Investasi dalam Bingkai Asmara dan Misteri

Judul Buku : Klien Terakhir
Penulis : Sidik Nugroho
Penerbit : Prakarsa Anugerah Mandiri
Cetakan : I, 2021
Tebal : 175 halaman
ISBN : 978-602-74333-4-2
Peresensi : Sam Edy Yuswanto
Penulis lepas di berbagai media. Ratusan tulisannya (cerpen, opini, resensi
buku, dll) tersiar di berbagai media massa.
Tulisan yang baik akan lahir dari penulis yang baik. Penulis yang baik biasanya akan berusaha serius dan teliti dalam menggarap naskahnya. Selain melandasi tulisannya dengan riset atau sederet fakta, juga harus berusaha memberikan sudut pandang berbeda dalam menyikapi berbagai kejadian. Ini semua diperlukan agar karya tulis tersebut bisa memberikan pencerahan dan tak menggurui pembaca.
Novel Klien Ketiga yang ditulis oleh penulis lepas yang juga berprofesi sebagai editor dan ghostwriter ini menurut saya juga tergolong karya yang baik. Meski berupa karya fiksi, tapi penulis berusaha melandasinya dengan sederet fakta dan juga pengalaman-pengalaman yang pernah ia alami secara langsung. Misalnya, ketika mengurai tentang investasi dalam bentuk saham, dia sangat piawai menjabarkannya karena dia juga terjun langsung dalam dunia investasi.

Menurut saya, satu alasan yang membuat novel ini menarik ialah karena tokoh utamanya, Prasada Panji Pratama berprofesi sebagai novelis dan penulis lepas di berbagai media massa. Sidik Nugroho seolah bisa mewakili nasib para penulis lepas Tanah Air yang nasibnya, terlebih di musim pandemi Covid-19 yang belum kunjung usai ini, bisa dibilang begitu memprihatinkan. Sebagaimana kita ketahui bersama, kemunculan virus korona di negeri ini menyebabkan segala aktivitas menjadi terhambat dan dibatasi. Hal ini tentu berdampak serius pada perekonomian negeri ini. Banyak perusahaan dan pebisnis yang merugi dan terpaksa gulung tikar. Begitu pun dengan sebagian media cetak yang semula berjaya di negeri ini yang secara perlahan tapi pasti berguguran satu per satu.

Bahkan jauh hari sebelum pandemi mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat kita, keberadaan media cetak sudah mulai gulung tikar satu per satu. Sebagian media cetak memang masih berusaha bertahan tapi dengan konsekuensi mengurangi rubrik-rubrik untuk para penulis lepas. Bahkan ada juga yang rubriknya tetap ada tapi dengan meniadakan honor. Artinya, para penulis masih bisa mengirimkan karya tulis ke media tersebut tapi ketika tulisannya dimuat mereka tak akan mendapatkan fee atau honor. Inilah yang menjadikan para penulis lepas di negeri ini seperti dihadapkan simalakama; tetap menekuni dunia kepenulisan atau beralih profesi lain?

Sidik Nugroho dalam novel ini begitu apik menggambarkan tokoh Prasada yang berusaha mencari penghasilan dari tempat lain. Dia menyadari, hidup hanya menggantungkan dari honor menulis itu sungguh mendebarkan. Meskipun (sepanjang karir kepenulisannya) telah memiliki 6 buah buku, akan tetapi hanya satu buku yang penjualannya bagus dan royaltinya lumayan. Menjadi ghostwriter atau penulis bayangan akhirnya menjadi pilihan Prasada.

Selain itu Prasada juga mencoba terjun ke dunia investasi; jual beli saham. Perihal saham, sebagaimana dikutip Wikipedia, dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas asset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Tiap kali Prasada mendapatkan keuntungan dari menjual sahamnya, dia akan mencari saham lain yang harganya masih rendah. Bila mendapatkannya, dia akan membeli saham tersebut. Bila tak mendapatkannya, dia lebih suka menyimpan uangnya selama beberapa waktu sampai merasa yakin menemukan saham yang tepat (hlm. 12).

Hingga suatu hari, garis takdir Prasada perlahan berubah. Tepatnya sejak dia dihubungi oleh Obaja, sahabat karibnya, yang memintanya untuk menerima tawaran menjadi ghostwriter dari Bu Westi, seorang guru yang telah pensiun dan ingin menulis sebuah buku seputar perjalanan hidupnya selama menjadi guru. Singkat cerita, akhirnya Prasada pun menyanggupi. Terlebih honor yang dijanjikan cukup besar, 27 jutaan. Kepada Prasada, Bu Westi pun bercerita bahwa buku tersebut dipersembakan untuk mendiang suaminya yang dulu pernah bekerja sebagai kontraktor.

Ketika buku pesanan Bu Westi sudah hampir kelar ditulis, Prasada kembali mendapatkan job menjadi ghoswriter. Ini merupakan klien ketiganya, yakni Bung Alex, seorang pebisnis properti yang kaya raya, royal, dan dikenal dermawan. Bahkan, baru bertemu dan mengobrol beberapa saat dengan pria paruh baya berkarakter sangat misterius itu, Prasada langsung ditransfer uang sebanyak 20 juta. Jumlah yang sangat besar baginya dan bisa dialihkan untuk modal membeli saham.

Persoalan rumit harus Prasada hadapi ketika Bung Alex terkesan main-main. Pria itu seolah berkelit ketika ditanya perihal kehidupan pribadinya, sementara tugas Prasada ialah menulis buku tentang kehidupannya. Alih-alih membeberkan kisah hidupnya, Bung Alex malah mengajak Prasada liburan ke Bali. Menginap di vilanya yang sangat mewah. Ketika mengetahui Prasada trader saham, Bung Alex tanpa pikir panjang ingin membantunya dengan cara menambahi modalnya ratusan juta rupiah agar Prasada bisa menikmati keuntungan lebih besar.

Masalah demi masalah yang datang silih berganti dalam kehidupan Prasada semakin rumit dan penuh misteri. Terutama ketika dia harus memilih dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya; Henita, putri Bu Westi yang diam-diam mengaguminya, atau Anggita, mantan pacarnya yang masih ada hubungan darah dengan Bung Alex dan dulu pernah meninggalkannya dan memilih menikah dengan pria lain yang dianggap lebih mapan. Ditambah lagi rahasia besar Bung Alex yang tiba-tiba terungkap dan semakin membuat Prasada harus merenung panjang dan membuat keputusan yang tepat dalam hidupnya.

Novel yang menghadirkan konflik beragam dan cukup rumit ini ditulis dengan gaya bahasa sederhana sehingga mudah dicerna pembaca dari berbagai kalangan. Di antara pesan moral yang diselipkan penulis dalam buku ini ialah perihal pujian dan hinaan yang akan selalu mewarnai perjalanan hidup manusia. Pujian dan hinaan, sama-sama berbahayanya: “Kalau kau tahu hidupmu benar, tapi orang-orang malah mengatakan yang buruk tentangmu dan menghinamu, tenang saja. Kalau kau tahu hidupmu salah, tapi orang-orang malah bersikap ramah dan suka memujamu, waspadalah”.

——- *** ———

Tags: