Wali Kota Pasuruan Non Aktif Dituntut 6 Tahun Penjara

Terdakwa Wali Kota Nonaktif Pasuruan, Setiyono seusai menjalani sidang dakwaan kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, Senin (25/2/2019). Setiyono beserta pelaksana harian Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Pasuruan, Dwi Fitri Nurcahyo dan Staf kelurahan Purutrejo, Wahyu Tri Hardianto menjadi terdakwa terkait kasus menerima suap sebesar Rp2,967 miliar untuk memenangkan lelang proyek-proyek pekerjaan di Pemerintah Kota Pasuruan Tahun Anggaran 2016, 2017 dan 2018. ANTARA FOTO/Umarul Faruq/foc.

Surabaya, Bhirawa
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono dengan pidana enam tahun penjara. Tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Senin (15,4) ini terkait dugaan kasus suap proyek Pusat Layanan Terpadu Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUKM) Pemkot Pasuruan.
Tak hanya Setiyono, Jaksa dari KPK juga menuntut Plh Kadis PU Kota Pasuruan Dwi Fitri dengan tuntutan lima tahun penjara dan Tenaga Honorer di Kelurahan Purutrejo Kota Pasuruan Wahyu Trihadianto dituntut empat tahun penjara.
Sidang yang diketuai Majelis Hakim I Wayan Sosiawan ini mengagendakan pembacaan tuntutan oleh JPU dari KPK. Jaksa dari KPK Tafiq Ibnugroho mengatakan, ketiga terdakwa di jerat Pasal 12 B Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Menuntut terdakwa Setiyono dengan enam tahun pidana penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 6 (enam) bulan kurungan,” kata Jaksa Tafiq Ibnugroho dalam surat tuntutannya.
Selain tuntutan badan, jaksa mewajibkan terdakwa untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp 2,26 miliar. Jika tidak membayarkan uang pengganti tersebut, maka jaksa berhak menyita harta benda milik terdakwa sesuai dengan besarnya uang pengganti tersebut.
“Jika uang sitaan tersebut kurang dari besarnya uang pengganti, maka terdakwa menjalani hukuman pidana satu tahun penjara,” jelasnya.
Sementara terdakwa Dwi Fitri dituntut dengan lima tahun penjara, dan denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu Wahyu Trihadianto juga dituntut dengan empat tahun tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan penjara.
“Terdakwa Dwi Fitri wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 80 juta, jika tidak dapat membayar uang pengganti selama satu bulan, terdakwa dijerat hukuman pidana selama enam bulan penjara,” tegas Jaksa Tafiq.
Dengan tuntutan itu, Ketua Majelis Hakim akan melanjutkan sidang tersebut pada Senin (23/4) dengan agenda pledoi (pembelaan terhadap tuntutan). Usai sidang, JPU dari KPK, Tafiq Ibnugroho mengatakan jika Wahyu Trihadianto tidak dikenakan uang pengganti.
“Terdakwa Wahyu Trihadianto sudah membayar uang pengganti tersebut,” ucapnya.
Kuasa hukum terdakwa Setiyono, Ali Ismail mengaku keberatan dengan tuntutan jaksa yang menuntut kliennya itu cukup berat. Dengan tuntutan yang berat itu maka dirinya akan memasukkan beberapa hal di pledoi.
“Ada beberapa hal yang menjadi keberatan yang akan kami tuangkan di pledoi,” paparnya.
Kasus yang menjerat Setiyono, Dwi Fitri dan Wahyu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Setiyono diduga menerima suap terkait proyek pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan, yaitu proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM).
KPK menduga Setiyono menggunakan tangan Dwi Fitri selaku Plh Kadis PU Kota Pasuruan dan Wahyu untuk menerima uang dari seorang pihak swasta sebagai pemberi suap atas nama Muhamad Baqir. Ke empatnya pun ditetapkan KPK sebagai tersangka. Untuk proyek itu, Setiyono diduga mendapatkan jatah 10 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 2.210.266.000. Selain itu, ada permintaan 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. [bed]

Tags: