Tertutup Pandemi Covid-19, Lautan Pasir di Gunung Bromo Kini Bersalju

Laut pasir G Bromokini bersalju nan indah.[wiwit agus pribadi/bhirawa]

Probolinggo, Bhirawa
Seperti pertengahan tahun 2019 lalu, fenomena alam berupa embun beku (frozen dew) Agustus tahun 2020 ini kembali terjadi di kawasan Laut Pasir (Kaldera) Gunung Bromo sejak beberapa hari lalu. Disayangkan keindahan alam tersebut tanpa disaksikan wisatawan akibat pandemi Covid-19. Namun Bupati Tantri suah menyetujui untuk membuka kembali wisata Gunung Bromo.

“Seperti tahun lalu, Kaldera Gunung Bromo mirip hamparan salju di Eropa, hanya saja tidak ada wisatawan yang datang karena wisata Bromo masih ditutup karena Covid-19,” ujar Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Probolinggo, Digdoyo P. Djamaludin, Rabu (5/8) malam.

Yoyok, panggilan akrab Digdoyo P. Djamaludin menambahkan, pelaku wisata di kawasan Gunung Bromo “tiarap” sejak sekitar lima bulan lalu. Dimulai pemberlakukan program Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Car Free Month (CFM), 23 Januari-25 Februari 2020.

CFM atau Bromo Bebas Ranmor mengakibatkan tingkat kunjungan wisatawan anjlok selama sebulan. “Disambung Hari Raya Nyepi, kemudian diteruskan pandemi Covid-19 hingga sekarang, terhitung sekitar lima bulan pelaku wisata istirahat panjang,” katanya.

Kembali ke fenomena “salju” di Bromo, Yoyok mengatakan akibat cuaca dingin yang terjadi sejak Kamis lalu, 23 Juli 2020. “Sejak Kamis lalu, mulai pukul 22.00 udara sangat dingin antara 2-4 derajat Celcius. Bahkan pada pukul 03.00-04.00 sampai minus 2 derajat Celcius,” katanya.

Embun beku yang di kalangan warga Tengger di sebut “mbun upas” itu mencair pada sekitar pukul 07.00. “Sekarang kalau siang, sinar matahari terasa terik, sehingga pada pukul 07.00 embun beku sudah mulai mencair. Sebaliknya kalau malam, dinginnya luar biasa,” kata Yoyok.

Selain berupa hamparan “salju”, embun beku juga menempel di dedaunan, bentuknya mirip kristal-kristal putih. Sebagian remaja di Bromo mengabadikan (memotret) kristal embun di dedaunan dan di Kaldera Bromo.

Pemilik Hotel Yoschi di Desa Wonokerto, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo menambahkan, cuaca dingin itu membuat warga di lereng Gunung Bromo ramai-ramai mencari kayu bakar dan arang untuk membuat perapian.

“Sejak beberapa hari ini kayu bakar dan arang laring manis diburu warga untuk ‘gegenen’, menghangatkan badan,” tutur Yoyok.

Hal senada diungkapkan Supoyo, sesepuh Tengger sekaligus angguta DPRD di Kabupaten Probolinggo.

“Memang akhir Juli hingga Agustus kemarau panjang, cuaca sangat dingin di Bromo,” katanya.

Warga Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura itu mengatakan, pada puncak musim dingin, warga Tengger biasa membuat perapian setiap hari terutama di malam hari. Hal itu untuk menepis hawa dingin sekaligus sebagai wahana ngobrol bersama mengelilingi pagenen.

“Setiap malam, tungku atau pagenen biasa dikerubuti anggota keluarga, juga kerabat lain. Ngobrol bersama sambil ngopi bareng,” tandasnya.

Disinggung kapan objek wisata Gunung Bromo dibuka sehingga wisatawan bisa menyaksikan “salju” di Bromo, Supoyo mengatakan, agar wisatawan bersabar. “Gunung Bromo, bahkan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru belum dibuka, tunggu saja, masih dipersiapkan pihak Taman Nasional dan empat kabupaten di sekitarnya,” ungkapnya.

Sedang heboh fenomena hujan salju di Gunung Bromo. Berikut penjelasan dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Terkait isu hujan saju yang terjadi disekitar Gunung Bromo, di Kabupaten Probolinggo Jawa Timur, pada awal musim kemarau tahun ini, ternyata itu bukan hujan salju melainkan frost (embun beku) yang di sebabkan suhu yang terlalu dingin. Hal ini diungkapkan Fariana Prabandari, Kabid wilayah 1 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Rabu 5/8 malam.

Fariana menjelaskan, memang terjadinya frost itu setiap awal dimusim kemarau tiba. Dan itu tidak hanya terjadi di lautan pasir atau caldera Bromo saja, melainkan juga terjadi di perhutanan di sekitar Bromo, seperti di pepohonan.

“frost itu memang menempel di pasir dan di pepohonan. Frost itu, bisa menyerang tanaman seperti sayuran milik warga. Ada tanaman dan pohon bisa bertahan akibat frose, ada juga yang tidak bisa bertahan, seperti sayuran dan pohon yang daunnya lebar, itu tidak bisa bertahan terhadap frost. Yang bisa bertahan adalah pohon cemara dan pohon yang memiliki daun jarum dan daun kecil,” jelas Fariana.

Frost, lanjut Fariana memang sangat unik dan indah jika dilihat, bahkan ketika frose itu uncul, memang memikat wistawan di bromo, karena mirip atau menyerupai salju. Frost bisa muncul ketika suhu mencapai sekitar minus 10 derajat Celcius ke atas.

“Dengan suhu minus 10 derajat ke atas bisa menimbulkan frost. Dan itu akan terjadi di daerah ketinggian yang mencapai 2.000 mdpl dari permukaan laut. Jadi frost itu, menyebar tergantung dari suhunya. Di Bromo suhunya sangat dingin, jadi wajar jika di lautan pasir itu muncul fenomena frost yang munculnya tidak bisa diprediksi,”tandasnya.

Sementara menurut warga di sekitar Gunung Bromo, Supiya, ia mengaku memang sering kali terjadinya fenomena yang mirip dengan salju, tapi itu bukan salju. Supiya membenarkan juga, jika kemunculan yang disebut salju itu ketika awal musim kemarau tiba, karena suhunya di Bromo sangat dingin sekali.

“Memang banyak yang penasaran dan melihat fenomena itu di lautan pasir, wisatawan yang berkunjung menikmati dinginnya Bromo dan melihat fenomena tahunan yang mirip salju itu. Dan itu jika menempel ke tanaman bisa mati, karena tanaman disini banyak yang tak tahan suhu dingin,” ujar Supiya, kepada Bhirawa.

Bupati Probolinggo Hj. P. Tantriana Sari memberikan rekomendasi untuk reaktivasi wisata Gunung Bromo. Rekomendasi itu telah diserahkan ke Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) untuk dilanjutkan ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH),” terangnya.

Humas BBTNBTS Sjarif Sajabu membenarkan adanya surat rekomendasi dari Bupati Probolinggo untuk reaktivasi wisata Bromo Tengger Semeru (BTS). Rekomendasi itu selanjutkan diserahkan ke Kementerian untuk jadi pertimbangan dalam pembukaan wisata BTS, tambahnya. [wap]

Tags: