Melonggarkan PPKM

Pemerintah telah mempertimbangkan pelonggaran PPKM sesuai realita. Karena kesadaran masyarakat terhadap protokol kesehatan (Prokes) telah meningkat. PPKM yang super ketat, ditambah informasi pandemi yang tidak ramah sosial, telah terbukti meruntuhkan sendi ke-gotongroyong-an. Disertai ancaman serius kebangkrutan perekonomian rumah tangga tingkat bawah. Angka kehilangan pekerjaan lebih mengerikan dibanding kasus baru positif CoViD-19.

Pemerintah seyogianya lebih fokus pada upaya pengobatan untuk seluruh kasus aktif yang masih dirawat di rumah sakit, dan isoman (Isolasi mandiri). Disertai tracing (kontak terdekat), vaksinasi yang dipercepat. Serta penemuan kalangan epidemiologi hanya di-diskusi-kan di dalam forum khusus, bukan di-publikasi luas. Infomasi pandemi telah melebihi batas, mengarah menjadi “teroris” imunitas sosial. Memicu ke-putus asa-an. Lebih lagi masih banyak bantuan (Bansos) tidak tepat sasaran.

UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, niscaya menjadi arahan utama PPKM. Namun dalam pasal 11 ayat (1) menyatakan, “Penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan pada Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat secara cepat dan tepat berdasarkan besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya, dan teknik operasional dengan mempertimbangkan kedaulatan negara, keamanan, ekonomi, sosial, dan budaya.”

Nyata-nyata UU Kekarantinaan Kesehatan meng-amanat-kan aspek “ekonomi, sosial, dan budaya.” Realitanya selama pengekangan dalam suasana PPKM (dan PSBB terdahulu) perekonomian rakyat makin terpuruk. Sangat banyak sektor yang terdampak PPKM Darurat. Terutama unit usaha mikro dan ultra mikro. Diantaranya warung makan, aneka kuliner, serta usaha konveksi skala rumahtangga. Ragam usaha ekonomi kreatif sangat terdampak PPKM. Karena tidak termasuk dalam kriteria kritikal, juga bukan tergolong esensial.

Sehingga sebenarnya PPKM Darurat tidak menutup usaha dan industri. Juga tidak menutup sektor jasa layanan publik (konstruksi, kesehatan, kelompok informasi, dan transportasi). Melainkan sekadar mengatur arus mobilitas, dan melarang kerumunan. Namun masih banyak sektor yang terdampak PPKM Darurat. Terutama unit usaha mikro dan ultra mikro. Diantaranya warung makan, aneka kuliner, serta usaha konveksi skala rumahtangga.

Pemerintah telah mengambil kebijakan memperpanjang PPKM level 4, sampai awal Agustus, dengan beberapa refisi. Terasa lebih memberi kelonggaran pelaku ekonomi kreatif, terutama usaha mikro dan ultra mikro. Termasuk usaha salon kecantikan (dan tempat potong rambut), serta pedagang dengan gerobak jalan. Juga toko kelontong, dan perbengkelan. Warung makan, dan warung kopi sudah boleh melayani santap ditempat.

Masyarakat yang mengunjungi warung makan (warung kopi, dan kafe) dibatasi selama 20 menit menikmati hidangan di tempat. Namun seluruhnya wajib memenuhi protokol kesehatan (Prokes). Selalu mentaati 3M (mengenakan masker secara benar, kecuali saat makan dan minum), penyediaan tempat cuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak antar-orang (tidak berkerumun). Juga menyesuaikan jam operasional sesuai kebijakan pemerintah daerah.

Usaha ekonomi kreatif bagai bisa bernafas lebih lega. Tidak lagi “main kucing-kucingan” dengan petugas gabungan TNI, Polri, dan Satpol PP. Selama ini bagai film kisah “Tom and Jerry.” Namun sebenarnya pelaku usaha ekonomi kreatif memiliki hak memperoleh bantuan permodalan, sesuai UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Pada 69 ayat (2) dinyatakan, korban yang kehilangan mata pencarian dapat diberi pinjaman lunak usaha produktif.

Begitu pula setiap rakyat yang terdampak memiliki hak menerima bantuan sosial, berdasar pasal 26 ayat (2) UU tentang Penanggulangan Bencana. Pemerintah wajib memberi bantuan pemenuhan kebutuhan dasar. Yakni, air bersih dan sanitasi, pangan, sandang, pelayanan kesehatan, dan layanan psiko-sosial. Merealisasi perlindungan sosial, tak kalah strategis dibanding vaksin dan obat.

——— 000 ———

Rate this article!
Melonggarkan PPKM,5 / 5 ( 1votes )
Tags: