Cawe-CawePolitik Jokowi Merusak Demokrasi

Umar Sholahudin

Oleh :
Umar Sholahudinn
Dosen Sosiologi Politik FISIP Univ. Wijaya Kusuma Surabaya

Semakin mendekati hari pencoblosan, 14 Februari 2024, marwah Pemilu 2024 semakin dipertaruhkan. Pertanyaan dan suara publik semakin keras, apakah percaya dan yakin Pemilu 2024 ini akan berjalan Langsung Umum, Bebas, dan Rahasia (LUBER), dan Jujur dan Adil (Jurdil)?.Pertanyaan dan sikap politik publik yang kritis ini wajar diajukan, mengingat sikap politik cawe-cawe Presiden Jokowi semakin hari semakin telanjang. Jika sebelumnya Presiden Jokowi dengan gimik dan gesture politiknya mengendorse dua kandidat, Ganjar dan Prabowo. Akan tetapi, berjalannya waktu, ternyata Jokowi memiliki rencana dan skenario politik sendiri, yakni mangajukan sang putra mahkota, Gibran Raka Buming Raka berpasangan dengan Prabowo untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2024.

Keberlanjutan pembangunan ternyata disimplifikasi dengan mengajukan sang putra mahkota untuk melanjutkan estafet kekusaannya. Meskipun secara undang-undang, syarat untuk maju kontestasi Pilpres tidak memenuhi syarat, akhirnya sang putra mahkota bisa diloloskan oleh “dramaturgi politik hukum” di Mahkamah Konstitusi dengan bantuan paman Usman, yang kemudian berujung pelanggaran etik.Pasca lolosnya Gibran jadi Cawapres Prabowo, cawe-cawe politik Jokowi, bukannya semakin berkurang, justru semakin bertambah telanjang. Tujuan sang bapak, tidak sekedar meloloskan sang putra mahkota jadi Cawapres tapi juga berusaha dengan segala sumber daya kekuasaan yang dimiliki saat ini, memenangkan Pilpres.

Merusak Marwah Pemilu
Sikap dan tindakan politik cawe-cawe Jokowi semakin tidak terkontrol dan telanjang, dengan pernyataan terbaru yang penuh kontroversi, bahwa presiden dan para menteri “boleh kampanye dan memihak”, diikuti ibu negara, Iriana yang mengacungkan dua jari ketika kunjungan kerja ke daerah. Meskinpun setiap warag negara -termasuk Presiden Jokowi dan Ibu Iriana- memiliki hak politik, tetapi sangat tidak etis dan merusak spirit dan komitmen netralitas Presiden dan pejabat negara. Pernyataan Jokowi terbaru bisa dijadikan justifikasi politik sendiri bagi Jokowi dan para menterinya untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan politiknya kepada salah satu Paslon (Pabrowo-gibran). Padahal, persoalan netralitas, conflict of interest, hingga dugaan penyalahgunaan fasilitas negara saat ini sedang menjadi sorotan publik.

Sikap dan tindakan politik Jokowi dan para menterinya tersebut berpotensi akan merusak marwah Pemilu 2024, menyebabkan penyelenggaran Pemilu menjadi tidak netral dan berpotensi diwarnai dengan praktek kecurangan dan keberpihakan yang tidak adil. Cawe-cawe Jokowi akan merusak demokrasi. Karena itu, ketika Jokowi sudah masuk terlalu dalam dan telanjang ke dalam politik elektoral dan memihak, bagaimana masyarakat bisa percaya dan yakin Pemilu 2024 ini akan Luber dan Jurdil?.

Sebagai warga negara, Presiden Jokowi memiliki hak preferensi politik dalam Pilpres, mau dukung si A matau si B, itu hak politik Presdien Jokowi. Tetapi harus diingat, bahwa saat ini Jokowi adalah masih menjadi presiden aktif dan harus bersikap netral. Ketika Presiden Jokowi semakin telanjang cawe-cawe politiknya kepada salah satu Paslon, maka akan berpotensi mengancam jalannya demokrasi elektoral. Dengan kekuasaan yang power full (baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan), sumber daya kekuasaan (baik politik maupun ekonomi) potensial akan mudah disalahgunakan untuk kepentingan pemenangan politik elektoral Pilpres. Seharusnya Presiden Jokowi bersikap netral dan menjadi “wasit politik” yang bersikap adil kepada semua bakal calon, bukannya berpihak kepada salah satu Paslon.

Presiden Jokowi memiliki pengabdian yang cukup lengkap terhadap bangsa dan negara ini. Beliau pernah menjabat walikota, gubernur, dan sekarang presiden (dua periode). Dengan melihat pengabdian yang luar biasa besar, seharusnya Presiden Jokowi memilih menjadi negarawan, bukan politisi. Sebagai seorang negarawan, Preisden harus berperan aktif bagaimana menjaga dan memastikan bahwa Pemilu 2024 dapat berjalan secara demokratis, sesuai azaz Pemilu Luber dan Jurdil. Memastikan sirkulasi elit melalui mekanisme elektoral berjalan dengan elegan dan beradab. Prinsip-prinsip demokrasi harus ditegakkan dan nampak dalam setiap tahapan pelaksanaan Pemilu.

Legacy Jokowi
Hajatan politik Pemilu 2024 harus dijaga marwahnya, jangan sampai dikotori oleh tangan-tangan kotor kekuasaan, termasuk tangan kekuasaan Presiden Jokowi. Kita semua berharap Pemilu 2024 berjalan dengan aman, damai, dan demokratis; Luber dan Jurdil, menghasilkan wakil rakyat dan pemimpin yang berkualitas sebagai modal sosial-politik untuk membangun bangsa dan negara ke depan yang lebih mandiri, sejahtera, dan berkemajuan. Dalam konteks ini, peran Presiden Jokowi sangat penting dan strategis. Kita tahu, Pemerintahan Jokowi akan berakhir, dan akan digantikan dengan presiden dan pemerintahan baru. Presiden Jokowi adalah orang yang pertama yang harus memberi keteladan politik, bagaimana agar marwah Pemilu 2024 tetap terjaga dan bersih.

Menjadi sebuah pilihan politik bagi Presiden Jokowi; apakah mau jadi negarawan atau politisi? Menurut penulis Amerika Serikat, J. F. Clarke mengatakan ; A Polician think of the next election. A Statesman of the next generation. Seorang politisi berpikir tentang Pemilu yang akan datang, seorang negarawan berpikir tentang generasi yang akan datang. Seorang negarawan adalah seorang yang berfikir dan bertindak untuk kepentingan bangsa, negara dan masyarakat, bersikap dan bertindak imparsial dalam poltik elektoral. Peran strategis presiden adalah memastikan dan menghantarkan Pemilu 2024 berjalan Luber dan Jurdil dan pergantian tampuk kekuasaan berjalan dengan aman dan terkendali. Pelaksanaan Pemilu 2024 yang berjalan Luber dan Jurdil dan mengantarkan pemimpin baru pilihan rakyat, akan dapat dijadikan legacy bagi Jokowi yang dapat dikenang dalam sejarah demokrasi Indonesia. saat ini, masyarakat sangat berharap Presiden Jokowi menghindari sikap, gesture, dan tindakan politik yang menunjukkan keberpihakan (unfire) dalam kontestasi 2024.

Karean itu, melihat dan mencermati perilaku politik elit kekuasaan, terutama cawe-cawenya Presiden Jokowi dalam Pemilu 2024 yang semakin telanjang, perlu untuk terus kita kritisi dan ingatkan bersama. Masyarakat, terutama kalangan cerdik pandai dan civil society harus terus mengontrol perilaku elit kekuasaan, tetap bersuara kritis dan keras, selalu mengingatkan semua pihak, terutama Presiden Jokowi untuk menjaga marwah Pemilu 2024 agar tidak dikotori oleh tangan-tangan kotor kekuasaan yang akan merusak jalannya demokrasi elektoral. Cukup Pemilu 2019 saja yang penuh dengan pilu dan memilukan, mari kita jaga bersama marwah Pemilu 2024 agar lebih bermartabat, tidak memilukan dan memalukan. Dengan demikian, kualitas demokrasi kita melalui Pemilu ini ke depannya semakin meningkat.

————– *** —————-

Tags: