Cegah Kekerasan Anak

Kekerasan yang melibatkan anak (sebagai korban dan pelaku) semakin marak sepanjang tahun 2022. Terutama aksi tawuran di kawasan Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Puncaknya, penganiayaan brutal (di luar nalar, dan rasa perikemanusiaan) yang dilakukan anak pejabat Ditjen Pajak. Gaya hidup hedonis, dan salah pergaulan, menjadi pemicu kekerasan anak. Pemerintah perlu meningkatkan aksi pencegahan kekerasan anak melalui patroli bersama TNI dan Polri. Serta advokasi korban (berani melapor).

Metode penanganan pandemi melalui PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) dapat menjadi metode pencegahan kekerasan anak. Khususnya potensi tawuran, dan pelecehan seksual. Di berbagai kota besar (terdekat ibukota Jakarta), serta ibukota propinsi, perlu diberlakukan jam malam khusus anak. Juga dilakukan patroli bersama TNI dan Polri, mencegah kerumunan anak di berbagai “titik kumpul.” Terutama di warung kopi, kafe, dan diskotik. Serta di area taman kota.

Video viral penyiksaan anak dibawah umur oleh anak pejabat Ditjen Pajak, menjadi trending topik di berbagai media sosial (medsos). Berjuta netizen berkomentar. Memunculkan empati, dan simpati yang luas terhadap korban. Sebaliknya, kepada pelaku terjadi pengecaman sangat meluas, sampai tingkat dunia. Banyak netizen mengusulkan ancaman hukuman berlapis. Sampai hukuman mati. Karena dianggap melakukan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP), hanya korban belum meninggal dunia.

Kasus penganiayaan super-berat oleh tersangka, dipicu cemburu. Skenario-nya bagai “kasus Sambo” dalam pembunuhan Brigadir Joshua. Andai tidak cepat ditolong, dipastikan korban akan menghembuskan nafas terakhir di TKP. Sampai kini korban masih belum sadarkan diri, dalam perawatan intensif rumah sakit. Empati netizen (untuk korban) yang sangat luas ditunjukkan melalui pembacaan shalawat di seluruh Indonesia. Bahkan dua Menteri (Srimulyani, dan Yaqut Cholil Qoumas) menyatakan dukungan.

Menteri Keuangan Srimulyani, telah memecat orangtua pelaku penganiayaan. Akan berlanjut dengan pemeriksaan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena terdapat pelaporan harta kekayaan yang janggal, dicatat oleh PPATK. Serta mobil mewah yang biasa digunakan pelaku, tidak tercantum dalam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara) orangtuanya. Bagai peribahasa Jawa, “Anak molah bapa kepradah” (anak berulah orangtua menerima akibat buruk).

Anak pejabat Ditjen Pajak yang melakukan penganiayaan berat, akan diancam dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. Khususnya pasal 76c, juncto pasal 80 ayat (2), yang menyatakan, “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).” Ancaman hukuman pasal 80 ayat (2) selaras dengan Pasal 351 KUHP ayat (2).

Tersangka pelaku penganiayaan, bisa jadi akan memperoleh hukuman maksimal, 5 tahun. Berdasarkan pasal 76C UU Perlindungan Anak, jumlah tersangka dipastikan bertambah. Terutama perekam video, yang sekaligus mem-provokasi pelaku. Pasal 76C UU Perlindungan Anak, menyatakan, “Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.”

Situasi “Darurat Kekerasan Anak,” telah dinyatakan sejak 8 tahun silam, bertepatan Peringatan Hari Anak Ke-5. Tergolong ironis, karena Indonesia memiliki payung hukum yang kokoh melindungi anak. Bahkan diakji sebagai hak asasi, tercantum dalam konstitusi. UUD pasal 28B ayat (2), menyatakan, “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Diperlukan reformasi pembinaan mental anak, melalui berbagai kurikulum di sekolah dan luar sekolah. Termasuk jam malam (PPKM) khusus anak. Serta pemberlakuan hukuman maksimal.

——— 000 ———

Rate this article!
Cegah Kekerasan Anak,5 / 5 ( 1votes )
Tags: