Menurunkan Level PPKM

foto ilustrasi

Kedaruratan pandemi berangsur menurun seiring upaya sistemik pemerintah melakukan 3T, dan vaksinasi kolosal. Sekaligus “buah” ketaatan masyarakat melaksanakan protokol kesehatan (Prokes) 3M. Selama dua pekan berturut-turut, angka kesembuhan telah melebihi angka kematian. Serta tingkat hunian rawat inap di rumah sakit semakin menurun. Maka pemerintah perlu mempertimbangkan pelonggaran level assesmen PPKM sesuai realita ke-pandemi-an.
.
Tidak mudah meyakinkan masyarakat mentaati Prokes. Pemerintah telah menggalang kerjasama dengan berbagai tokoh masyarakat, tokoh adat, serta ulama dan kyai. Di Jawa Timur misalnya, Menko Polhukam, Mahfud MD, turut berkampanye menggunakan bahasa daerah (Madura). Terutama Prokes 3M (mengenakan masker secara baik dan benar, mencuci tangan dengan sabun, serta menjaga jarak dan mencegah kerumunan).

Misi kampanye 3M sukses. Ulama, kyai, ustadz, dan pejabat pemerintahan desa, bersama-sama menyarankan masyarakat kukuh melaksanakan Prokes. Juga diikuti kinerja kinerja lebih “berkeringat” aparat negara. Terutama bidang ketertiban umum, dan keamanan. tidak gamang dalam penegakan hukum Prokes. Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian CoViD-19.

Sukses Prokes oleh masyarakat, dan kinerja Satgas CoViD-19, secara nyata terbukti di Madura. Hasilnya, 3 daerah di Madura (Sumenep, Sampang, dan Bangkalan) tergolong zona oranye. Hanya 4 kabupaten di Jawa Timur tergolong zona oranye (risiko sedang). Sisanya 34 daerah (terdiri 25 kabupaten dan 9 kota) masih zona merah. Saat ini Jawa Timur menempati posisi ke-3 sebaran CoViD-19 dengan kasus sebanyak 3.618 positif baru harian (per-10 Agustus). Di bawah Jawa Tengah (4.560 kasus), dan Jawa Barat (4.163 kasus).

Kinerja Satgas penanganan CoViD-19, terutama jajaran tenaga kesehatan (Nakes) patut diapresiasi. Angka ke-sembuh-an terus naik pesat melebihi angka kematian. Pemerintah mencatat kasus baru harian CoViD-19 sebanyak 32.081 orang. Angka kematian sebanyak 2.048 jiwa. Sedangkan ke-sembuh-an mencapai 41.486 orang. Namun angka kematian tidak lagi sebagai kategori assesmen level ke-darurat-an. Karena dikhawatirkan tidak valid.

Ironis, bagai terdapat “dikhotomi” tentang validitas angka kematian. Masih banyak masyarakat menduga rumahsakit telah “meng-CoViD-kan” sanak keluarga yang meninggal di rumahsakit. Begitu pula sebaliknya, Satgas CoViD-19 menduga banyak kematian (akibat CoViD-19) di tengah masyarakat yang “disembunyikan.” Sehingga masih banyak terjadi “rebutan” jenazah. Tak jarang berkonsekuensi hukum terhadap masyarakat.

Sesuai guideline Badan Kesehatan Dunia (WHO, World Health Organization), angka kematian menjadi salahsatu tolok ukur ke-darurat-an. Assesemen level 4, meliputi lebih dari 5 kasus meninggal per-100 ribu penduduk (0, 005%). Di Surabaya misalnya (per-10 Agustus), dilaporkan jumlah kematian akibat CoViD-19 sebanyak 11 jiwa. Seharusnya berdasar assesmen level 4, mencapai 148 jiwa. Artinya, Surabaya jauh di bawah assesmen level 4. Bahkan Surabaya masih di bawah level 1 (kematian sebanyak 1 kasus per-100 ribu penduduk).

Guideline WHO tentang level ke-darurat-an, juga meliputi tingkat hunian rumahsakit (dan tampungan yang dianggap setara rumahsakit). Sudah semakin banyak bed kosong yang ditinggal pulang pasien yang sembuh. BOR assesmen level 1 sebanyak 5 kasus per-100 ribu penduduk. Serta jumlah kasus positif harian sebanyak 20 orang per-100 ribu penduduk. Berdasar kalkulasi guideline WHO, di Jawa Timur, tidak terdapat assesmen level 2.

Seyogianya pemerintah menurunkan level ke-darurat-an, sebagai apresiasi ketaatan masyarakat terhadap Prokes. Sekaligus apresiasi kinerja tanpa lelah Nakes. Juga menurunkan kegelisahan (dan kegaduhan) sosial akibat terkungkung PPKM level 4. Pemerintah dapat tetap melaksanakan PPKM lebih ramah.

——— 000 ———

Rate this article!
Menurunkan Level PPKM,5 / 5 ( 1votes )
Tags: