Jaga Marwah MK

Seluruh personel korps “Wakil Tuhan” (jajaran Hakim, Panitera, dan pekerja) wajib menjaga (ketat) marwah Mahkamah Konstitusi. Terutama moralitas Hakim Konstitusi, wajib menjadi teladan integritas. Andai moral hakim Mahkamah Konstitusi (MK) “bersih,” maka tidak diperlukan Majelis Kehormatan (MKMK). Realitanya, sudah terdapat Ketua MK, dan Hakim MK yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kepercayaan terhadap Lembaga akhir Pengadilan Pemilu, sudah luruh.

Kini MKMK dibentuk (lagi), setelah tahun 2017, berkait penangkapan KPK terhadap hakim konstitusi, Patrialis Akbar. Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, menjatuhkan vonis penjara selama 8 tahun. Ditambah denda sebesar Rp 300 juta, dan pengganti sebesar US$ 10 ribu, dan Rp 4 juta, atau sama dengan suap yang diterima. Patrialis Akbar, dipecat dengan tidak hormat sebagai hakim konstitusi. Majelis Kehormatan MK, saat itu, mengambil keputusan bahwa yang bersangkutan telah melakukan pelanggaran berat.

Sebelum tragedi Patrialis Akbar, MK juga pernah terguncang kasus suap yang diterima Ketua MK Akil Mochtar. KPK melakukan OTT (Operasi Tangjkap Tangkap) di rumah dinas Akil Mochtar. Disita barang bukti berupa uang sebesar Rp 3 milyar, terdiri dari pecahan uang dolar Singapura, dan dolar Amerika. Tak lama, KPK juag menangkap Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, bersama pihak swasta. Modus Ketua MK saat itu, memenangkan sengketa Pilkada kabupaten Gunung Mas (Kalimantan Tengah).

Pengadilan Tipikor Jakarta, menjatuhkan vonis terhadap Akil Mochtar, penjara seumur hidup. Menjadi koruptor yang menerima putusan penjara paling lama di Indonesia. Setara dengan vonis yang diterima koruptor kasus BLBI sebesar Rp 1,2 trilyun oleh Andrian Woworuntu, awal 2003. Akil Mochtar, terbukti melakukan “jual beIi” perkara kasus Pilkada yang ditanganinya.

Lama tidak terdapat Majelis Kehormatan MK, sampai pada bulan Pebruari 2023, dibentuk MKMK lagi. Berkait dugaan “substansi putusan MK diubah.” Setelah melakukan pemeriksan secara maraton, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (Majelis Kehormatan MK), memutuskan seorang Hakim Konstitusi terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Diberi sanksi teguran tertulis.

Sebenarnya MK memiliki semacam kode etik yang cukup ketat. Berupa jargon visi “Sapta Karsa Hutama.” Di dalamnya terdapat keyakinan, bahwa citra peradilan dan kepercayaan masyarakat terhadap kekuasaan kehakiman yang merdeka, sangat bergantun pada integritas hakim konstitusi. Perilaku hakim konstitusi sekaligus sebagai benteng terakhir upaya penegakan hukum dan keadilan. Karena putusan MK bersifat final dan mengikat.

Maka moralitas hakim konstitusi harus benar-benar di-garansi, bagai setara dewa dan malaikat. Sampai MK memiliki Peraturan MKRI Tentang Pemberlakuan Deklarasi Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi. Diterbitkan tahun 2006, meliputi tujuh prinsip sikap wajib. Yang pertama, prinsip independensi. Penerapan ketiga prinsip independensi, dinyatakan, “Hakim konstitusi harus menjaga independensi dari pengaruh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan lembaga-lembaga negara lainnya.”

Dalam penerapan ke-4 prinsip indepensi, dinyatakan “Dalam melaksanakan tugas peradilan, hakim konstitusi harus independen dari pengaruh rekan sejawat dalam pengambilan keputusan.” Penerapan ke-4 ini sekarang menjadi bahan telaah Majelis Kehormatan MK, dalam kasus keputusan MK tentang perubahan batas usia Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Sudah sangat banyak laporan masyarakat berkait sikap hakim MK. Sampai Ketua MKMK meminta hentikan mengirim laporan tentang perilaku hakim MK. Maka seluruh rakyat Indonesia kini menunggu “keberanian” MKMK meluruskan perilaku hakim konstitusi. Sekaligus mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap keluruhan moral hakim konstitusi. Berdasar UUD pasal 24C, MK menjadi “muara akhir” perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Termasuk Pilpres.

——— 000 ———

Rate this article!
Jaga Marwah MK,5 / 5 ( 1votes )
Tags: