Bebas “Zona Merah”

foto ilustrasi

Bagai berhasil lolos dari himpitan sabotase, Jawa Timur sudah bebas daerah zona merah. Sebanyak 28 kabupaten dan kota masuk “zona oranye,” dengan tingkat pewabahan risiko sedang. Tak terkecuali kota Surabaya “zona merah” dengan kasus CoViD-19 paling banyak (hampir 15 ribu orang) di Jawa Timur. Operasi yustisi yang digelar pemerintah kabupaten dan kota membuahkan hasil positif.

Operasi yustisi digelar (sejak pertengahan September) hampir di 75 ribu titik lokasi. Lebih sejuta warga Jawa Timur terjaring penegakan hukum disiplin Prokes. Pelanggaran ringan (menggunakan secara salah) hanya ditegur. Sekitar 18 ribu warga memperoleh sanksi tegas berupa kerja sosial. Juga ada yang memilih membayar denda, sebanyak 5.745 orang (nilai denda Rp 319,4 juta).

Razia dilaksanakan Satpol Pamong Praja didukung personel TNI dan Polri. Seluruh daerah kabupaten dan kota menggencarkan penegakan hukum Prokes serentak. Terutama setelah terbit Inpres Nomor 6 tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan penegakan Hukum Protokol Kesehatan Dalam Pencegahan dan Pengendalian CoViD-19.

Terdapat hasil lain yang lebih positif. Yakni, masyarakat semakin mentaati protokol kesehatan (Prokes), dan tingkat penularan virus corona menurun. Sejak pekan kedua bulan Oktober, Jawa Timur mengawali status “terkendali” penularan wabah pandemi CoViD-19. Rate of Transmission (RoT, tingkat penularan) di bawah angka 1, selama 14 hari. Begitu pula angka positivity rate (tingkat ke-positif-an hasil swab, dan rapid test) menurun pada angka 10%.

Ke-darurat-an CoViD-19 belum tuntas benar. Karena zona oranye, bukan keadaan yang baik. Masih banyak zona oranye, dan zona kuning, yang harus memperoleh perhatian penanganan intensif pewabahan. Maka penggunaan masker secara benar, mencuci tangah, dan menjaga jarak antar-orang, masih harus berlanjut. Pemerintah (dan daerah) masih berkewajiban melanjutkan upaya kesehatan penanganan CoViD-19, uji swab, dan penelusuran kluster. Termasuk tren baru kluster unjukrasa.

“Buah” disiplin masyarakat melaksanakan Prokes, terbukti efektif menurunkan tingkat pewabahan. Mengurangi jumlah kasus positif CoViD-19 per-hari. Patut di-intensif-kan. Terutama pada empat daerah zona merah utama. Yakni, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, dan Kota Malang. Ke-terkendali-an masih harus dilanjutkan melalui PSBM (Pembatasan Sosial Berskala Mikro). “Lockdown” tingkat RT (Rukun Tetangga, di kampung). Serta PSBM di titik lokasi khusus (penjara, kantor, dan pabrik).

Satgas Penanganan CoViD-19 merilis Jawa Timur bebas zona merah pada pekan kedua Oktober. Terdapat 15 indikator, dengan lima faktor utama. Yakni, penambahan kasus, angka kematian, positivity rate (berdasar uji swab), rate of transmission (tingkat penularan), dan bed occupation rate (BOR, tingkat hunian pasien CoViD-19 di rumah sakit). Pada indikator BOR, Jawa Timur hanya 39,19%. Jauh di bawah standxar WHO (60%). Sudah banyak tempat tidur kosong ditinggalkan pasien yang sudah sembuh.

Tingkat kesembuhan juga meningkat, tertinggi di Indonesia. Bahkan pada “zona merah,” Surabaya misalnya, tingkat kesembuhan sebesar 84,12%. Selama ini Jawa Timur menjadi propinsi kedua dalam kasus positif CoViD-19, setelah Jakarta. Maka kampanye, dan penegakan hukum prokes masih perlu digencarkan. Terutama pada daerah pinggiran dan kawasan pedesaan. Lepas zona merah, bukan berarti bebas dari pewabahan. Karena masih terdapat tambahan sebanyak 300-an kasus per-hari.

Pemerintah wajib mencegah CoViD-19 memasuki kawasan sentra produksi pangan (di pedesaan). Namun penegakan hukum Prokes di pedesaan harus tanpa ke-gaduh-an sosial. Karena sebenarnya di pedesaan memiliki “imun alamiah” mencegah CoViD-19. Antara lain, sangat jarang aktifitas keramaian, dan tidak terdapat pusat perbelanjaan. Bekerja di ladang sudah menjamin physical distancing.

——— 000 ———

Rate this article!
Bebas “Zona Merah”,5 / 5 ( 1votes )
Tags: