Tahun Baru Budaya

foto ilustrasi

Pemerintah telah menggeser hari libur nasional keagamaan perayaan Tahun Baru 1443 Hijriyah. Semula tanggal merah hari libur pada Selasa (10 Agustus) digeser sehari. Sehingga hari Senin, 9 Agustus 2021, bukan hari “terjepit” yang biasa difavoritkan sebagai hari cuti bersama. Namun Tahun Baru Hijriyah, sekaligus tahun baru budaya Nusantara, tetap pada 10 Agustus. Beberapa keraton kerajaan Nusantara juga tidak menyelenggarakan acara grebek Syuro.

Mayoritas suku-suku (dan kerajaan) di Indonesia merayakan pesta adat, grebek Syuro. Bukan hanya di pulau Jawa, melainkan juga di seluruh pulau Sumatera, Kalimantan, Ternate (Maluku Utara), Lombok, serta di Sulawesi. Umumnya, grebek Syura merupakan pengungkapan rasa syukur kepada Allah. Sekaligus memohon keberkahan pada tahun (baru) yang akan dijalani. Maka selain pesta, biasanya juga disertai doa, serta ajang muhasabah (mawas diri).

Berbagai pusaka kerajaan yang berupa senjata tajam milik pejabat kerajaan (keris, tombak, panah, mandau, dan sejenisnya) disucikan. Termasuk juga dilakukan pencucian mahkota raja, serta kostum adat lainnya. Di Yogyakarta, grebek Sura, juga disertai adat mubeng beteng oleh seluruh abdi dalem. Yakni berjalan sejauh 4 kilometer mengelilingi kompleks keraton, dengan khidmat tanpa bersuara. Itu simbol kesetiaan abdi dalem terhadap raja yang dimuliakan.

Di Ternate, grebek Syura, dijadikan sebagai waktu untuk memotong rambut mahkota raja. Selain bertabur mani-manik permata dan batu mulia, mahkota raja Ternate juga dilengkapi rambut asli. Uniknya, rambut di mahkota terus tumbuh. Sehingga harus dipotong, sekali setahun pada awal bulan Syura. Setelah itu, raja Ternate menjamu rakyat dengan memakai mahkota yang telah rapi, gemerlap permata.

Di keraton Surakarta, grebek Syura menjadi puncak ke-wisata-an, biasa diikuti puluhan ribu wisatawan, termasuk dari manca negara. Menjadi even terpopuler dalam kalender kunjungan wisata. Iring-iringan kebo bule (kerbau putih), keturunan (kerbau milik keraton, bernama kyai Slamet) lazimnya digelar di Solo, Jawa Tengah. Arak-arakan menandakan dimulainya awal kalender awal tahun Jawa. Biasa pula diikuti wisatawan dengan kostum pakaian Jawa.

Kebo bule, hadiah dari bupati Ponorogo, merupakan hewan kesayangan raja Pakubuwono II. Dinamakan kyai Slamet, karena digunakan sebagai kavaleri pengangkut pusaka bernama kyai Slamet. Sesuai adat Jawa, seluruh barang berharga milik kerajaan diberi nama dengan sebutan kyai. Kerbau kyai Slamet dulu, juga memandu raja untuk mencari lahan dalam rangka pemindahan keraton. Itu mencontoh peristiwa Kanjeng Nabi Muhammad SAW mencari lokasi untuk pembangunan masjid Nabawi di Madinah, dipercayakan kepada onta Nabi SAW.

Tetapi awal bulan Syura menandai tahun baru budaya adat saat ini (tahun 1955) sekaligus tahun baru Islam 1443 hijriyah), tidak diselenggarakan. Perayaan yang disebut dengan grebek Syura, hanya diselenggarakan untuk kalangan internal keraton Surakarta. Tanpa melibatkan masyarakat, karena kawasan “Solo Raya,” masih melaksanakan PPKM level 4. Hal yang sama juga dilaksanakan di keraton Yogyakarta Hadiningrat.

Perayaan Syuro, memang adat bersendi syara’. Tradisi yang diperingati dengan beragam cara di berbagai tempat. Pada suku Jawa dan Sunda misalnya, dilakukan kungkum (berendam) di sungai besar, danau atau sumber mata air tertentu. Sembari mandi kembang. Selain itu juga dilakukan tirakatan (tidak tidur semalam suntuk) dengan perenungan diri sambil berdoa.

Pengaruh besar Sultan Agung digunakan untuk berdakwah memperluas syiar Islam. Diantaranya memadukan kalender Hijriyah dengan kalender Saka. Maka grebek Syura, seyogianya menjadi inspirasi. Bahwa antara adat budaya dengan syariat agama seharusnya saling mendukung, masing-masing memiliki ranah dalam kehidupan sosial.

——— 000 ———

Rate this article!
Tahun Baru Budaya,5 / 5 ( 1votes )
Tags: