Jaga Kerukunan Sosial

foto ilustrasi

Suasana keprihatinan nasional (dan global) sedang fokus menghadapi dampak CoViD-19. Diperlukan keguyuban dan partisipasi sosial serentak memulihkan ketahanan kesehatan, dan ketahanan ekonomi. Namun masih terdapat sekelompok (kecil) megesankan “menantang” aparat negara dengan seruan agitasi adu-domba. Bisa menyulut kegaduhan sosial. Tetapi aparat negara selalu siaga menumpas segala bentuk potensi ancaman.

Panglima TNI telah menyatakan ke-siaga-an melindungi dan mengamankan suasana. Terutama ancaman radikalisme yang menyasar ideologi negara. Bahkan TNI telah memiliki tim elit komando khusus menumpas radikalisme. Presiden menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 tahun 2019. Disambung dengan Peraturan Panglima (Perpang) TNI Nomor 19 Tahun 2019 tentang Organisasi dan Tugas Komando Operasi Khusus (Koopsus) Tentara Nasional Indonesia.

Koopsus, beranggota personel TNI lintas matra, memiliki 100 “ahli gebug” terlatih, disertai 400 intelijen fungsional yang mahir. Pembentukan Koopsus, menjadi jawaban setelah DPR bersama Presiden menyepakati revisi UU Nomor 15 tahun 2003. Berdasar revisi UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, definisi tentang terorisme makin jelas. Kini menyertakan frasa “motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.”

Dalam UU Pemberantasan Terorisme, terdapat pemberatan sanksi. Termasuk aksi permufakatan jahat, persiapan, percobaan dan pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme. Juga terdapat hukuman berat “korporasi” (organisasi), terhadap pimpinan, pengurus, dan anggota sindikat terorisme. Tak terekcuali persiapan, dan permufakatan tindak pidana yang di-share melalui media sosial (medsos), dan agitasi sosial

Pemberantasan radikalisme, bisa dilaksanakan berjenjang. Tidak selalu operasi militer. Melainkan bisa melalui penegakan hukum tingkat pertama (di Pengadilan Negeri), hingga tingkat kasasi. Begitu pula ranah hukum berkait wabah pandemi CoViD-19, bisa berdasar pada UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Serta berdasar KUHP (Kitab UU Hukum Pidana) pasal 207 dan pasal 208 ayat (1). Ancaman hukuman pidana penjara selama 6 hingga 10 tahun.

Bahkan penegak hukum juga memiliki pijakan lain, diantaranya UU Nomor UU 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal 28 ayat (2), dinyatakan larangan: “Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA).” Pelanggaran terhadap pasal 28 ayat (2), bisa dihukum penjara selama 6 tahun.

Sangat tidak elok melancarkan agitasi permusuhan sosial pada saat aparat negara fokus pada upaya pemulihan ekonomi. Bersamaan dengan upaya pemutusan rantai wabah pandemi CoViD-19. Dalam sebulan mendatang pemerintah akan memulai vaksinasi serentak terhadap 180 juta rakyat Indonesia. Diharapkan tidak terjadi seruan agitasi melawan vaksinasi. Tidak mudah memperoleh komitmen internasional untuk memperoleh vaksi (yang halal). Bahkan Indonesia juga berkesempatan menjadi pemasuk vaksin halal untuk negara-negara muslim.

Vaksin (dan obat CoViD-19) menjadi keniscayaan negara-negara melindungi rakyatnya. Konstitusi Indonesia juga meng-amanat-kan perlindungan segenap anak bangsa. Tercantum dalam pembukaan UUD pada alenia ke-empat, dinyatakan, ” … membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum… .” Amanat ini, diperkuat pada batang tubuh, pasal 28G ayat (1).

Berdasar amanat pembukaan konstitusi itu pula Panglima TNI menyatakan kesiapan menjaga keutuhan nasional. Seluruh hoax dan ujaran kebencian akan menuai sanksi pidana. TNI bersama penegak hukum yang lain tidak akan ragu melaksanakan tugas keamanan, dan ketertiban sosial. Seluruh rakyat berhak memperoleh kedamaian hidup bernegara dalam ke-bhineka-an.

——— 000 ———

Rate this article!
Jaga Kerukunan Sosial,5 / 5 ( 1votes )
Tags: