Pengadaan 16 Ha Tanah Kebun Agung ‘Suram’

Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, M Jauhari

Anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, M Jauhari

Sidoarjo, Bhirawa
Pengadaan tanah 16 hektar di Desa Kebun Agung, Kecamatan Porong, merupakan kecelakaan anggaran, karena lahan untuk tempat pembuangan sampah tersebut mendapat penolakan dari warga Kabupaten Pasuruan.
Demikian dikatakan anggota Komisi C DPRD Sidoarjo, M Jauhari,  Senin (4/1) siang. Menurutnya, warga Pasuruan tidak menginginkan lahan itu dijadikan TPA karena terancam bau sampah menyengat. Lahan yang dibebaskan Pemkab Sidoarjo memang masih berada di wilayah Sidoarjo walaupun secara demografis lebih dekat dengan Pasuruan. Lahan itu diseberang selatan sungai Porong, untuk menuju ke lokasi itu harus melewati Japanan Pasuruan. Atau Pemkab Sidoarjo harus membangun jembatan baru yang ditafsir Rp30 miliar.
Harga pembelian tanah ini tidak sepadan dengan anggaran proyek jembatan. Karena tidak visible maka selama 5 tahun sejak dibeli tanah tersebut tidak dimanfaatkan sama sekali. Pemkab belum memiliki solusi harus bagaimana menindaklanjuti lahan itu.
Masalah tersebut pernah dibahas bersama dengan Pemkab Pasuruan dan Kabupaten Mojokerto, dengan menawarka bagaimana bila tiga daerah ini memanfaatkan bersama tempat sampah Kebun Agung. Syaratnya truk sampah Sidoarjo diijinkan melewati Pasuruan.
Rupanya tawaran ini resistensinya sangat tinggi. Warga serta merta menolak permintaan jalannya dilewati truk sampah. Persoalannya bertambah parah, warga Pasuruan bukan saja menolak jalannya dilewati tetapi juga tidak mau ada TPA sampah  di situ, walaupun lahan itu milik Sidoarjo tetapi yang merasakan bau menyengatnya adalah warga Pasuruan.
“Persoalannya semakin parah saja, kayaknya akan sangat sulit untuk mempertahankan keberadaan TPA Kebun Agung,” kata Jauhari.
Anggota Komisi C, Dhamrony Chudlori, malah menyebut pembelian tanah di Kebun Agung merupakan sebuah kecelakaan besar. “Untuk apa dibeli kalau tidak bisa digunakan,” tegasnya.
Ia mempertanyakan, apakah saat membeli dulu tidak dikordinasikan dengan Bapekab. Apakah menggunakan fesibility study (FS). Tidak bisa lahan dibeli dulu lalu FS diurus belakangan.
“Mana FS nya lalu bagaimana aprasialnya. Kalau ada FS tentunya lahan itu pasti bisa dimanfaatkan. Ia tidak tahu bagaimana lahan itu bisa dibeli tanpa FS,” ujarnya.
Menurut informsi lain, Pemkab Sidoarjo berusaha meloby pemerintah untuk mendapatkan anggaran untuk sanitary landfill. Namun syaratnya Pemkab harus menyediakan tanah dan sarana jalan, pemerintah pusat yang selanjutnya membeayai pembangunan sanitary nya. Rupanya lahan Kebun Agung ini tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan itu. Sebagai upaya lain, Pemkab Sidoarjo tengah mencari lahan baru di Kecamatan Jabon.
Anggota dewan juga mempertanyakan, bila demikian kenapa tidak sejak dulu mencari lahan di Kecamatan Jabon yang sudah memiliki akses jalan darat yang mumpuni. Pertimbangan memilih lahan Kebun Agung merupakan kecelakaan yang untuk ke depan jangan di ulang lagi. Mengingat butuh anggaran yang tidak kecil untuk membeli lahan 16 hektar tersebut.  [hds]

Tags: