Kemerdekaan Menggunakan Hak Pilih

Wahyu Kuncoro

Oleh :
Wahyu Kuncoro
Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag), Surabaya

Masa kampanye untuk pemilihan presiden (Pilpres) sudah berakhir. Sejak tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024, ketiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (Capres/Cawapres) yakni (Anies Rasjid Baswedan- Muhaimin Iskandar), (Probowo Subianto – Gibran Rakabumi), (Ganjar Pranowo – Machfud MD) diberi kesempatan yang sama untuk melakukan kampanye, mulai dari pasang alat peraga kampanye, pertemuan terbatas hingga menggelar kampanye terbuka dan menggeber iklan di berbagai media. Ketiga pasangan didukung dengan juru kampanye, sudah menjajakan visi dan misi berikut program kerja dan mengkreasi berbagai drama politik dengan harapan dapat menuai simpati dan dukungan.

Berbagai model kampanye dimainkan, dari model konvensional berupa mobilisasi massa –baik yang sukarela maupun dibumbui iming-iming–, kampanye model monolog dengan menyandarkan pada kecakapan retorika dan merangkai janji hingga model kampanye dialogis adu ide dan gagasan sudah dilakukan. Masing-masing pasangan calon sudah mengerahkan segalanya, baik mengerahkan kekuatan materi dan dana, hingga kekayaan ide dan gagasan. Tentu ujungnya adalah menarik perhatian pemilik hak suara untuk memberi dukungan. Bahwa diakui atau tidak, pemberian dukungan bisa jadi juga dilatari beragam alasan, mulai dari dukungan karena kesadaran, dukungan karena materi hingga dukungan karena intimidasi. Dan hasil pemberian suaranya sama-sama sah. Itulah kualitas partisipasi politik negeri ini di saat ini.

Masa kampanye sebagai bagian dari tahapan Pilpres diharapkan menjadi momentum bagi pemilik kedaulatan yakni rakyat agar bisa mendapatkan pemimpin yang ideal. Publik diharapkan semakin tahu bagaimana ide dan gagasan seorang calon pemimpin, hingga publik juga tahu karakter para pemimpinnya dalam mengelola emosinya. Singkatnya, dalam masa kampanye ini, publik diharapkan akan terbantu untuk bisa menemukan sosok pemimpin ideal yang diharapkannya.

Pertanyaannya, benarkah publik akan mencari pemimpin ideal? Maka jawabnya adalah tidak. Mengapa? Karena memang cara pandang publik terhadap Pilpres sangat beragam, tergantung dengan tingkat pendidikan dan wawasannya dalam memandang makna Pilpres. Ada yang memandang Pilpres menjadi sarana paling tepat dalam menentukan bagaimana lima tahun mendatang. Sementara ada juga yang berpandangan bahwa Pilpres hanya hajatan elitis yang hanya akan memberikan keuntungan bagi mereka para elit politk. Sementara rakyat tetaplah rakyat yang tidak akan memperoleh efek apapun dari siapa yang akan menjadi Presiden. Rakyat tetap harus bekerja keras untuk melanjutkan hidupnya.

Dalam perspektif yang seperti ini maka mereka akan bersifat pragmatis. Implikasinya, money politics dan sejenisnya tetap tumbuh subur dalam masyarakat yang seperti ini. Maka pesen terpentingnya adalah, siapa saja yang sedang terlibat dalam demokrasi di negeri ini harus rela dan menyiapkan dirinya kalau hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Presiden yang terpilih tidak akan selalu yang terbaik, bisa jadi adalah yag terburuk. Tapi itulah pilihan para pemilik suara dengan berbagai latar belakangnya. Apapun yang terjadi itulah bagian dari perjalanan demokrasi di negeri ini. Jangan pernah lelah untuk mencoba dan memperjuangan kebaikan. Mungkin bukan hari ini memetik buahnya, dan bukan kita yang menikmatinya.

Membaca Pesan Kampanye
Perspektif tentang bagaimana kampanye yang efektif sejatinya baru akan bisa terkonfirmasi pada hari pemungutan suara 14 Februari 2024. Artinya, pasangan calon yang mendapatkan suara banyak, itu secara sederhana dapat dibaca bahwa mereka bisa memanfaatkan masa kampanye dengan baik, atau setidaknya mereka bisa menggunakan strategi yang tepat sehingga mampu ditangkap pesannya oleh publik.

Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal atau nonverbal yang mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. Pesan mempunyai tiga komponen: makna, simbol yang digunakan untuk menyampaikan makna, dan bentuk atau organisasi pesan. Simbol terpenting adalah kata-kata atau bahasa, yang dapat mempresentasikan objek, gagasan, perasaan, baik ucapan maupun tulisan. Kata-kata memungkinkan untuk berbagi pikiran dengan orang lain.

Hal terpenting dalam komunikasi ialah bagaimana caranya agar suatu pesan yang disampaikan komunikator dapat menimbulkan dampak atau efek tertentu pada komunikan. Banyak cara untuk menyampaikan pesan yaitu dengan tatap muka atau melalui media komunikasi. Agar komunikasi dapat efektif, maka cara penyampaian pesan atau informasi perlu dirancang secara cermat sesuai dengan karakteristik komunikan maupun keadaan di lingkungan sosial yang bersangkutan. Jalaluddin Rakhmat mengatakan bahwa keberhasilan komunikasi sebagian ditentukan oleh kekuatan pesan. Dengan pesan, seseorang dapat mengendalikan sikap dan perilaku komunikan. Agar proses komunikasi terlaksana secara efektif.

Bagi seorang komunikator, suatu pesan yang akan dikomunikasikan sudah jelas isinya, tetapi yang perlu dijadikan pemikiran adalah pengelolaan pesannya. Pesan harus ditata sesuai dengan diri komunikan yang akan dijadikan sasaran. Wilbur Schramm dalam karyanya yang berjudul How Communication Works, pernah mengungkapkan apa yang dinamakan the condition of success in communication, yang dapat diringkas sebagai berikut : (1). Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud. (2). Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dapat dimengerti. (3). Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan itu. (4). Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.

Jika komunikasi yang dikomunikasikan tidak sesuai dengan kepentingan komunikan, maka akan menghadapi kesukaran, lebih-lebih jika efek yang dikehendaki itu perubahan tingkah laku. Jadi dalam menyampaikan seorang komunikator harus dapat menyampaikan pesan sesuai dengan kepentingan komunikan.

Kemerdekaan Memilih Pemimpin
Masa kampanye telah selesai. Ketiga pasangan sudah mencoba dengan segala strategi untuk mengirim pesan dan mencoba mengharap efek baik pesan yang telah dikirimnya. Kini waktunya memutuskan untuk memberikan suara. Inilah saatnya kita memiliki kemerdekaan untuk memberikan suara kepada calon pemimpin yang kita kehendaki.

Kemerdekaan dalam memilih ini menjadi penting untuk dikemukakan, karena terlalu banyak drama yang kita saksikan sehigga kita ikut terseret untuk bermain drama di dalamnya. Dalam konteks elit politik misalnya, seseorang pejabat tidak mungkin menghindarkan dirinya akibat tersandera pilihan politiknya karena jabatan dan kekuasaan yang diembannya.

Bahwa ketika masa kampanye kemarin, seseorang tidak leluasa mengungkapkan aspirasi politiknya. Bisa jadi karena tersandera kepentingan politik, kepentingan jabatan atau karena tekanan dan faktor lainnya. Artinya, seseorang mendukung pasangan Capres/Cawapres tertentu lebih karena jabatan atau posisinya yang mengharuskan mendukung pasangan tertentu, atau seseorang ikut kampanye pasangan tertentu bukan karena ingin ikut mendukung tetapi karena tertarik dengan iming-iming yang ditawarkannya dan berbagai godaan dan intimidasi lain yang membuat seseorang ‘terpaksa’ mendukung pasangan capres/cawapres tertentu.

Tidak perlu meratapi, belum terlambat, masih ada waktu untuk berubah dan menegaskan pilihan dan kemerdekaan hakiki untuk memilih. Artinya, bolehlah saat kampanye kita ikut mendukung pasangan tertentu karena takut, karena sungkan atau karena situasi tidak mengenakan lagi, namun saat waktu pemungutan suara yakni tanggal 14 Februari 2024, sungguh kita semua punya kemerdekaan untuk memilih pemimpin yang sesuai dengan hati nurani kita. Di saat pemungutan suara itulah kita merdeka untuk menegaskan pilihan kita tanpa ada yang bisa mengintervensi dan mengintimidasi pilihan kita. Lupakan drama yang telah terjadi sebelum-sebelumnya. Selamat memilih dengan merdeka, karena hidup kita yang akan menjalani.

Wallahu’alam bhis-shawwab

———– *** ————

Rate this article!
Tags: