Jaga “Keamanan” Rupiah

Karikatur RupiahNILAI rupiah terus melorot melampaui ambang psikologis (mencemaskan). Bahkan pekan kedua bulan Maret (2015) ini memasuki ambang kritis, akan berkonsekuensi serius pada pelaksanaan APBN 2015. Semakin menggerogoti defisit transaksi (tahun) berjalan. Selama tahun 2014 masih sebesar US$ 25 milyar. Ambang kritis, karena defisit semakin mendekati 4% total PDB (Produk Domestik Bruto). Serta dampak berantai terhadap harga bahan pangan impor akan melonjak.
Bukan hanya APBN yang akan nampak menciut, melainkan perekonomian rakyat akan terhisap (nilai tukar) dolar. Krisis perekonomian nasional di ambang (depan) mata? Dalam lima tahun terakhir, nilai tukar dolar selalu luput, melebihi asumsi APBN. Maka tim ekonomi pemerintah (dan DPR) dituntut lebih “predict-able” menjaga kedaulatan rupiah.
Beruntung neraca perdagangan bulan Januari dan Pebruari 2015 surplus US$ 1,2 milyar. Ini jarang terjadi. Lebih lagi kinerja ekspor menyurut jika dibanding periode yang sama tahun 2014. Seharusnya, surplus perdagangan dapat  mencegah melorotnya nilai rupiah. Karena itu kelebihan devisa mesti dijaga. Saat ini, pemerintah (bersama DPR) menyangka rupiah bisa tetap (seburuk-buruknya) pada nilai Rp 12.500,-/US$ (asumsi APBN 2015). Realita-nya ternyata lebih buruk.
Jika dikurs dengan nilai dolar senilai Rp 13.250,-, maka APBN sudah “tercuri”  sebesar 5%. Nilainya tak tanggung-tanggung, sekitar Rp 102 trilyun, hilang ditelan kurs dolar. Sehingga pemerintah tak bisa abai, menunggu sampai dolar mencapai Rp 14.000,- yang bisa menjadi “tsunami” perekonomian nasional. Melorotnya nilai tukar rupiah, pasti bukan situasi ideal.
Dulu (pemerintah SBY) pontang-panting ketika nilai dolar menembus Rp 11.000,- (Agustus 2013), meredam gejolak perekonomian. Saat itu APBN mengasumsi nilai tukar dolar sebesar Rp 9.600,- (selisih Rp 1.400,- dengan realitas). Menyebabkan harga pangan utama, naik me-liar. Beras, susu, daging, dan kedelai melonjak. Pemerintah merespons melalui PKPE (Paket Kebijakan Penyelamatan Ekonomi) dengan 13 paket.
Meng-antisipasi melorotnya rupiah, pemerintah Jokowi saat ini coba menanggulangi dengan 8 paket. Meliputi kebijakan jangka panjang sampai yang ke-kini-an. Diantaranya, in-efisiensi logistik, serta mendorong penggunaan rupiah untuk bertransaksi di dalam negeri. Pemerintah juga membentuk BUMN ke-asuransi-an, yakni re-asuransi untuk mengurangi defisit neraca bidang jasa. Juga akan mengatur skema insentif perpajakan, khususnya untuk pelayaran.
Logistik dan distribusi akan menjadi perhatian, agar harga bahan pangan tidak terimbas pelemahan nilai rupiah. Termasuk (kelak) meningkatkan penggunaan bio fuel lebih dari 10%. Tetapi harga beberapa komponen pangan tidak akan bisa dibendung. Antaralain, harga susu akan naik, karena 65% susu masih bergantung pada impor. Begitu pula harga tahu  dan tempe (lauk-pauk “wajib” Indonesia), akan membuat panik pasar tradisional.  Maklum, 70% kedelai masih impor.
Yang tak dapat dielakkan seiring kenaikan kurs dolar, adalah harga suku cadang seluruh moda transportasi akan naik. Termasuk harga suku cadang pesawat (angkutan penumpang, maupun alutsista militer). Sedangkan industri manufaktur  akan lebih terpukul, menyebabkan kendaraan alat berat turut naik. Harga sewa angkutan alat berat naik, maka harga proyek infrastruktur turut terdongkrak lebih mahal.
Nilai dolar naik, utang pemerintah juga bertambah besar. Utang swasta (yang ber-sumber dari impor bahan pangan), juga wajib diwaspadai. Bahan pangan impor menjadi penyokong peringkat ketiga defisit neraca perdagangan. Melemahnya rupiah akan semakin menyulitkan usaha swasta membayar utang. Di dalam negeri,  harga barang eks impor biasa “diayun-ayun” pedagang besar. Karena itu diperlukan kebijakan untuk mengendalikan impor bahan pangan.
Bahan pangan yang masih suka di-impor dan menjadi permainan kartel, adalah daging dan buah. Harganya akan melambung, sampai pada posisi termahal di dunia, menggerogoti devisa transaksi perdagangan.

                                                                                                                     ———– 000 ———–

Rate this article!
Tags: