Potensi Pertanian Wonosalam Jombang Jadi Atensi Ning Ema

Ning Ema berdialog dengan petani Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Senin (27/12). [arif yulianto/bhirawa]

Jombang, Bhirawa
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) asal Jombang, Ema Umiyyatul Chusnah atau Ning Ema mengunjungi Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Senin (27/12).

Potensi pertanian Kecamatan Wonosalam yang bergeografis pegunungan di lereng Gunung Anjasmoro ini menjadi atensi (perhatian) serius Ning Ema.

Di Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, Ning Ema bertemu dengan para petani setempat. Di antaranya yakni, petani kopi, petani cengkeh, petani porang, petani durian, petani kakau, peternak, petani milenial dan lain-lain.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh para Pejabat Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimcam) Wonosalam, Kabupaten Jombang serta pejabat dari Dinas Pertanian Kabupaten Jombang.

Atensi Ning Ema terhadap potensi pertanian di Kecamatan Wonosalam dibuktikan salah satunya dengan menyerahkan bantuan berupa alat pengolahan kopi bagi dua Kelompoknya Tani (Poktan) di Desa Wonosalam, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang.

“Saya berharap, bantuan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk pengembangan produksi kopi di desa ini,” ungkap Ning Ema. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga mengadakan dialog dengan para petani.

Pada dialog ini terungkap, Ning Ema menyampaikan sejumlah hal. Di antaranya seperti harapannya agar para petani setempat mengembangkan peternakan sapi. Hal ini karena potensi pakan ternak alami di daerah ini melimpah. Mulai dari rumput hingga dedaunan.

Untuk hal itu, Ning Ema juga berkomitmen akan memberikan bantuan sejumlah sapi perah pada tahun 2022 mendatang agar bisa dikelola secara berkelompok dan hasilnya juga bisa untuk pengembangan pertanian kopi yang ada.

“Kopi sudah ada di sini, tentunya budidaya komoditas ini perlu ditingkatkan lagi. Peran PPL dari dinas pertanian sangat diperlukan untuk mendampingi petani,” tandas Ning Ema.

“Jika nanti nanti sudah ada peternakan sapi sudah ada di desa ini, hasil susunya bisa dikolaborasikan dengan hasil pertanian kopi. Bisa dijual kopi susu yang baik kopi maupun susunya dari desa ini,” ujar Ning Ema.

Ning Ema juga mendorong agar para petani yang tergabung di dalam kelompok tani bisa memanfaatkan fasilitas dari pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk petani.

Dengan fasilitas ini kata Ning Ema, petani tidak perlu bingung dalam hal permodalan maupun biaya tunda jual hasil panennya. Mengingat, di waktu-waktu tertentu, petani terpaksa menjual hasil panen kopi, kakau, maupun yang lainnya pada saat harga di pasaran murah, karena petani sedang membutuhkan biaya untuk berproduksi dan untuk biaya hidup.

Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang belakangan ini juga terdapat petani yang membudidayakan porang. Pada awal-awal tanam beberapa waktu yang lalu, harga porang masih cukup tinggi. Namun belakangan, harga jual porang di.tingkat petani sangat turun.

Menurut petani setempat bernama Ruslan, porang di desanya dibudidayakan dengan sistem tumpang sari, dengan tanaman kopi ataupun cengkeh sebagai tanaman utama, dan tanaman porang sebagai tanaman penunjang.

“Saya sangat setuju sekali jika ada tanaman porang. Sebab itu bisa mengurangi gulma seperti rumput. Ini perlu pembinaan. Ini ada halangan karena sebelum panen, harganya turun,” tutur Ruslan.

Menanggapi hal ini, Ning Ema mengatakan, selama ini di Indonesia masih belum ada pabrik pengolahan porang yang langsung memproduksi porang menjadi bahan pangan.

“Di Madiun hanya menampung porang-porang dari petani di Jawa Timur, di sana hanya diproses dalam bentuk chips maupun bubuk. Begitu jadi chips, begitu jadi bubuk, begitu sekarang banyak yang menanam porang, harganya hancur,” ungkap Ning Ema.

“Jadi, kita akan bersuara, bagaimana pemerintah memberikan tata kelola porang. Karena belum ada regulasi tata kelola terkait porang ini, belum di atur,” pungkas Ning Ema. [rif]

Tags: