Antisipasi Ancaman Siber Pelaksanaan Pemilu 2024

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum dan Trainer P2KK Universitas Muhammadiyah Malang

Saat ini, isu ancaman mengenai serangan siber dan hoaks pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 sedang ramai diberitakan media. Terlebih, berkaca dari pelaksanaan Pemilu 2019, ancaman siber menyasar infrastruktur teknologi informasi berupa jaringan dan sistem teknologi informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sumber daya manusia yaitu penyelenggara dan peserta pemilu. Berangkat dari kenyataan itu maka, menjadi logis jika pemerintah dan kesadaran kolektif publik idealnya mampu menghadirkan kendali dan kedaulatan pemerintah atas infrastruktur fisik siber.
Berangkat dari konteks pemilu, tantangan jaminan keamanan informasi berupa data pemilih menjadi tantangan besar, di mana seyogyanya keamanan informasi harus dianggap sebagai prioritas di tiap tingkat kepemimpinan. Maka, tanggungjawabnya tidak terbatas pada petugas teknis saja. Salah satu faktor yang menghambat penerapan komunikasi keamanan siber adalah masalah struktur kepemimpinan yang terfragmentasi, kurangnya perhatian khusus, dan tidak memiliki alur komunikasi krisis yang jelas dalam konteks ancaman siber.

Perlindungan data privasi
Perlindungan data privasi pemilih merupakan bentuk perlindungan hak asasi manusia, sebagaimana dituliskan dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, serta UUD 1945 pasal 28G ayat (1) yang mengatur perlindungan hak ini. Termasuk menjamin keamanan warga. Selain itu, menjaga hak privasi pemilih juga menempatkan kembali penyelenggaraan pemilu dalam koridor demokratis sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu.

Teknologi informasi tengah ditransformasikan secara parsial ke dalam beberapa sistem pelaksanaan pemilu di Indonesia. Penerapan teknologi informasi komunikasi (TIK) dalam pemilu memiliki urgensi sebagai alat dukung guna meningkatkan kualitas pemilu yang berintegritas, berkualitas, transparan, dan akuntabel (Suri & Yuneva, 2021). Namun, di balik urgensi tersebut, penerapan teknologi membuka spektrum ancaman baru yakni ancaman serangan siber terhadap sistem informasi digital yang digunakan dalam proses tahapan pemilu.

Bentuk konkret dari serangan siber secara sistematis dapat berimbas pada kekacauan politik hingga ancaman terhadap seluruh warga negara, salah satunya adalah ancaman serangan terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT), yang berisi data warga negara yang memiliki hak politik secara konstitusi. Padahal DPT ini idealnya untuk diprotektif, pasalnya DPT secara esensial menjadi penting sebab berkaitan dengan validitas dan perlindungan data pribadi warga negara (Zeitalini, 2022).

Sedangkan, selebihnya untuk menunjang validitas DPT pada Pemilu 2024 mendatang, KPU RI kembali menyiapkan pembaruan sistem informasi berbasis digital SIDALIH (Sistem Informasi Data Pemilih) sebagai penunjang dalam tahapan Pemutakhiran Data Pemilih dan Penyusunan Daftar Pemilih. Dan, sistem informasi berbasis digital SIDALIH ini sebelumnya telah digunakan di Pemilu 2019.

Sedangkan jika terteliti dan teramati regulai yang mengatur keamanan data pemilih tertera jelas dalam Pasal 1 angka 22 UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menyebutkan “Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran”. Pasal 58 ayat (2) selanjutnya menyebut bahwa NKK dan NIK termasuk data perseorangan. Dan, selanjutnya jaminan perlindungan data diberikan oleh Pasal 79 ayat (1) yang menyebut “Data Perseorangan dan dokumen kependudukan wajib disimpan dan dilindungi kerahasiaannyaoleh Negara.

Urgensi keamanan data pemilih
Menyongsong Pemilu 2024 mendatang, penyelenggara pemilu, khususnya KPU, harapannya tidak hanya berfokus pada bagaimana dapat mengikuti arus digitasi. Akan tetapi jangan sampai justru tertinggal dalam hal penciptaan ekosistem digitalisasi yang aman terhadap data pemilih. Dengan kondisi yang begitu, maka transformasi digital sistem Pemilu di Indonesia akan menjadi cacat jika gagal mengantisipasi ancaman terhadap warga negara sebagai pemilih.

Oleh sebab itu, perlindungan data privasi pemilih merupakan bentuk perlindungan hak asasi manusia, sebagaimana dituliskan dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, serta UUD 1945 pasal 28G ayat (1) yang mengatur perlindungan hak ini. Termasuk menjamin keamanan warga. Selain itu, menjaga hak privasi pemilih juga menempatkan kembali penyelenggaraan pemilu dalam koridor demokratis sesuai dengan prinsip-prinsip Pemilu. Detialnya, berikut inilah beberapa upaya konkrit guna mengantisipasi berbagai potensi ancaman insiden siber agar pelaksanaan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman dan lancar.

Pertama, pengamanan aplikasi dan pengembangan sistem, pengamanan data center dan jaringan, pengamanan pengoperasian, pengamanan fisik, dan audit. Artinya, infrastruktur dan aplikasi sistem informasi yang ada harus disiapkan secara cermat dan teliti, serta memenuhi standar keamanan yang memadai.

Kedua, mendorong semua kementerian/lembaga dan stakeholder terkait guna meningkatkan keamanan siber dalam menghadapi Pemilu 2024. Sehingga dibutuhkan upaya komprehensif melibatkan berbagai pihak, seperti pihak pemerintah, swasta, akademisi, asosiasi, dan juga masyarakat.

Ketiga, memperhatikan berbagai perkembangan teknologi, guna mencegah ancaman siber terhadap pelaksanaan Pemilu 2024, penting bagi Pemerintah untuk memiliki kendali dan kedaulatan atas infrastruktur fisik siber

Keempat, KPU harus memastikan adanya pembatasan pengumpulan, penggunaan atau penyebaran data atau informasi pribadi pemilih dengan cara apapun untuk tujuan selain pelaksanaan hak pilih. Hal ini ditujukan untuk mengurangi potensi adanya diskriminasi atau menempatkan pemilih pada resiko bahaya pribadi. Termasuk penyalahgunaan data yang dapat dilakukan oleh berbagai pihak mulai dari partai politik, perusahaan, atau masyarakat lainnya.

Minimal melalui keempat upaya konkrit guna mengantisipasi berbagai potensi ancaman insiden siber dalam pelaksanaan Pemilu 2024 itulah, besar kemungkinan jika mampu diimplementasikan dengan prinsip rahasia dalam penyelenggaraan pemilu serta mengupayakan adanya integritas penuh dalam melindungi data pribadi dan informasi yang dikumpulkan, termasuk milik pemilih maka ancaman keamanan siber menjelang tahun politik maupun saat Pemilu 2024 mampu di antisipasi. Sehingga, untuk mengantisipasi makin masifnya penggunaan ruang siber untuk kegiatan politik 2024 dibutuhkan upaya komprehensif melibatkan berbagai pihak, seperti pihak pemerintah, swasta, akademisi, asosiasi, dan juga masyarakat agar mampu mengantisipasi berbagai potensi ancaman insiden siber agar pelaksanaan Pemilu 2024 dapat berjalan dengan aman dan lancar.

———— *** ————

Tags: