Dianggap Teledor Wali Kota Kumpulkan Kepala SKPD

Wali-kota-risma

Wali-kota-risma

Pemkot Surabaya, Bhirawa
Dianggap teledor sehingga kecolongan dengan dibongkarnya bangunan cagar budaya di jalan Mawar no.10 Wali Kota pekan kemarin mengumpulkan para kepala SKPD di ruang kerjanya.
Marahnya Wali Kota Surabaya bukan tanpa sebab, itu dikarenakan kinerja bawahan yang dianggap lalai dan teledor dalam menjaga dan mengawasi bangunan cagar budaya yang jelas-jelas dilindungi.
Hal tersebut diungkapkan oleh salah satu Kepala SKPD Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya yang tidak mau disebutkan jati dirinya. ”Kita semua dimarahi oleh bu Wali, seluruh kepala dinas dan bagian dikumpulkan untuk dimarahi, telingaku sampek panas mendengarnya,” terangnya Jum’at (13/4) kemarin.
Menurutnya Wali Kota merasa kecolongan dengan dibongkarnya bangunan cagar budaya bekas gedung radio Bung Tomo yang berada di jalan Mawar No 10 Surabaya oleh pihak Jayanata.
”Hal itu berdampak pada pemanggilan seluruh Kepala SKPD Pemkot Surabaya  oleh Walikota Surabaya, di ruang kerjanya,” tambahnya. Terkait hal tersebut Wali Kota Risma marah-marah kepada bawahannya yang dianggap tidak beres dalam bekerja sehingga menyebabkan hilangnya salah satu bangunan Cagar Budaya yang selama ini ramai di publikasikan di media massa.
Selain Wali Kota yang telah mengumpulkan seluruh jajaran SKPD, tak ketinggalan Komisi D Bidang Kesra DPRD Surabaya juga akan memanggil SKPD terkait agar kasus dibongkarnya bangunan cagar budaya tidak terjadi lagi di Surabaya.
Beberapa pihak yang diundang adalah Dinas kebudayaan dan Pariwisata, Tim Cagar Budaya, Pemerhati dan  pihak terkait lainnya.
“Ini guna membahas pemeliharaan bangunan Cagar Budaya di kota Surabaya. Kalau dibiarkan maka bangunan cagar budaya tersebut akan dibongkar seenaknya oleh pemiliknya,” kata Ketua Komisi D, Agustin Poliana, Jumat (13/4) kemarin.
Pengawasan dari Pemkot Surabaya selama ini memang dinilai Agustin cukup lemah. Pemkot tak bisa intervensi terlalu jauh untuk melindungi bangunan cagar budaya tersebut. Terbaru adalah robohnya rumah di Jl. Mawar yang dipakai Bung Tomo siaran saat zaman memeprtahankan kemerdekaan.
Agustin mengakui, dari sejumlah bangunan cagar budaya yang ada di Kota Pahlawan ini, sebagian konstruksinya sudah berubah bentuk dan fungsi. Di sisi lain memang untuk bangunan cagar budaya  selain tipe A masih diperbolehkan untuk melakukan pemugaran meski tidak boleh frontal dilakukan.
“Sudah banyak yang berubah bentuk. Hanya depannya saja yang masih tetap, tapi belakang sudah berubah, seperti di Selatan Tunjungan Center,” ungkapnya.
Karenanya Agustin berharap, perhatian terhadap bangunan cagar budaya, bukan  hanya  dengan menetapkan statusnya, kemudian membenahinya  dalam momen-momen tertentu, seperti saat akan  menjadi tuan rumah dalam  acara Prepatory Comnitte (PrepCom) 3 for UN Habitat III, Juli mendatang.
“Jadi, waktu ramai UN Habitat, baru ditata dan dibenahi,” papar Politisi PDIP ini. Selama ini, ia mengakui, untuk memelihara bangunan cagar budaya membutuhkan anggaran yang sangat besar, selain PBB yang mahal, biaya operasional juga tinggi. Akibatnya, apabila pemilik yang tak mampu mengelola bangunan itu mengalihkan kepemilikan ke pihak lain. [dre]

Tags: