Sekolah Terusik Ada Pelajaran Pacaran di Buku K-13

Wakil Kepala SMA Khadijah Surabaya Khoirul Muaddib menunjukkan buku pelajaran Penjaskes SMA kelas XI yang memuat topik seputar pacaran yang sehat, Senin (13/10).

Wakil Kepala SMA Khadijah Surabaya Khoirul Muaddib menunjukkan buku pelajaran Penjaskes SMA kelas XI yang memuat topik seputar pacaran yang sehat, Senin (13/10).

Surabaya, Bhirawa
Sekolah-sekolah terus menunjukkan kegelisahannya atas pelaksanaan Kurikulum 2013 (K-13). Banyak hal menjadi persoalan. Terbaru, pihak sekolah kembali diusik dengan materi pembelajaran yang mengarahkan peserta didik untuk berpacaran.
Meski dalam topiknya membahas seputar pacaran yang sehat, hal itu tetap saja ambigu. Sebab di sekolah, pacaran justru sangat tidak dianjurkan. Apalagi di sekolah-sekolah berlabel Islam yang menganggap itu dilarang.
Pelajaran yang memuat tip berpacaran sehat itu disampaikan dalam buku pelajaran Penjaskes bab 10 untuk siswa SMA kelas XI. Materi itu diselipkan dalam sub bab tentang bahaya seks bebas. Di dalamnya disebutkan empat poin gaya pacaran sehat, yaitu sehat fisik, sehat emosional, sehat sosial dan sehat seksual.
Hal ini benar-benar disesalkan Wakil Kepala SMA Khadijah Surabaya Khoirul Muaddib. Pria yang juga guru agama ini menyayangkan, karena secara tidak langsung telah mendidik anak untuk berpacaran. “Kami di sekolah tidak pernah mengenalkan secara langsung istilah pacaran. Tapi di buku ini malah dijelaskan bagaimana tentang pacaran yang sehat,” ujarnya, Senin (13/10).
Pria yang akrab disapa Addib ini menilai, dengan terbitnya buku edisi revisi K-13, seharusnya sudah melalui kajian dan ulasan dari banyak pihak. Terlebih lagi gambar ilustrasi yang dicantumkan dalam buku itu adalah dua orang muslim berlainan jenis. Seolah-olah pacaran yang sehat dibolehkan dalam ajaran agama Islam. Padahal, istilah pacaran dalam Islam itu tidak ada.
Meski kurang sepakat dengan konten buku itu, Addib berusaha mengambil jalan tengah. Dirinya berharap para guru yang mengajarkan materi ini bisa bijaksana. “Kalau isinya tentang larangan itu sudah benar, tapi pemahaman orang kebanyakan pacaran adalah hubungan antar lawan jenis, bercumbu, dan juga yaneg memiliki konotasi negatif,” urainya.
Lagipula, menurutnya pacaran masih belum layak diajarkan dan dikenalkan untuk anak remaja. Pertama menurut Addib adalah pacaran di usia sekolah menngganggu konsentrasi belajar. Kedua karena tidak sehat dan mencederai norma agama dan sosial. Karena itu dirinya berpesan pada guru yang menyampaikan materi tersebut agar berhati-hati. “Jangan sampai membuat anak salah pemahaman,” pungkasnya.
Dikonfirmasi terkait ini, Ketua Dewan Pendidikan Kota Surabaya Martadi menuturkan, persoalan ini masih perlu ada kajian, terutama tentang substansi materi tersebut. Namun yang lebih penting menurutnya, ialah bagaimana guru mampu menyampaikan materi itu dengan bijaksana. Sehingga tidak membuat salah tafsir pada siswa. Tapi, untuk memasukkan masalah pacaran pada siswa menurut pria yang juga dosen Unesa itu adalah hal yang lumrah. Sebab anak didik khususnya remaja pasti akan melampaui masa-masa puber yang membuatnya tertarik dengan lawan jenis.
“Kalau kesannya seolah-olah mengajari  dan mengajak remaja untuk berpacaran ya itu salah. Tapi remaja sekarang kalau tidak diberi batasan, bisa bahaya. Ya, anggap saja seperti sex education, ini juga untuk edukasi,” terangnya. Dia meminta agar persoalan ini tidak diperbesarkan.
Martadi juga masih belum bisa memastikan apakah akan menganjurkan Dindik Surabaya dan Jatim untuk menarik buku dari sekolah. Tetapi buku yang sudah disebarkan ke sekolah ini masih bisa disiasati dengan selain menarik buku. Yang pertama dari segi guru dan yang kedua dari sisi siswa.  “Hanya soal tahu konteks saat mengajar saja,” pungkasnya. [tam]

Tags: