Menghias Kampung Merdeka

Seluruh kampung bagai “bersolek” bagai menyambut tamu agung. Selain umbul-umbul, setiap lorong, dan pintu masuk permukiman, bertabur rangkaian bendera. Setiap rumah sudah mengibarkan bendera merah-putih. Sebagian juga dihias lampu penjor kerlap-kerlip. Setiap kampung nampak bersih, gemerlap, bagai pagelaran hajat kolosal. Berbagai lomba ketangkasan diselenggarakan, untuk anak-anak. Juga lomba orang dewasa, memperkuat ikatan ber-tetangga-an.
Inilah persiapan menyongsong hari kemerdekaan ke-73 bangsa Indonesia. Diperingati sebagai hari proklamasi, bulan Agustus di-sakral-kan. Di dalamnya tersimpan cerita (dan kenangan) heroik memproklamirkan kemerdekaan. Bernegara dan berpemerintahan sendiri, bukan diatur negara asing. Terdapat cerita perjanjian berbagai kerajaan di berbagai daerah. Serta suku-suku, membentuk negara kesatuan Republik Indonesia.
Seluruh rakyat bergembira, melanjutkan kegembiraan rakyat (generasi) terdahulu, sejak 17 Agustus 1945. Dibuktikan dengan berbagai lomba seni, dan olahraga rekreasi. Yang populer diantaranya, balap karung dan panjat pohon pinang (yang dilumuri minyak pelumas). Sering pula, semalam jelang tanggal 17 Agustus, diselenggarakan “tirakatan” untuk menandai rasa syukur kepada Ilahi terhadap berkah kemerdekaan. Bangsa Indonesia mengakui, bahwa momentum proklamasi merupakan berkah Ilahi.
Seperti diakui (dan ditulis secara tekstual) dalam mukadimah UUD alenia ketiga. “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa.” Para pendiri negara menyadari benar tidak mudahnya membentuk negara ber-etnis majemuk, dengan beragam adat dan bahasa. Serta teritorial sangat luas yang dipisahkan perairan laut. Hal itu tergambar dalam dinamika menentukan hari pembacaan proklamai kemerdekaan. Sampai Ir. Soekarno, harus “dijemput” dari Rengasdengklok.
Dibutuhkan semangat ke-negarawan-an untuk menjembatani perbedaan, demi melahirkan negara Indonesia. Dalam penjelesan UUD 1945, dituliskan: “Yang sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal hidupnya negara, ialah semangat. …Meskipun dibikin UUD … bersifat kekeluargaan, apabila semangat para penyelenggara negara para pemimpin pemerintahan itu bersifat perseorangan, (maka) UUD tadi tidak artinya.”
Pada mukadimah UUD juga dituliskan, alasan pembacaan Proklamasi. Kemerdekaan bukan sekedar hak segala bangsa, melainkan keinginan luhur untuk berkebangsaan yang bebas (tidak ditindas), serta mencerdaskan bangsa. Proklamasi kemerdekaan juga mencita-citakan kemakmuran. Maka negara berkewajiban menjamin keadilan sosial.
Itulah yang mesti terus diwarisi oleh penyelenggara negara, generasi penerus penyelenggara pemerintahan, sampai kini. Indonesia, adalah keluarga besar berbagai suku yang tergabung dalam NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Ke-bhineka-an (ragam warna kulit, adat dan bahasa) menjadi keniscayaan. Pemikiran ke-NKRI-an, tidak boleh goyah, di seluruh daerah. Walau setiap daerah memiliki “bahasa ibu.”
Perang revolusi mempertahankan kemerdekaan sudah berlalu tujuh dekade lalu. Tetapi (kata Bung Karno), revolusi belum selesai. Sebagaimana diakui dalam pembukaan UUD 1945 alenia kedua: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Merdeka berpemerintahan sendiri, memang sudah. Tetapi adil dan makmur, masih harus terus diperjuangkan. Itulah alasan, bahwa revolusi belum selesai. Seluruh rakyat masih mengemban kewajiban perjuangan. “Bambu runcing” harus tetap dihunus. Termasuk untuk menghadang politik demokrasi “belah bambu” yang sama kejam dengan penjajahan. Masih banyak masyarakat belum tersentuh hasil kemerdekaan. Tetapi sebagian masyarakat malah kelewat merdeka, menjadi “merdeka sekali.” Liberal me-liar.
Peringatan ke-73 hari kemerdekaan Indonesia, bersamaan dengan sosialisasi dua pasang bakal calon presiden dan wakil presiden (Capres-wapres). Ironisnya, telah terjadi saling menista antar-kelompok karena perbedaan pilihan. Maka tokoh partai politik wajib bertanggungjawab menjamin keindahan persatuan nasional. Seperti indahnya kampung jelang “Agustus-an.”

——— 000 ———-

Rate this article!
Menghias Kampung Merdeka,5 / 5 ( 1votes )
Tags: