Besok Nyoblos Pilkada

Coblosan Pilkada (Pemilihan umum kepala daerah) serentak tahun 2020, dilaksanakan besok. Wajib dengan mematuhi protokol kesehatan (Prokes) ketat, bagai “harga mati.” Mulai pemilih datang di TPS (Tempat Pemungutan Suara), sampai usai penghitungan suara. Setiap orang yang terlibat proses pilkada, pemilih, penyelenggara pilkada, dan saksi wajib mematuhi Prokes. Sarana Prokes telah disediakan di TPS. Juga disediakan sarana coblosan khusus area isolasi CoViD-19, dan di rumahsakit.

Pilkada serentak (keempat) tahun 2020, akan diikuti 270 daerah. Termasuk pemilihan Walikota Surabaya, Semarang, Walikota Solo, dan Bandung. Juga pemilihan gubernur di 9 propinsi, yakni 4 gubernur di kawasan Sumatera, 3 di Kalimantan, dan 2 di Sulawesi. Semula, pilkada akan digelar pada 23 September. Namun diundur pada 9 Desember 2020. Menyesuaikan dengan tingkat pewabahan CoViD-19.

Peraturan KPU Nomor 6 tahun 2020 mewajibkan penggunaan sarana Prokes secara ketat. Pada pasal 5, dirinci 12 prosedur Prokes yang wajib dipatuhi seluruh personel penyelenggara Pilkada. Mulai Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat hingga KPPS (Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara) di TPS. KPU telah menerima tambahan anggaran sebesar Rp 4,29 trilyun. Diantaranya untuk belanja APD (Alat Pelindung Diri), kelengkapan Prokes.

Secara keseluruhan pilkada yang akan diselenggarakan 270 daerah pada akhir tahun ini membutuhkan biaya lebih dari Rp 14 triliun. Sekitar Rp 9,9 trilyun diperoleh dari NHPD (Naskah Hibah Pemerinth Daerah) yang menyelenggarakan Pilkada. Diambil dari APBD propinsi serta kabupaten dan kota. Sisanya (Rp 4 trilyun lebih) disokong dari APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sokongan APBN digunakan sebagai dana operasional khusus perlengkapan pencegahan CoViD-19.

Berdasar sigi Satgas Penanganan CoViD-19 (pusat), terdapat 21 kabupaten dan kota memiliki risiko tinggi pewabahan (zona merah). Yakni, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Terutama pada kawasan ibukota propinsi (Bandung, Semarang, dan Surabaya), yang juga menggelar Pilkada memilih Walikota. Sebanyak 67 kabupaten dan kota berisiko rendah (zona kuning). Serta hanya 4 kabupaten dan kota yang tidak terdampak (zona hijau).

Maka prokes menjadi “harga mati” yang harus dilaksanakan secara ketat pada keramaian Pilkada. Seluruh komisioner KPU propinsi, KPUD Kabupaten dan Kota, beserta seluruh staf dan karyawan, juga wajib menggunakan APD yang memadai. Begitu pula seluruh jajara Pengawas Pemilu juga wajib. Sedangkan APD saksi wajib disediakan oleh masing-masing tim sukses calon kepala daerah. Termasuk dikenakan pada saat kampanye pertemuan terbuka yang melibatkan pendukung.

Keramaian paling miris diperkirakan terjadi pada kampanye tatap muka. Karena masih diizinkan berdasar UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati,dan Walikota. Pasal 65, merinci tujuh jenis kampanye, termasuk pertemuan tatap muka dan dialog, serta debat terbuka antar pasangan calon yang difasilitasi KPUD. Namun Pilkada pada masa wabah pandemi juga wajib menyesuaikan dengan UU Nomor 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pilkada merupakan amanat konstitusi. UUD pada pasal 18 ayat (4), menyatakan, “Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah propinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.” Tetapi bukan sembarang penyelenggaraan pesta demokrasi. UUD pasal 22E ayat (1), mengamanatkan pemilu diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Terdapat frasa kata “jujur dan adil,” sebagai protokol pelaksanaan pemilu.

Ironisnya, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) menemukan banyak kalangan elit masih suka menjadikan Bansos (bantuan sosial) sebagai kampanye politik. Termasuk Bansos yang bersumber dari APBN dan APBD.

——— 000 ———

Rate this article!
Besok Nyoblos Pilkada,5 / 5 ( 1votes )
Tags: