Meninjau Lokasi Lahan Tanaman Cabai Rawit di Kediri

Salah satu petani cabai rawit asal Kediri, Mak Sanem sedang menunjukkan tanaman cabainya yang diperkirakan panen pada Maret dan April nanti.

Panen Raya Maret dan April, Pasokan Bisa Penuhi Kebutuhan Jatim
Kediri, Bhirawa
Kabupaten Kediri merupakan salah satu sentra terbesar produksi tanaman cabai rawit. Selain itu, justru di kabupaten ini rata-rata harga cabai juga tinggi mencapai Rp123 ribu- Rp 127 ribu per kg pada minggu ketiga.
Di Kediri, saat ini terdapat areal tanaman cabai rawit seluas 4.000 hektare. Areal tanaman cabai ini tersebar merata di setiap kecamatan dengan konsentrasi terbanyak di Kecamatan Kepung, Ngancar, Puncu, Plosoklaten dan Pagu.
Sementara areal tanaman cabai besar luasnya mencapai 600 hektare. Bahkan, Kediri termasuk sentra tanaman cabai terbesar di Jatim setelah Banyuwangi. Kali ini peninjauan sentra produksi tanaman cabai rawit berlangsung di Desa Kepung, di mana terdapat 300-500 hektare lahan cabai, sedangkan Desa Puncu sebanyak 1500 hektare.
Di desa itu tumbuh hamparan tanaman cabai rawit hijau yang beragam jenisnya baik hibrida dan lokal. Setidaknya diperkirakan menunggu selama seminggu lebih, maka  kawasan itu akan panen raya.
Beberapa petani yang dikonfirmasi, mereka mengaku kalau sudah menanam cabai sejak November lalu. Puncaknya diperkirakan pada bulan Maret dan April.
Misalkan saja, Mak Sanem memiliki lahan seperempat hektare tanaman cabai berjenis prentul manu yang merupakan cabai lokal. Jika panen raya bisa mencapai dua ton. “Nanti biasanya bulan tiga (maret,red) sudah mulai panen. Ini saja sudah beberapa kali petik,” katanya akhir pekan lalu.
Hasil panen cabai yang ada di Kediri ini, biasanya dikirimkan ke Pasar Pare yang selanjutnya yang menjadi pangsa pasarnya ke Kalimantan dan Jakarta. “Sebenarnya pemasaran cabai di Kediri, petani pengumpul mendistribusikan ke Pasar Pare, Pasar Porong Sidoarjo, Pasar Surabaya dan Jakarta. Sedangkan penyebab harga cabai rawit  di pasar Jakarta menjadi mahal, dikarenakan ada tiga pasar yang harus dilewati sebelum cabai rawit sampai ke Jakarta,” ditambahkan salah satu petani cabai yang kini menjabat sebagai Kades Kepungrejo Yoni Yuniarto.
Dikatakannya, sebenarnya tahun ini harga cabai mengalami kenaikan hingga Rp 114 ribu dikarenakan stok yang kurang untuk Desember 2016, Januari dan Februari 2017. Waktu rata-rata jumlah produksi tanam cabai kurang tanam pada  Agustus, September, dan Oktober 2016.
Waktu itu, berdasarkan urutan panen, pada  November dan Desember di wilayah Pagu untuk hasil produksi cabainya ternyata kualitasnya kurang bagus dikarenakan hujan terus menerus. Harga juga sempat mencapai Rp 60 ribu per kg. Namun, kembali ada gejolak pada Januari dikarenakan panenan cabai hibrida ternyata kurang stoknya.
Namun, pada Februari ini juga disusul dengan tahapan cabai rawit di kawasan lahan seluas 2.000 hektare di Kepung dan Puncu. “Setidaknya, nanti pertengahan Maret dan pada April sudah mengalami panen  raya. Minimal produksi bisa mencapai 15 ton atau 20 ton per harinya. Selanjutnya kebutuhan di Jawa Timur akan bisa dipenuhi melalui Desa Kepung dan Puncu,” katanya.
Ia juga melalui Asosiasi Agribis Cabe Indonesia (AACI) Jatim juga sempat menganalisa kebutuhan  cabai di Jatim. Apalagi saat ini, sudah ada tanaman di lahan 2.000 ha. “Rumusnya kebutuhan konsumen itu, 1 kg cabai rawit sama dengan 400 biji cabai. Kebutuhan konsumsi cabai per hari diperkirakan 10 biji itu pun cabai yang pedas. Lalu 400 biji cabai diberikan harga Rp 40 ribu, maka 1 biji cabai Rp 100. Biasanya untuk konsumsi cabai yang dibutuhkan paling tidak 10 biji per hari, atau Rp 1.000. Kalau dikalikan 30 hari saja, maka bisa Rp 30 ribu. Masyarakat tentunya bisa membelinya. Dalam kondisi ini, petani cabai juga sudah mendapatkan untung,” katanya.
Di sisi lain, ia juga mengusulkan untuk daerah sentra cabai di Kediri diadakan pasar atau tempat lelang sendiri, sehingga dari produsen langsung ke Jakarta atau Surabaya. “Setidaknya upaya itu untuk memotong rantai agribis yang ada di lapangan. Atau kalau bisa di Kecamatan Kepung dibangun bangsal pasca panen, diharapkan panenan kita bisa langsung kontak ke daerah-daerah yang ingin membeli cabai rawit ini,” katanya
Selain itu, tingginya harga ini, lanjut Yoni, bagi petani sebenarnya dimanfaatkan memaksimalkan perawatan tanaman cabe, di mana tanaman cabai rawit ini memerlukan perawatan yang cukup intensif. “Apalagi sebenarnya petani yang ada di Kepung Puncu ini pengendaliannya sudah bagus, sebab kelompok taninya semua aktif. Bahkan, juga memantau dari BMKG (Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika),” katanya.
Apalagi pada musim penghujan, maka salah satu penyakit tanaman cabai seperti penyakit kuning bisa timbul dan menjalar ke tanaman lainnya.  Jika penyakit itu menjalar ke tanaman lainnya maka produksi yang dihasilkan tanaman cabai semakin menurun jumlahnya.
Selain itu, tingginya harga cabai maka petani masih terangsang  menanam cabai meskipun musim penghujan diperkirakan selesai pada Maret dan April. “Di sini, petani masih yakin untuk menanam pada Februari ini dengan jumlah kisaran 400-500 batang tanaman cabai untuk tiga minggu terakhir,” katanya.
Ia juga mengatakan, dengan harga cabai tinggi memang menguntungkan petani, namun ada sisi lain ada kesenjangan sosial yang ada di masyarakat. “Dulunya secara SDM dan ekonomi rendah, kini dengan tingginya harga cabai perekonomian mereka terangkat mungkin jadi kesenjangan sosial. Harga standar Rp 70-80 ribu per kg,” katanya.
Pembibit benih cabai rawit asal Kepung ini mengaku, kalau tingginya harga cabai sementara ini untuk menutup kerugian para petani  yang sejak tiga tahun lalu terdampak letusan Kelud. “Untuk memulihkan perekonomian di masyarakat desa ini,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur Bambang Heriyanto mengimbau agar hasil panenan cabai rawit para petani lebih mengutamakan pemenuhan kebutuhan di Jawa Timur. Begitu pula harga diharapkan tidak setinggi saat ini. Hal ini dikarenakan ketersediaan cukup dan seharusnya harga menjadi stabil.
Hal ini juga bisa dilihat dari data luas areal tanam komoditas sayuran dan buah semusim khusus komoditi cabai rawit Dinas Pertanian Jatim 2016 menyebutkan kalau pada November total ada 6.740 hektare lahan yang ditanami cabai rawit. Seperti Kediri sebesar 1.255 hektare, Blitar 1.603 hektare, dan Mojokerto 1.654 hektare.
Jumlah areal yang ditanam pada November  2016 lalu sebanyak 6.740 hektare maka panen raya yang dihasilkan bisa mencapai 20 ribu ton cabai rawit. Jumlah ini melebihi kebutuhan masyarakat Jawa Timur yang diperkirakan sampai 18 ribu ton cabai rawit. [Rachmad Caesar]

Tags: