Mewaspadai Virus-virus Kapitalisme

Oleh :
Ahmad Ubaidillah
Dosen Ekonomi Syariah pada Fakultas Agama Islam, Universitas Islam Lamongan (UNISLA), Jawa Timur.
Sistem ekonomi kapitalisme kini sudah tidak bisa diandalkan dan dipercaya lagi. Krisis ekonomi yang memporak-porandakan perekonomian Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, yang beberapa waktu lalu sempat menyebar ke penjuru dunia, termasuk Indonesia, adalah bukti yang memantapkan kita betapa sistem`atau ideologi ekonomi kapitalisme itu semakin tidak memberikan kemaslahatan dan kesejahteraan umat manusia. Virus-virus kapitalisme senantiasa menyerang tanpa ampun masyarakat dunia lewat proyek globalisasi ekonomi dan semakin mendapat perlawanan dari masyarakat dunia.
Kemarahan ribuan anak muda yang melakukan demonstrasi tanggal 24 Maret 2018 lalu yang menuntut adanya kontrol senjata, yang hampir sebulan setelah sejumlah teman mereka tertembak dan terbunuh di sebuah SMA di Parkland, Florida, merupakan alasan bahwa kapitalisme perlu selalu diwaspdai. Sikap kehati-hatian terhadap kapitalisme semakin perlu dipupuk manakala kita melihat hasil survei dari Harvard University di tahun 2016 yang menemukan bahwa 51% anak muda Amerika yang berusia 18 sampai 29 tahun tidak lagi mendukung kapitalisme. Hanya 42% yang mengatakan mereka mendukungnya, sementara hanya 19% yang mau menyebut diri mereka kapitalis.
Seperti kita ketahui bahwa sistem kapitalisme yang mempengaruhi masyarakat global dewasa ini dibangun atas dasar iklim persaingan tinggi yang bersifat individualistik-liberalistik. Persaingan ketat antar individu, kelompok, dan negara, tidak hanya pada produk dan jasa semata, tetapi juga persaingan dalam gaya hidup umat manusia. Kehidupan sosial masyarakat akhirnya dikonstruksi oleh gaya hidup yang selalu dibuat berubah dengan tempo yang sangat cepat. Akibatnya, pola pikir kita dalam memandang dunia kehidupan digerakkan oleh hal-hal yang bersifat segera.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme tidak hanya menciptakan produk atau jasa dengan mempertimbangkan nilai fungsional-material, tetapi juga memuja nilai-nilai simbolis-prestis. Kegiatan konsumsi dimuati dengan makna-makna tertentu (prestise, status, kelas) dengan pola dan tempo pengaturan yang tertentu yang pada akhirnya menciptakan budaya konsumerisme.
Mesin kapitalimse global yang bersumber dari negara-negara Barat, yang saat ini sudah mulai menjalar ke negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, nampaknya sudah menjadi virus yang perlu direspons dengan mata waspada. Karena di samping memproduksi barang-barang, kapitalisme juga memproduksi hasrat di baliknya. Barang-barang diproduksi sebagai cara untuk membangkitkan dorongan-dorongan hasrat pada diri mansuia tanpa batas.
Sistem ekonomi kapitalisme global yang mengalir dari satu kawasan ke kawasan lain atau dari negara ke negara lainnya, juga memproduksi energi-energi libido yang beroperasi di balik sebuah produk. Produk yang menyebar ke berbagai kawasan dunia tidak hanya, misalnya body lotion, video klip, slimming master, dan sebagainya tetapi juga kegairahan, kemabukan, kecabulan, dan kebebasan yang ditawarkannya.
Sistem kapitalisme adalah sebuah sistem ekonomi yang dibangun berdasarkan keyakinan laissez faire, yang memberikan kepercayaan penuh pada mekanisme pasar dalam menentukan arah pertumbuhan dengan prinsip pasar bebasnya. Akibatnya, siapa yang kuat, dialah yang menang. Di sinilah kebuasan singa sudah menjadi semangat persaingan.
Parahnya, kapitalisme tidak saja mengubah dunia benda dalam budaya lokal (pasar, restoran, tempa-tempat hiburan dan sebagainya), tetapi juga mengubah dunia tindakan budaya (cara bertindak, tata karma, sopan santun, cara berbicara serta mengubah dunia budaya benda non-benda (sikap, mentalitas, aspirasi, persepsi).
Inilah virus-virus kapitalisme yang perlu kita cermati secara saksama. Ia tak henti-hentinya menghancurkan sendi-sendi kehidupan manusia lewat kesenangan dan kegairahan yang terus-menerus diciptakan, diperbarui, dan didaur-ulang untuk mengelabuhi dan membujuk manusia agar terperangkap ke dalam lingkaran ideologinya.
Mengubah Pandangan Dunia
Segala bentuk ancaman kapitalisme yang bisa merusak umat manusia harus diatasi. Diperlukan pandangan dunia dalam rangka menyelamatkan budaya bangsa kita. Mengubah pandangan dunia menurut Hazel Henderson (1991), futurolog Inggris, dalam bukunya, “Paradigms in Progress: Life Beyond Economics” adalah mengubah paradigma kehidupan sosial itu sendiri. Mengubah pandangan dunia berarti mengubah cara berpikir masyarakat (Indonesia) itu sendiri. Ini artinya bahwa kita perlu memahami berbagai aspek mengenai masyarakat secara mendalam. Misalnya, memahami keyakinan umum yang hidup di dalam masyarakat, yang mengancam masa depan, memahami nilai-nilai individu, dan tujuan individu dan lain sebagainya.
Perubahan pandangan dunia dan cara berpikir tersebut sangat penting karena jalan apa pun menuju masa depan yang berhasil akan ditentukan oleh perubahan mendasar pada persepektif, nilai, dan tindak tanduk individual. Mengubah pandangan dunia berarti mengubah bagaimana pandangan masyarakat tentang makna dan tujuan hidup yang selama ini sangat dibentuk oleh sistem kapitalisme.
Untuk itu, kita perlu melakukan pembelajaran. Pembelajaran bagaimana kita menjalani hidup tidak secara membabi buta. Tidak menerima begitu saja apa-apa yang disodorkan sistem kapitalsime. Kita perlu mengajukan pertanyaan-pertanyaan, mislanya, apa yang berubah dalam hidup kita? Siapa yang mengkonstruksi perubahan itu? Apa skenario perubahannya? Manfaat apa yang kita peroleh dari perubahan itu? Nilai-nilai budaya kita apa yang hilang? Dan perenungan-perenungan kritis-reflektif lainnya.
Di sini kita memerlukan kesadaran yang memunculkan kekritisan. Untuk menumbuhkan kesadaran tersebut, kita memerlukan pembelajaran sosial, yaitu pembelajaran yang melibatkan masyarakat secara keseluruhan, yang diwujudkan lewat memori sosial, diskursus, norma-norma sosial, hukum, pola-pola institusi, memori institusi, persepsi bersama, dan sebagainya.
Ini semua perlu dilakukan mengingat efek gelombang kapitalisme semakin dasyat. Kita musti ingat bahwa virus-virus yang dibawa kapitalisme ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia, tidak hanya membawa perubahan secara fisik, tetapi juga mempengaruhi pola pikir dan cara pandang kita dalam memahami dunia yang terkadang menjauhkan diri dari makna dan tujuan hidup yang mulia.
———- *** ————

Rate this article!
Tags: