Kebiri Sesuai HAM

foto ilustrasi

Hukuman kebiri kimia, sudah bisa dilaksanakan pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Hukuman pelaku pemerkosaan (yang dilakukan berulang-ulang) diperberat, sampai hukuman mati. Pelaku akan menerima vonis hukuman paling ringan tiga belas tahun empat bulan. Serta hukuman tambahan berupa kebiri melalui suntik kimia selama dua tahun masa obat. Ini untuk memutus perilaku seks meyimpang brutal, yang tak jarang berujung kematian korban.

Dampak kejahatan perilaku kekerasan seksual pada anak sering menyebabkan penderitaan panjang dan trauma mendalam. Hukuman tambahan, berupa “kebiri kimia” diatur khusus melalui PP (Peraturan Pemerintah), telah ditanatangani presiden Jokowi. Yakni, PP Nomor 70 tahun 2020 tentang “Tatacara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.”

Judul (PP) yang panjang menunjukkan visi perlindungan terhadap anak lebih kukuh. Selama ini mayoritas korban kategori anak berusia di bawah umur, yang rentan terhadap bujuk rayu pelaku. PP yang baru diterbitkan merupakan turunan UU Nomor 17 tahun 2016 yang memperbaiki UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Terdapat kritisi tentang hukuman “Kebiri Kimia,” yang berpotensi pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Namun sebenarnya, seluruh jenis hukuman (pidana) merupakan pembatasan dan penyiksaan yang melanggar HAM. Namun pelaksanaan hukuman pidana merupakan pelanggaran yang dikecualikan. Bahkan paradigma hukum sedunia meyakini, bahwa hukuman pidana merupakan satu-satnya “peraturan” yang disepakati melaksanakan HAM. Terutama sebagai cara efektif mencegah pelanggaran HAM, khususnya yang dilakukan secara berulang oleh residivis.

Tidak sembarang kejahatan kekerasan seksual akan dijatuhi vonis dengan dtambahan hukuman pidana “kebiri kimia.” PP Nomor 70 tahun 2020 menyebutkan definisi tindakan “kebiri kimia,” dan pelaku penerima. Pada pasal 1 ayat (2) dinyatakan, tindakan kebiri kimia adalah pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain kepada pelaku yang pernah dipidana karena praktik kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan.

Nyata-nyata terdapat “pemberatan” kejatan yang dilakukan. Pada pasal 1 ayat (2) juga disebutkan kriteria, “sehingga menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.” Maka penerima vonis kebiri kimia, nyata-nyata telah melakukan tindak pidana dengan pemberatan. Sampai di luar nalar, dan sangat kejam.

Kebiri kimia, juga tidak disuntikkan untuk mematikan hasrat seksual selamanya. PP pada pasal 5 membatasi tindakan kebiri kimia dikenakan selama (maksimal) dua tahun. Sedangkan dalam pasal 6 PP, mengatur pelaksanaan suntikan kebiri kimia, ditempuh melalui tiga tahapan, yakni, penilaian klinis, kesimpulan, dan pelaksanaan. Sehingga dipastikan, pelaksanaan kebiri kimia cukup “manusiawi,” sekaligus meng-edukasi pelaku.

Di berbagai belahan dunia, pemberatan pidana terhadap kekerasan seksual dilaksanakan berbeda (dan berubah-ubah). Sesuai tren kasus yang terjadi. Termasuk hukuman mati atau dikebiri. Misalnya di China, Arab Saudi, Mesir, dan Iran, diberlakukan hukuman mati. Di India, hukuman mati atau seumur hidup, setelah perubahan UU Anti Pemerkosaan pada April 2013. Di Amerika Serikat, Perancis, dan Israel hukuman maksimalnya seumur hidup.

Hukuman pemberatan berupa suntik kebiri kimia, sebenarnya bukan hal baru. Sudah dilakukan di banyak negara. Antaralain, Denmark, Inggris, Polandia dan Swedia. Di Asia, Korea Selatan sudah memulai. Tragisnya, masih banyak penegak hukum yang berspekulasi, bahwa korban juga “menikmati.” Maka kalangan ahli psikologi tindak pidana, mengusulkan hukuman yang menjamin ke-jera-an.

——— 000 ———

Rate this article!
Kebiri Sesuai HAM,5 / 5 ( 1votes )
Tags: