Murid Berkarya di Tengah Corona

Oleh:
Yogyantoro
Pendidik dan Penulis Esai-esai Pendidikan

Dalam UU Sisdiknas, Bab II, Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangakan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri dan menjadi warga yang demokratis dan bertanggung jawab. Maka, pemberian ruang yang cukup bagi perkembangan prakarsa, kreatifitas dan kemandirian murid-murid yang disesuaikan dengan minat, bakat, perkembangan fisik dan psikologi mereka adalah salah satu tugas guru. Guru harus menguasai keterampilan dasar mengajar seperti keterampilan mengelola pembelajaran, memberi penguatan dan memilih metode mengajar yang tepat untuk membangun kreatifitas murid.

Di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, murid yang kreatif akan menghasilakn aneka karya yang menjadi bagian dalam authentic assessment (penilaian autentik). Penilaian autentik berguna untuk mengekspresikan prestasi atau performa murid yang ditemukan di dalam praktik dunia nyata. Ini dapat menjadi tugas murid untuk mengukur kemampuan dalam proses pembelajaran dan dapat digunakan sebagai hasil post-test. Selain itu dengan menghasilkan karya-karya nyata, murid akan mendapatkan pengalaman langsung dari pemisahan mata pelajaran yang tidak begitu jelas dalam pembelajaran tematik yang berpusat pada murid ini. Pendekatan tematik pada jenjang SD dan SMP atau akomodasi minat dan bakat pada jenjang SMA dapat terus diperkuat dengan semakin meninggalkan pola eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, menghilangkan tes yang hanya mengukur hasil (tes sumatif) dan menghapus pemberian mata pelajaran yang terpisah.

Pendekatan tematik dan akomodasi minat dan bakat ditambah pula dengan tes yang mengukur hasil dan proses sekaligus (tes formatif) serta penyajian mata pelajaran yang diikat dalam kompetensi inti akan memicu murid berkarya. Dalam learning for life dibutuhkan karya-karya berbentuk praktik, proyek dan keterampilan-keterampilan yang aplikatif. Berbeda dengan learning for school yang hanya bergelut dengan teori, kurikulum dan keterampilan-keterampilan dasar sehingga miskin karya. Murid yang learning for school akan menjadi manusia yang kompetitif tetapi tidak kolaboratif, menjadi manusia yang one-size-fits-all tetapi tidak mampu memenuhi permintaan pasar (on-demand).

Oleh karena itu, diharapkan melalui murid berkarya akan muncul kesadaran akan potensi diri (self-awarness) dari murid dan keterampilan berpikir yang terasah dari pribadi murid tersebut. Lebih-lebih jika tercipta karya yang kolaboratif dalam bentuk pembangunan kerja sama dengan murid lain dan berdampak bagi masyarakat akan membangun keterampilan sosial murid. Pendidikan keterampilan hidup meliputi keterampilan hidup secara umum sebagai mana yang penulis jelaskan di atas dan keterampilan hidup khusus seperti keterampilan akademik dan keterampilan vokasional.

Selanjutnya, dimensi keterampilan yang meliputi mengamati, memahami, menanya, mencoba, menalar dan menyimpulkan ini dapat menggunakan penilaian praktik, proyek dan portofolio. Mengingat bahwa tujuan dari pendidikan keterampilan hidup adalah untuk melatih murid agar mampu mandiri maka perlu perubahan paradigma dari murid diberi tahu menjadi murid mencarai tahu, pendekatan tekstual menjadi penguatan penggunaan pendekatan ilmiah, pembelajaran berbasis konten menjadi pembelajaran berbasis kompetensi, pembelajaran parsial menjadi pembelajaran terpadu, pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menjadi pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multidemensi dan pembelajaran verbalisme menjadi keterampilan aplikatif. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar tetapi belajar itu berbasis pada aneka sumber belajar dengan guru berperan sebagai fasilitator, kolaborator dan inspirator atau pembelajaran berbasis konstruktivistik. Secara teori disebutkan bahwa konstruktivisme yaitu memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensinya dan belajar adalah proses dalam membangun pengetahuan melalui pengalaman nyata dari lapangan.

Teknologi terbaik adalah yang ada di sekitar kita. Pun banyak sumber belajar di lapangan di sekitar kita yang ekonomis, mudah, fleksibel dan sesuai kompetensi dasar yang akan mengurangi beban guru dan kontrol guru yang kaku dan tradisional. Sebaliknya sumber belajar berfungsi meningkatkan produktifitas pembelajaran dan memberikan dasar yang lebih sistematis dan ilmiah. Guru yang kreatif tinggal menetapkan berbagai pendekatan, strategi, model, metode atau teknik pembelajaran. Kesemuanya menggunakan pola pikir yang berpusat pada murid, berjejaring, berbasis tim, berkaidah keterikatan, Adanya kontrol otonomi atau kepercayaan, penyampaian pengetahuan menuju pertukaran pengetahuan dengan pengetahuan disiplin jamak (intradisipliner,interdisipliner, multidisipliner) adalah sebuah keniscayaan. Murid perlu membekali diri dengan kemampuan menyintesis yaitu mengintegrasikan ide dari berbagai disiplin ilmu menjadi satu kesatuan untuk dikomunikasikan kepada orang lain.

Jangan sampai ada yang masih memiliki pemahaman sempit seperti masih beranggapan bahwa ilmu-ilmu eksak atau ilmu-ilmu pasti lebih unggul daripada ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu sains dan teknologi harus berkelindan dengan ilmu sosial-humaniora. Praktik penjurusan seperti IPA-IPS di bangku SMA atau linearitas jurusan di pendidikan tinggi adalah bukan prasasti yang tak boleh diubah atau diganggu gugat. Buku The Third Culture: Beyond The Scientific Revolution mengetengahkan argumen bahwa sudah banyak ilmuwan pengetahuan alam dan teknologi yang piawai menulis untuk publik. Masyarakat sains-teknologi tak dikenal publik karena pemikirannya tak dapat diakses masyarakat awam. Pemelajaran berbasis penalaran atau HOTs (high order thinking skills) mengajarkan kepada murid untuk analisis, evaluatif dan kreatif. Guru dan murid yang penuh kreatifitas adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas karena kreatifitas adalah esensi manusia yang unggul yaitu manusia yang mampu berpikir kritis untuk memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Berkreasilah murid-murid Indonesia. Serentak bergerak, wujudkan Merdeka Belajar!

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: