Di Balik Kebijakan Kenaikan Cukai Rokok

Oleh :
Shabilla Salva Ezzarany
Mahasiswa IlmuKomunikasi UMM

Indonesia merupakan negara berkembang yang manakegiatan bisnis ini digunakan sebagai suatu ukuran kemajuanperekonomian suatu negara, sehingga tidak jarang ditemukanbanyaknya start-up di Indonesia. Indonesia memilikikebudayaan yang melekat akibat lingkungan yang salingmemengaruhi.

Salah satunya yaitu memiliki kebiasaanmasyarakat yang suka merokok, bahkan industri hasil tembakaudi Indonesia ini juga sangat besar. Sehingga hal ini memberikankontribusi yang besar bagi perekonomian nasional. Selainpengenaan pajak bea cukainya, adanya industri hasil tembakaujuga memberikan kesempatan bagi masyarakat di Indonesia mendapatkan pekerjaan.

Industri hasil tembakau ini menjadi salah satu penyumbangpendapatan negara yang cukup besar, berasal dari pengenaanpajak bea cukai. Hal ini juga berpengaruh pada fluktuasi hargasaham pada sektor industri hasil tembakau. Suatu sahamperusahaan akan menimbulkan koreksi apabila terdapat beritamengenai rencana kebijakan tarif pajak cukai rokok.

Harga saham ini dapat dipengaruhi oleh kondisi suatu negara yang akan berdampak pada fluktuasi harga saham. Hal iniditimbulkan akibat respons masyarakat sebagai pelaku ekonomidan pemerintah sebagai penentu kebijakan dengan tujuankeseimbangan dalam perekonomian dan kemakmuran bagimasyarakat di Indonesia. Sehingga akibat adanya hal tersebutdibutuhkan respons dari pemerintah.

Cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sendiri telahmenjadi salah satu instrumen fiskal yang mempunyai tujuanguna memperoleh penerimaan dan mengendalikan konsumsinya. Hal ini dilakukan meninjau banyaknya permasalahan kesehatanyang ditimbulkan dari mengonsumsi rokok. Pemberian cukai initidak terlepas dari adanya para perokok usia muda di bawah 18 tahun.

Argumentasi bahwa kenaikan cukai berhasil menekankebiasaan merokok muda tentu tidak bisa dihairaukan lagi, di samping faktor lain tentunya. Kenaikan harga cukai rokok itupun bukan hanya mempertimbangkan isu kesehatan, tetapi jugamempertimbangkan perlindungan buruh, petani, dan industrirokok.

Rokok sendiri menjadi pengeluaran kedua tertinggimasyarakat miskin di Indonesia setelah konsumsi beras. Sehingga rokok menjadikan masyarakat menjadi miskin. Yang menjadi permasalahannya adalah, apakah kebijakan untukmenaikan cukai rokok yang tinggi masih relevan untukditerapkan? Bahkan dengan target penerimaan pada 2022, diperkirakan cukai rokok meningkat lebih dari 10 persen tahundepan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sendiri telahmengumumkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau cukairokok pada tahun 2022 mendatang akan naik rata-rata 12 persen.

Peningkatan tarif cukai ini akan memicu kenaikan harga rokokitu sendiri yang akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2022. Peningkatan tarif cukai rokok pada tahun 2022 ini sedikit lebihrendah jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang rata-rata mencapai 12,5 persen.

Kebijakan yang diterapkan pemerintah untuk menaikkanharga cukai rokok akan membawa dampak bagi berbagai sektor, seperti halnya para investor. Adanya pengumuman mengenai haltersebut menjadikan kebingungan bagi investor. Mereka akanmelihat bagaimana reaksi selanjutnya yang terjadi akibat adanyakenaikan harga cukai rokok. Akibat dari kebijakan tersebuttentunya akan menimbulkan reaksi pada pasar, dan reaksitersebut biasanya memberikan indikasi dengan adanyaperubahan harga mengenai sekuritas saham pada sektor hasiltembakau.

Melihat dari kasus kesahatan di Indonesia terus meningkat,disebabkan oleh rokok itu sendiri sehingga perlu dilakukanpengendalian. Hal ini juga terdampak pada orang yang tidakmerokok atau perokok pasif. Upaya pemerintah dalampengendalian ini yaitu mengatur mengenai cukai pada industritembakau. Dari faktor tersebut diperlukan Undang-Undangmengenai cukai hasil tembakau karena pada kasus inikonsumsinya sudah berlebihan dan perlu adanya pengendalian.Alasan kesehatan tidak bisa menjadi alasan tunggal sebagaipenutup bahwa sebenarnya negara butuh penerimaan negara.

Harusnya pemerintah juga melihat kepentingan petani, buruhtani, dan para buruh di industri tembakau. Kenaikan cukaidengan alasan kesehatan itu dianggap menjadi topeng ataukedok dari kepentingan yang ingin simplifikasi tarif yang bisamembunuh produsen rokok kecil dan menengah dankepentingan agenda anti tembakau global dalam melakukaninfiltrasi kebijakan tarif cukai.

Naiknya tarif bea cukai pada sektor industri hasil tembakauini menjadikan adanya dampak pada sektor itu pula, sepertipenurunan penjualan dan pada perusahaan yang kurang mampubersaing bisa menjadi tutup dan akan berkurangnya pada jumlahpabrik hasil tembakau. Hal ini terjadi dikarenakan tidak semuaperusahaan mampu bersaing antar perusahaan yang sama-samaberupaya melakukan manajemen atas risiko yang ada. Akibatdari hal tersebut kemampuan finansial yang kurang dandibarengi dengan naiknya tarif pajak membuat perusahaan yang tidak mampu bersaing harus tutup.

Kenaikan harga cukai ini tentunya akan menaikkan hargarokok pula. Mengingat mayoritas masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan merokok dan apabila tidak dibarengi dengankemampuan finansialnya, maka akan memicu masyarakatberalih memilih ke merek rokok yang belum terdaftar atauilegal. Hal ini dapat terjadi akibat respons dari kebijakantersebut yang mana tarif cukai ini hanya akan berlaku padaperusahaan hasil tembakau yang sudah legal saja, yang menjadikan pada rokok ilegal tersebut dinilai tidak ada kenaikanharga pada produk tersebut.

Dalam kata lain, semakin tinggiharga rokok, semakin besar pula potensi terjadinya produksirokok ilegal. Sehingga apabila hal ini terjadi, maka akan adapenurunan pada permintaan rokok yang legal atau terkena cukai, dan produksi perusahaan juga menurun yang selanjutnya akanada reaksi fluktuasi harga saham pada perusahaan sektor iniyang akan berpengaruh sebagai akibat dari reaksi pasar karenaadanya penetapan kebijakan mengenai bea cukai.

———- *** ———-

Tags: