Makan Waktu, Perda RDTRK Harus Apresiasi Semua Kepentingan

foto ilustrasi

DPRD Surabaya, Bhirawa
Pembahasan Raperda Rencana Detil Tata Ruang dan Kota (RDTRK) dipastikan memakan waktu yang cukup lama. Pansus menyebut banyak hal yangharus dibahas agar kepentingan semua pihak bisa diapresiasi. Saat ini Pansus Raperda RDTRK memasuki materi soal zona (kawasan) dan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTPL).
Ketua Pansus RDTRK Saifudin Zuhri mengatakan pembahasan Raperda ini cukup menyita waktu karena masalah ini menyangkut kepentingan semua pihak.
“Jangan sampai ada saling kontradiksi antar aturan satu dengan yang lain, makanya harus detil. Lebih baik kami melakukannya beberapa kali dalam waktu yang panjang, bahkan kami kembali meminta waktu perpanjangan 60 hari lagi untuk pembahasan, karena semangatnya melindungi kepentingan semua pihak, ketimbang cepat tetapi bermasalah di belakang hari,” tegasnya, Rabu (11/4).
Ketua Komisi C DPRD Surabaya ini juga mengatakan, bahwa pembahasannya telah masuk dalam materi zona, namun hanya menyangkut soal kawasannya, tidak menyangkut soal detil persil di kawasan tersebut.
“Ada beberapa zona, tapi salah satu adalah soal kawasan di Ampel, bagaimana peradaban, kondisi dan lingkungannya dulu, sehingga ini merupakan bentuk konsistensi Pemkot Surabaya dalam menjaga eksistensi sejarah, makanya kami butuhkan pendapat dari para ahli,” ucapnya.
Dengan demikian, lanjut Ipuk-sapaan akrab Saifudin Zuhri- secara makro, tata kota di Surabaya ini akan mengatur zona (kawasan) secara rinci yang dituangkan dalam RDTRK ini, sehingga semua pihak bisa mengetahui, seperti apa dan bagaimana pernak-perniknya.
Terpisah, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman, Cipta Karya dan Tata Ruang Ery Cahyadi (Kadis Perkim dan CKTR) Ery Cahyadi mengatakan bahwa ada pembagian zona, seperti zona Tunjungan yang masuk kawasan Cagar Budaya itu meliputi Jl Tunjungan dan Jl Darmo, ada zona sosial budaya di kawasan Ampel.
“Jadi bagaimana bentuk bangunannya, kawasannya harus seperti apa, itu akan diatur dalam Perda RDTRK ini, seperti untuk kawasan Ampel yang kita masukkan dalam zona cagar budaya, sehingga ke depannya harus ditindaklanjuti dengan rencana tata bangunan dan lingkungan (RTPL),” terangnya.
Khusus untuk Tunjungan, lanjut Ery, bangunan-bangunan di situ akan dikembalikan seperti zaman dulu (sebelumnya), oleh karenanya pihaknya akan memanggil para ahli untuk dimintai pendapatnya.
“Zona cagar budaya itu zona pertampalan (zona tempel), artinya warna apa pun di zona itu, bisa saja menjadi zona budaya, yang artinya jika ada rencana renovasi atau pembangunan baru harus mengacu kepada aturan yang menempel tersebut,” pungkasnya. [gat]

Tags: