SLVK Persulit UKM Ekpsor Kayu Olahan

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Surabaya, Bhirawa
Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat ini akan terancam kehilangan pasar ekspor, karena mereka diwajibkan memiliki Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SLVK) mebel dan furniture khusus UKM diterapkan per 1 Januari 2015.
Nur Cahyadi, Chairman Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (AMKRI) Jatim mengutarakan saat ini ada 3.000 usaha yang bergerak di bidang industri pengolahan kayu di Jatim, dengan jumlah tersebut, 20% merupakan yang memiliki industri besar.
“Setiap perusahaan besar, sejak tahun kemarin diwajibkan sudah memiliki SLVK sebagai syarat dalam melakukan ekspor. Tapi untuk tahun depan, syarat tersebut mulai diberlakukan untuk UKM,” ujarnya Senin (22/9) kemarin.
Ia melanjutkan, dari pengamatan yang saat ini masih dilakukan, banyak UKM yang kesulitan untuk memenuhi aturan itu. AMKRI telah memetakan, bahwa potensi kehilangan pasarnya secara nasional US$1 milar.
“Hilangnya pendapatan tersebut, karena SLVK telah menjadi standar utama ekspor meskipun tidak semua negara menganut syarat tersebut. Syarat legalitas kayu selama ini hanya digunakan untuk masuk pasar uni Eropa,” tegasnya.
Sedangkan untuk negara seperti Australia, tidak mewajibkan menggunakan sertifikat asal bahan mebel dan furniture. Sedangkan bila tanpa surat keterangan, bahan yang diolah legal izin ekspor tidak keluar. “Dahulu, Uni Eropa melakukan pemeriksaan sendiri terhadap legalitas kayu, tapi kini diambil alih pemerintah dan seperti ini,” katanya.
Ekspor produk turunan kayu nonpulp dan kertas nasional pada 2013 US$1,85 miliar. Dari jumlah tersebut Jatim berkontribusi US$1,2 miliar. Sedangkan sampai semester I/2014 ekspor produk olahan kayu dari Jatim US$800 juta.
Bila pasar ekspor tergerus, Nur menilai UKM bisa saja mengalihkan ke pasar domestik. Namun demikian, daya serap pasar dalam negeri tentu terbatas, termasuk daya belinya. “Pasar dalam negeri hanya 30% dari total nilai ekspor, karenanya mengapa luar negeri tetap menjadi tujuan karena ada daya beli,” tegasnya.
Penangguhan pemberlakukan SVLK bagi UKM tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 81/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 64/2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Semula SVLK berlaku per 1 Januari 2014 namun akhirnya ditunda setahun khusus bagi UKM yang memasarkan produk tidak ke Uni Eropa. Usaha termasuk UKM bila bermodalkan Rp100 juta hingga Rp500 juta. [wil]

Rate this article!
Tags: