusia Indonesia yang sehat, cerdas, produktif, berakhlak, serta berbudaya”. Pasangan Nomor 2 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan Visi : Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045 melalui misi ke-4 dari 7 misi yakni “Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda (generasi milenial dan generasi Z), dan penyandang disabilitas”. Sedangkan Pasangan Nomor 3 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD dengan Visi : Gerak Cepat Menuju Indonesia Unggul melalui misi ke-1 dari 7 misi yakni “Manusia Indonesia yang sehat, terdidik, dan sejahtera”.

Dalam konteks atau perspektif kesehatan, kondisi sehat merupakan derajat kontinum tidak hitam putih tapi merupakan rangkaian tahapan atau tingkatan untuk mencapai hidup sehat secara optimal sehingga dibutuhkan prasyarat untuk mewujudkan kondisi tersebut. Setidaknya ada beberapa strategi besar untuk mencapai derajat hidup sehat antara lain : pertama, mempercepat kemandirian kesehatan dengan memperkuat serangkaian strategi yang bersifat promotif dan preventif (paradigma sehat). Konsep paradigma sehat yang dahulu di era tahun 2000-2010 merupakan cara pandang atau pola pikir pembangunan kesehatan yang be rsifat holistik, proaktif antisipatif, dengan melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang sakit.

Kedua, mengurangi ketergantungan kepada layanan kesehatan, dokter dan obat-obatan. Semakin maju peradaban suatu bangsa maka penduduknya akan mandiri dalam menjaga status/derajat kesehatan sehingga secara otomatis akan mengurangi layanan kesehatan, kunjungan dokter dan penggunaan obat-obatan. Meski di satu sisi kecanggihan fasilitas kedokteran juga sangat dibutuhkan ketika dalam kondisi sakit, upaya pemulihan melalui dukungan obat-obatan dan fasilitas kesehatan lainnya. Ketiga, strategi kolaborasi semua stakeholder antar pemerintah, organisasi profesi kesehatan, swasta dan keterlibatan masyarakat. Kolaborasi dan sinergi saat ini mutlak dibutuhkan karena untuk mengapai kondisi sehat diperlukan kerjasama semua pihak terutama dalam upaya pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan (health empowerrment). Keempat, upaya memitigasi risiko munculnya penyakit patologis yang penyebaran cepat seperti meningitis, hepatitis, tuberkolosis, pneumonia, virus ebola, MERS-CoV dan puncaknya adalah pandemi Covid-19 yang meluluhlantakan sendi-sendi sosial ekonomi dan hajat hidup masyarakat luas.

Potensi patologis dan penyebar kian cepat dan masif bukan hanya antar kota, antar pulau bahkan antar negara seiring dengan mobilitas pendudukan secara cepat. Di sisi lain, penyakit tidak menular (degeneratif) juga tak kalah berbahaya seperti diabetes, jantung, kanker dan lain-lain. Dibutuhkan strategi deteksi dini seperti tindakan surveillance, Pos Binaan Terpadu (posbindu) dan lain-lain dimana merupakan kegiatan monitoring dan deteksi dini faktor resiko penyakit tidak menular terintegrasi. Kelima adalah upaya secara masif mengurangi ketergantungan pembiayaan kesehatan yang kian tahun kian membengkak karena karakteristik penyakit yang tergolong jenis katastropik (catastrophic diseases), yakni penyakit yang mengancam nyawa dan membutuhkan biaya pengobatan yang besar serta proses yang lama seperti jantung, stroke, gagal ginjal dan kanker. Dengan mengurangi kasus-kasus tersebut sejatinya juga akan mengurangi biaya kesehatan secara perlahan dan signifikan.

———– *** ————-

Rate this article!
Tags: