Dindik Segera Bentuk Restorative Justice tingkat SMA/SMK dan SLB

Wahid Wahyudi

Tanggapi Persoalan Pungutan Liar

Dindik Jatim, Bhirawa
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim melalui Dinas Pendidikan (Dindik) Jawa Timur akan membentuk restorative justice (RJ) ditingkat SMA/SMK dan PKPLK di Jawa Timur. Kebijakan ini dikeluarkan menanggapi aturan Permendikbud No 75 tahun 2016.
Plt Kepala Dindik Jatim, Wahid Wahyudi mengungkapkan di Jatim dibentuknya RJ ditingkat SMA/SMK dan SLB di Jawa Timur diharapkan dapat menangani persoalan-persoalan ringan karena miss informasi dan miss pemahaman. Nantinya, di masing-masing kab/kota akan dibentuk RJ sekolah.
Sebagai informasi restorative justice merupakan alternatif penyelesaian perkara dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait.
“Dalam waktu dekat, Gubernur Khofifah Indar Parawansa bersama Kepala Kejaksaan Tinggi Jatim Mia Amiati akan meluncurkan Restorative Justice (RJ),” ujar Wahid dalam pengarahan Rapat Koordinasi SMAN se Jatim, beberapa waktu lalu.
Adanya RJ, lanjut Wahid juga sebagai wadah untuk mengkoordinasikan persoalan-persoalan yang sering dialami sekolah. Utamanya terkait laporan sumbangan yang berkaitan dalam Permendikbud No 75 tahun 2016.
Perlu diketahui, dalam Permendikbud tersebut pasal 10 ayat (1) dijelaskan bahwa Komite Sekolah melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Kemudian pada pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.
“Diantara (laporan) yang paling banyak diterima adalah soal pungutan. Banyak laporan disitu. Tapi memang diamanatkan komite sekolah diperkenankan menerima sumbangan wali murid. Definisi sumbangan ini, pemberian wali murid yang besaran dan waktunya tidak mengikat. Oleh karenanya peran komite dalam merangkul dan memahamkan wali murid sangat menentukan,” jelas Wahid.
Sekolah, lanjut Wahid tidak perlu khawatir lagi. Sebab, adanya persoalan tersebut akan dihadapkan pada RJ agar dikoordinasikan di tingkat kab/kota.
“RJ juga akan membuat sekolah lebih nyaman, kepala sekolah juga bisa tdur nyenyak dan bertugas dengan baik,” tambah dia.
Wahid juga menyoroti adanya penahanan ijazah yang dikaitkan dengan sumbangan wali murid. Menurutnya hal itu tidak bisa dijadikan patokan. Pasalnya sumbangan didefinisikan sebagai pemberian, baik berupa uang, barang atau jasa dari orang tua siswa yang tidak boleh ditentukan besaran dan waktunya. Sementara ijazah merupakan hak siswa. Soal pembiayaan dan sebagainya urusan orangtua dan wali kelas.
“Jangan ada lagi penahanan ijazah di SMAN di Jatim karena alasan (tidak bisa membayar) sumbangan. Ini dua hal yang berbeda,” tegas Wahid.
Pembentukan RJ pun disambut positif Ketua MKKS SMAN Jatim, Panoyo. Menurut dia, adanya restorative justice akan membantu sekolah untuk bermusyawarah jika ada masalah.
“Jika memang sejak awal sudah asa kesepakatan (menyoal sumbangan sekolah), tidak mesti harus proses hukum. Paling tidak ada musyawarah,” ujar dia.
Lebih lagi, ada Inspektorat yang melakukan pengawasan terhadap pengelolaan sekolah. Jika inspektorat menyatakan salah, maka akan dievakuasi dan dipertimbangkan.
“Apa yang disampaikan pak kadis (kepala dinas Wahid Wahyudi) adalah hal positif agar teman-teman kepala sekolah dan pengelola pendidikan di wilayah masing-masing bisa konsultasi dengan kejaksaan dan kepolisian yang ada di tempat masing-masing,” jelas dia.
Untuk realisasi program itu, Panoyo mengatakan jika kepala cabang Dindik Jatim wilayah Surabaya – Sidoarjo telah melakukan penjajakan dengan kejaksaan. Kendati begitu, pihaknya juga telah melakukan pertemuan internal sekolah untuk sosialisasi Permendikbud No 75 tahun 2016 yang dihadiri Komnasdik, Dewan Pendidikan Jatim dan Polres setempat. [ina]

Tags: