Berkunjung ke Desa Penghasil Kerajinan Anyaman Pandan di Kabuh Jombang

Kerajinan anyaman pandan dari Desa Munungkerep, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang. [Arif Yulianto]

Muncul Produk-produk Kreasi Baru, Bakal Tampil di Kios Resmi Sirkuit Mandalika NTB
Kabupaten Jombang, Bhirawa
Desa Munungkerep, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang dikenal sebagai desa penghasil kerajinan anyaman pandan seperti tas, tikar, hingga bantal anyaman Pandan. Seperti yang ada di RT 03 RW 07, Dusun Karanggebang, Desa Munungkerep. Hampir seluruh rumah di lingkungan ini memproduksi anyaman Pandan.
Salah satunya yakni seperti yang ditekuni sasangan suami-istri (pasutri) Sani dan Sonto. Mereka terlihat sibuk membersihkan pandan yang baru dipetik dari belakang rumah. “Ini dibersihkan durinya, biar bisa dibentuk,” tutur Sonto, saat ditemui Bhirawa, Sabtu (5/3) lalu.
Setelah pandan dibersihkan dari duri, Sani kemudian memotong lembaran pandan besar menjadi lebih kecil. Setelah itu, pandan dijemur hingga layu. “Kalau sudah layu, baru bisa dianyam jadi lembaran, kemudian dijemur lagi,” ungkapnya.
Di desa ini, anyaman pandan tidak dijual dalam bentuk tikar saja. Warga mulai mengembangkan warisan nenek moyang. Samini misalnya, warga Desa Munungkerep ini membuat anyaman dengan bentuk menyerupai kantong, tidak berbentuk lembaran besar seperti tikar pada umumnya. “Ini dibuat untuk tas,” ujar Samini.
Dari anyaman berbentuk kantong kotak itu, Sarmini melipat dan menjahitnya pada bagian samping. Untuk mempercantiknya, tas diberi pegangan yang terbuat dari bahan alami dari pelepah Pisang yang dikeringkan.
Lain halnya dengan Suwarti. Ia memotong panjang lembaran tikar Pandan menjadi beberapa bagian. Setelah itu, potongan tikar ditempel di beberapa media kertas aneka bentuk. “Ini untuk kotak hantaran, jadinya bisa lebih banyak,” ujarnya.
Beda lagi dengan Yuliani yang memilih membuat kreasi lain. Lembaran tikar yang sudah dianyam tak langsung dijual. Yuliani membentuknya menjadi bantal unik dengan cara memotong empat bagian tikar lalu dilipat dan dijahit. Seluruh proses ini dilakukan dengan tangan. “Nanti diisi dakron untuk isinya. Biasanya satu lembar tikar bisa jadi sampai empat bantal,” terangnya.
Sejak dua tahun terakhir warga Desa Munungkerep, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang mulai mengkreasikan anyaman pandan. Membuat anyaman pandan sudah dilakukan warga setempat sejak puluhan tahun lalu “Dulu cuma jadi tikar saja, sekarang ada yang jadi sandal, tas, kotak hantaran dan bantal seperti saya,” tutur Yuliani.
Dengan cara seperti itu, tikar pandan olahan warga Munungkerep bernilai jual lebih tinggi. Biasanya, satu tikar dijual Rp15 Ribu. Dalam bentuk lain, harganya bisa lebih tinggi. “Kalau sudah jadi bantal bisa laku Rp25 Ribu per biji,” ucapnya.
Untuk pemasarannya, hasil anyaman bambu warga dikumpulkan di satu pengepul untuk dijual bersama dengan sistem online. “Ada yang mengkoordinir, nanti dijual bersama, tapi untungnya buat warga,” ujarnya.
Berubahnya pola produksi kerajinan berbahan baku pandan warga Dusun Karanggebang, Desa Munungkerep tak lepas dari upaya pemuda setempat bernama Nurhadi. Pemuda ini, dua tahun terakhir aktif membantu pemasaran kerajinan anyaman pandan warga, terlebih setelah harga tikar pandan yang sempat ‘jeblok’ di awal pandemi lalu.
“Sudah dua tahun terakhir, waktu awal pandemi Covid-19, harga tikar pandan hancur, dan warga sulit menjual hasil produksinya,” ungkapnya.
Saat awal pandemi, Nurhadi menyebutkan, tikar pandan dua lapis yang biasanya seharga Rp50 ribu sampai Rp55 ribu, harganya anjlok menjadi Rp35 ribu. “Itupun sangat sulit pasarnya karena permintaan yang biasanya setiap hari ada, jadi berkurang jauh,” kata dia.
Kondisi tersebut membuat Nurhadi tergerak dan mencoba bekerjasama dengan tetangganya untuk memproduksi tikar pandan jadi kerajinan tangan lain. “Awalnya dikreasikan jadi sandal hotel. Kemudian ada ide baru untuk tas, terus kotak hantaran sampai yang terakhir bantal ini,” beber Nurhadi.
Setelahnya, Nurhadi bertugas memasarkan hasil produksi warga. Sementara, warga bertugas memproduksi benda-benda kerajinan. “Rata-rata dijual via online, lewat marketplace,” ungkap Nurhadi yang juga merupakan salah satu guru di SMKN Kabuh tersebut.
Nurhadi tak mematok dengan harga mahal untuk produk buatan warga itu. Ia memasarkannya mulai harga Rp7 ribu hingga Rp25 ribu. “Tas untuk hajatan yang paling murah, kalau yang Rp25 ribu itu bantal,” ucap Nurhadi.
Dengan bentuk kerajinan yang lebih menarik, pasar kerajinan Pandan dari Desa Munungkerep ini meningkat drastis. Jumlah warga yang ikut memproduksi kerajinan juga bertambah. Bahkan, di bulan lalu, Nurhadi mengaku mampu mengajak hingga 100 warga memproduksi masal tas dari anyaman Pandan.
“Kalau hariannya ada sekitar 8 hingga 10 orang yang produksi sama saya. Kemarin itu pas ada pesanan 5000 tas, ya sampai 100 warga yang terdampak,” kata Nurhadi lagi.
Karena dipasarkan melalui online, jangkauannya pun makin luas. Selain mampu melayani pesanan dari beberapa daerah tetangga di sekitar Jombang seperti Malang dan Sidoarjo, produk warga Dusun Karanggebang, Desa Munungkerep ini juga digunakan di beberapa hotel di Surabaya. “Ada yang sudah sampai luar pulau, seperti Kalimantan, Papua juga. Yang terbaru produk kita akan tampil di salah satu kios resmi di sirkuit Mandalika NTB,” tutupnya. [Arif Yulianto]

Tags: