Hentikan Transmisi Islamisme Radikal Gerakan ISIS di Indonesia

Oleh :
Leny Suviya Tantri
Mahasiswi Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang.

ISIS merupakan kelompok kaum militan dan fundamentalis yang melancarkan aksinya secara radikal dan dikemas menggunakan narasi-narasi islami dengan tujuan membentuk negara dengan doktrin monistik kekhalifahan islam.

Kelompok ISIS menggunakan narasi jihad untuk melakukan pergerakan radikal yang melanggar hak asasi manusia, memakan banyak korban jiwa dan menimbulkan banyak kerugian. Pergerakannya yang masif saat ini mulai menjerumuskan umat islam untuk masuk kedalam ISIS. Untuk itu kita perlu memahami propaganda ISIS untuk membendung merasuknya penyebaran paham islamisme radikal dikalangan masyarakat.

Kelompok ISIS menggunakan ideologi ekstremisme dan kekerasan serta menganjurkan penerapan hukum syariah berdasarkan interpretasi anti liberal, terbelakang, tidak toleran dan misoginis. Dalam menyebarkan paham islamisme radikal, ISIS menggunakan media sosial untuk memperluas arah geraknya.

Mereka sangat cerdik dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk penyebaran informasi dan komunikasi untuk mendapatkan pendukung, memantau oposisi serta merekrut anggota baru. Bagi ISIS internet memainkan peran yang sangat penting dalam menyebarkan narasi islamisme radikal, transisi dari radikalisasi ke terorisme dan lain sebagainya.

ISIS juga memandang media sebagai alat penting untuk branding dan mempromosikan ideologi kelompok ekstremis. Tujuan utama propagandanya adalah untuk menciptakan ketakutan, memobilisasi orang untuk mendukung tujuan teroris, dan mengganggu upaya lawan mereka.

Kelompok ISIS juga menggunakan ideologi jihadis fundamentalis untuk memperluas propagandanya dan menggunakan tindakan nyata sebagai bentuk radikalisme nya yang diwujudkan melalui tindak kejahatan ekstremis yang dilakukan diberbagai negara.

Gerakan ekstremis dan radikal ini muncul karena pola fikir keagamaan yang egosentris dan eksklusif. Cara berpikir ini membuat seseorang bertindak antipati untuk melihat kemungkinan kebenaran lain yang datang dari perorangan maupun kelompok di luar dirinya. Ciri kaum radikal adalah oportunistik dengan memanfaatkan situasi genting di kalangan umat Islam. Strategi mereka adalah menciptakan kerusuhan yang pada akhirnya akan menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.

Media online digunakan ISIS untuk menyebarkan propagandanya yang dilabeli jihad untuk menyebarkan paham dan merekrut anggotanya. Untuk menghalalkan segala tindakannya ISIS mendistorsi narasi-narasi islam yang diambil dari kisah-kisah jihad dari islam klasik maupun sejarah islam seperti kisah Fir’aun, jahiliyyah, peperangan melawan orang munafik, perang badar, pertempuran khaibar, pertempuran karbala, Imam Mahdi dan juga Perang Salib. Bahkan saat ini, makna dan maksud dari Q.S At-Taubah ayat 5 yang berkenaan dengan jihad juga telah diselewengkan oleh kritikus polemik islam dan teroris muslim. Para kritikus mengutip ayat ini untuk menunjukkan bahwa agama Islam adalah agama kekerasan yang memerintahkan pembunuhan orang Yahudi dan Kristen. Ekstremis Muslim dan kelompok teroris seperti ISIS menggunakan ayat ini untuk membenarkan perang tanpa syarat terhadap semua orang kafir, non-Muslim serta Muslim yang tidak menerima keyakinan militan mereka. Padahal ayat tersebut jelas menyatakan bahwa apabila musuh menghentikan agresinya maka umat muslim juga harus berhenti memeranginya.

Operasi ISIS yang digencarkan melalui media masa dilakukan untuk menentang hegemoni barat. ISIS berargumen bahwa: (1) Jahiliyyah atau ketidaktahuan atas hukum Allah yang dipengaruhi oleh Barat telah menginfeksi masyarakat Muslim; (2) Perintah zionis tentara salib mendukung rezim Arab anti-Islam diktator untuk mengontrol cadangan minyak Timur Tengah; (3) Barat menggunakan negara-negara Syiah dan Alawi (Iran, Irak dan Suriah) untuk menindas dunia Muslim Sunni; dan (4) Tatanan global liberal ditakdirkan untuk dihancurkan oleh kekhalifahan ISIS. Oleh karena itu, ISIS gencar melakukan propaganda nya melalui media. Media sosial merupakan instrumen ISIS untuk bertukar dan mentransmisikan ide-ide radikal mereka di tingkat global dan dengan demikian membantu menciptakan identitas dan imajiner radikal baru. Oleh karena itu, internet merupakan sarana difusi dan globalisasi ideologi salafi-jihadis.

Untuk membendung masuknya paham radikalisme pada masyarakat terutama generasi muda, terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan yaitu: (1) Dalam lingkup pendidikan, perlu adanya penyuluhan dan pembinaan paham anti-radikalisme, selain itu perlu adanya peningkatan kualitas pendidikan untuk membentuk pola fikir yang lebih baik; (2) Dalam lingkup masyarakat, perlu dibentuknya hubungan yang sinergis pada lembaga-lembaga ormas maupun keagamaan untuk mencegah masuknya paham radikalisme, selain itu perlu membangun hubungan antar masyarakat yang lebih baik melalui pemerataan distribusi manfaat sosial, mengatasi disparitas ekonomi maupun meminimalisir konflik sosial; (3) Perlunya kontrol sosial dan orang tua dalam mencegah masuknya paham ekstremis dan radikal pada anak; (4) Pentingnya peran pemerintah dalam mengontrol berita atau media sosial yang menyebarkan paham radikal; dan (5) Melakukan deradikalisasi terhadap eks Napi teroris melalui penyuluhan dan konseling. Upaya deradikalisasi ini bukan hanya sebuah wacana yang digemborkan pemerintah saja, namun didukung oleh seluruh komponen masyarakat.

Dengan upaya-upaya tersebut diharapkan akan tercipta masyarakat yang lebih waspada terhadap kemunculan paham radikalisme di lingkungannya serta memahami bahwa aktivitas kelompok radikal pada akhirnya akan berdampak pada citra negatif terhadap agama terutama umat islam. Dengan demikian lingkungan masyarakat tidak akan digunakan sebagai tempat inkubasi paham islamisme radikal. Sehingga baik masyarakat maupun generasi muda tidak akan dengan mudah terpengaruh propaganda ISIS maupun gerakan radikal lainnya. Jika penyebaran paham radikal ini tidak segera diantisipasi, maka hal ini juga akan berdampak terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena masuknya gelombang fundamentalisme maupun radikalisme pada suatu negara akan mengancam stabilitas politik, paham ini dapat dengan mudah menunggangi isu-isu politik baik dalam pilkada, pemilu maupun pemilihan legislatif dalam suatu negara.

——— *** ———-

Tags: