Mengunjungi Museum Milik Seorang Dokter di Probolinggo

Kondisi Museum dr Mohamad Saleh yang penuh sejarah pada zaman Belanda. [Wiwit Agus P]

Adanya Cerita Kamar Gelap yang Tidak Boleh Dimasuki di Museum dr Mohamad Saleh
Kota Probolinggo, Bhirawa
Museum dr Mohamad Saleh di Kota Probolinggo tidak sekadar sebuah museum yang memiliki nilai sejarah. Tapi juga menjadi tonggak penting perkembangan dunia kedokteran di Kota Probolinggo. Di sisi lain, museum itu juga menyimpan banyak cerita menarik tentang sisi lain kehidupannya.
Museum dr Mohamad Saleh terletak di Jalan dr Mohamad Saleh, Kelurahan Tisnonegaran, Kecamatan Kanigaran. Sekitar 100 meter dari kantor Wali Kota Probolinggo. Museum ini bebas dikunjungi tanpa ada pungutan biaya, mulai Selasa-Minggu. Pukul 08.00 buka dan tutup pukul 14.00.
Museum ini menarik. Sebab, merupakan tempat tinggal sang dokter yang juga dijadikan rumah sakit pertama, apotek, sekaligus rumah dinas. Dia lahir di Boyolali, Jawa Tengah, pada 15 Maret 1888 dan meninggal di Probolinggo pada 2 Maret 1952 di usia 63 tahun.
Berdasarkan berbagai sumber, dr. Saleh merupakan dokter pertama yang membuka praktik pengobatan pada zaman penjajahan Belanda. Dia juga dokter pertama yang diberi wewenang oleh Pemerintah Indonesia untuk memimpin sebuah rumah sakit umum di Kota Probolinggo. Tidak heran, koleksi museum ini kebanyakan berkaitan dengan dunia kedokteran.
“Jadi, rumah sakit pertama di Kota Probolinggo itu ya di sini. Selanjutnya pada 26 Maret 2013, museum ini diresmikan. Untuk mengenang jasa dr Mohamad Saleh, RSUD yang dibangun Pemkot Probolinggo diberi nama dr Mohamad Saleh,” terang Sarwo Adi Wibowo, ASN Pemkot Probolinggo yang pernah bertugas di museum, Kamis (21/4) lalu.
Praktik kesehatan yang dijalankan oleh dr Saleh dapat dilihat dari kondisi rumahnya yang kini difungsikan sebagai museum itu. Di rumah dengan arsitektur Belanda itu, terdapat ruang yang digunakan untuk membuka praktik kesehatan. “Ada ruang kerja dokter, apotek, ruang rawat inap, hingga kamar mayat. Lengkap seperti rumah sakit,” tuturnya.
Museum ini memiliki koleksi yang tampak sederhana, namun memiliki nilai sejarah tinggi. Ada alat bedah, meja otopsi, serta beberapa ruang untuk aktivitas pengobatan. Termasuk berbagai peralatan medis lainnya yang digunakan.
Juga ada buku-buku kedokteran milik dr Saleh yang berbahasa Belanda yang mungkin sudah langka. Ada juga catatan medical record pasien, kliping koran, serta catatan-catatan lain yang tersimpan rapi di lemarinya. Ada pula alat-alat kesehatan, seragam yang digunakan untuk praktik, catatan resep, hingga obat-obat untuk pasien yang masih tersimpan rapi di ruang kerjanya.
Menurut Adi, rumah sakit yang dikelola dr Saleh itu mulai beroperasi sebelum kemerdekaan Indonesia. Rumah sakit itu dibangun untuk mengobati tentara Belanda yang sakit dan terluka. Namun, lambat laun orang umum boleh berobat di sana.
Selain beragam koleksi bersejarah, ada juga ruangan-ruangan di museum yang tidak berkaitan dengan aktivitas kedokteran dr Saleh. Salah satunya loteng yang berada di ruang tengah. Di loteng itu ada ruang tersembunyi. Dan ruang itu digunakan untuk persembunyian para pejuang Indonesia yang terluka. Tentu saja, dr Saleh yang menyembunyikan para pejuang di sana.
“Jiwa nasionalisme dr Saleh sangat tinggi. Bahkan, beliau salah satu tokoh pendiri organisasi Budi Utomo. Karena itu, beliau berani mengobati pejuang Indonesia. Namun jika ada tentara Belanda, pejuang Indonesia yang sedang berobat itu disembunyikan di loteng tersebut,” tandasnya.
Untuk naik ke sana, disediakan tali. Para pejuang naik menggunakan tali ke loteng. Lalu, mereka sembunyi di sana selama ada tentara Belanda. Di museum ini juga ada kamar petheng. Dari semua ruangan yang ada, hanya ruangan ini yang tidak boleh dimasuki. Bahkan, di depan ruangan diberi pembatas agar pengunjung tidak masuk ke sana. Selain itu, petugas melarang pengunjung masuk ke ruangan tersebut.
“Disebut Kamar petheng lantaran ruangan tersebut sulit terkena sinar matahari. Sebab terhalang oleh bangunan medis yang ada di sebelah barat. Kamar itu merupakan kamar tempat beristirahat dr Mohamad Saleh,” ujar Adi.
Ruangan itu tidak boleh dimasuki, karena ahli waris dr Saleh memang minta ruangan itu tidak dimasuki. Selain itu, petugas museum menyebut sudah beberapa kali ada pengunjung yang tiba-tiba pingsan setelah memasuki ruangan tersebut.
“Jadi, sekitar dua atau tiga bulan setelah peresmian, ada siswi yang berkunjung ke museum. Saat itu saya bertugas di sana. Siswi tersebut duduk di dipan tempat peristirahatan dr Saleh. Tiba-tiba siswi itu pingsan dan seolah kerasukan,” tambah pria berkacamata itu.
Tak hanya sekali, beberapa kali peristiwa itu terjadi. Petugas yang mencoba berkomunikasi dengan pengunjung yang pingsan mendapat kesimpulan, ada sosok yang tinggal di kamar itu. Dan pengunjung diminta tidak seenaknya masuk ruang tersebut.
“Jadi intinya ruang itu bukan ruang sembarangan. Sebab, ruangan itu merupakan kamar pribadi dr Mohamad Saleh. Bahkan, para abdinya saja dulu tidak berani masuk sembarangan,” lanjutnya.
Triswedi Susilo, salah satu ahli supranatural membenarkan hal tersebut. Menurutnya, di dalam ruang tersebut ada sosok perempuan Belanda. Sosok tersebutlah yang tinggal di dalam ruang itu. Sementara abdinya berada di luar ruangan. “Namun, para abdi sudah terbiasa dengan pengunjung, sehingga jika ada pengunjung para abdi tersebut sudah cuek,” terangnya.
Menurut Triswedi, yang mencoba berkomunikasi dengan sosok tersebut, dia adalah salah satu keluarga dr Saleh. “Dalam percakapan kami, sosok itu tidak mau ada orang lain masuk ke kamarnya. Sebab, kamar itu merupakan ruang privasi. Bahkan para abdinya saja tidak berani masuk sembarangan, apalagi orang luar,” terang Triswedi menirukan perkataan sosok tersebut yang menggunakan bahasa Jawa. [Wiwit Agus P]

Tags: