Penilaian SKL Jadi Titik Lemah Akreditasi Jatim

Sekretaris Dindik Jatim Sucipto memberikan sambutan dalam seminar tentang hasil akreditasi sekolah/madrasah di Jatim 2014, Rabu (29/10).

Sekretaris Dindik Jatim Sucipto memberikan sambutan dalam seminar tentang hasil akreditasi sekolah/madrasah di Jatim 2014, Rabu (29/10).

Dindik Jatim, Bhirawa
Pemerintah tampaknya harus bekerja lebih keras dalam mengupayakan pemenuhan delapan standar pendidikan di Jatim. Khususnya standar yang paling utama dari proses pendidikan, yakni Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Fakta mencatat SKL sekolah di Jatim masih sangat buruk.
Hal ini diketahui dari hasil laporan akreditasi Badan Akreditasi Provinsi Sekolah/Madrasah (BAPS/M) Jatim selama 2014 ini. Menurut Sekretaris BAPS/M Jatim Soeparno, dari proses akreditasi tahun ini rata-rata titik terlemahnya ialah dari sisi SKL. Sementara untuk tujuh standar lainnya, seperti standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarpras, standar pengelolaan, standar pembiayaan pendidikan dan standar penilaian pendidikan umumnya sudah baik.
Dijelaskan Soeparno dari jenjang SD/MI titik terlemah paling tinggi ada di SKL dan sarana prasarana (sarpras). Sedangkan yang tertinggi di standar pembiayaan. “Mungkin karena sudah dibiayai oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga pembiayaannya sudah tidak ada masalah,” tutur dia, Rabu (29/10).
Sedangkan untuk jenjang SMP, pemenuhan standar paling rendah juga di SKL, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sarpras. Sedangkan pemenuhan standar yang tertinggi adalah pembiayaan dan standar isi.
Sementara di tingkat SMA yang paling rendah ada di standar sarpras dan tertinggi ada di standar isi dan penilaian. Jenjang SMK yang paling rendah penilaiannya adalah SKL, tenaga pendidik dan kependidikan, serta pengelolaan. Nilai paling tinggi di pembiayaan. “Untuk PLB, paling rendah ada di sarpras, yang tertinggi di standar isi, penilaian, dan proses. PLB ini mulai dari SDLB, SMPLB, hingga SMALB,” tandasnya.
SKL itu sendiri, menurut Soeparno sangat penting karena menjadi faktor penentu keberhasilan peserta didik. Sikap, kecerdasan, pengetahuan, keimanan dan out come pendidikan lainnya itu diukur dalam SKL. “Kita menilai langsung dengan visitasi ke sekolah. Kita bisa melihat bagaimana lingkungan dan budaya di sekolah itu terbangun,” kata Soparno.
Lebih lanjut Mantan Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Surabaya ini mengatakan, tahun ini BAP S/M Jatim telah menuntaskan akreditasi sebanyak 3.537 lembaga. Akreditasi tersebut dilakukan untuk satuan pendidikan yang baru mengajukan akreditasi. Sementara sekolah yang akan melakukan reakreditasi masih menunggu kuota tahun berikutnya dari Kemendikbud.
Secara rinci, akreditasi dilakukan untuk 2.053 lembaga, SMP (477), SMA (146), SMK (259), dan Pendidikan Luar Biasa (PLB) sejumlah 50 lembaga. Sementara, dari kuota anggaran Kemenag diperuntukan bagi 412 lembaga MTs dan 160 MA di Jatim.
Meski SKL sekolah-sekolah di Jatim masih sangat buruk, Soeparno mengaku secara umum kualitas satuan pendidikan di Jatim sudah cukup bagus. Terbukti, dari 3.537 sekolah yang diakreditasi, hanya enam sekolah yang gagal akreditasi. Enam sekolah tersebut terdiri dari lima SD dan satu SMP. “Ini menunjukkan sekolah-sekolah di Jatim telah melaksanakan delapan standar pendidikan. Meskipun masih ada satu standar yang masih memerlukan pembenahan,” tutur dia.
Saat ini,lanjut dia, masih ada 6.515 sekolah yang belum terakreditasi. Sedangkan pada 2015 mendatang, sekolah-sekolah yang memerlukan reakreditasi mencapai 8.531 sekolah. “Kita memang butuh kuota akreditasi yang sangat besar. Karena itu, kita tidak bisa mengandalkan dari pemerintah pusat saja. Kami berharap kabupaten/kota juga ikut aktif dalam melaksanakan akreditasi mandiri,” tutur dia.
Sejauh ini, komitmen untuk percepatan akreditasi di Jatim baru ditunjukkan Dindik Jatim melalui pembiayaan operasional BAPS/M. Selain itu, Dindik Jatim juga telah membangunkan gedung untuk BAPS/M. “Kantor BAPS/M semacam ini menjadi satu-satunya kantor BAPS/M di Indonesia. Banyak BAPS/M di provinsi tidak punya kantor,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Dindik Jatim Sucipto menambahkan, kuota akreditasi untuk Jatim termasuk yang terbanyak bila dibandingkan provinsi lain. Menurutnya, kuota akreditasi nasional berjumlah 21.000 lembaga, sebanyak 3.537 di antaranya diperuntukkan ke Jatim. “Tapi kuota ini masih kurang jika dibandingkan dengan lembaga yang belum akreditasi maupun yang akreditasi ulang,” kata dia usai membuka acara seminar.
Mengatasi persoalan akreditasi di Jatim itu, lanjut Sucipto, Kemenag maupun Dispendik kabupaten/kota harus menjalankan Unit Pelaksana Akreditasi (UPA) di masing-masing daerah. Anggarannya bisa dialokasikan melalui APBD untuk akreditasi mandiri. [tam]

Tags: