Ribuan Kader Surabaya Hebat Dipangkas

Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti.

DPRD Surabaya, Bhirawa
Nasib kader kesehatan di Surabaya kian menyedihkan. Setelah belum menerima insentif sejak Januari 2022, mereka tidak lagi tercatat sebagai kader kesehatan, yang berubah nama menjadi Kader Surabaya Hebat.

Hal tersebut diungkapkan Nur, salah seorang kader kesehatan Kelurahan Wonokromo, ketika mengadu ke Wakil Ketua DPRD Surabaya Reni Astuti.

“Kita menyampaikan ke Pak Camat bahwa tidak mempersoalkan besaran insentif. Yang penting bagi kita bisa bermanfaat bagi orang banyak. Tapi jangan kemudian seenaknya begitu, kita tidak masuk menjadi Kader Surabaya Hebat,” jelasnya pada Kamis (24/2).

Wakil Ketua DPRD Surabaya, Reni Astuti, menyayangkan kondisi tersebut. “Hari ini saya menerima aduan ada pemangkasan jumlah kader kesehatan, yang jumlahnya lumayan besar ketika berubah menjadi Kader Surabaya Hebat. Contoh di kelurahan Wonokromo dari sekitar 400an kader menjadi 297 orang. Sedangkan di kelurahan Banyu Urip ada sekitar 150 kader yang tidak lagi mendapatkan SK menjadi kader. Ini menjadi persoalan,” ungkapnya.

Politisi PKS tersebut menambahkan, yang lebih menyedihkan lagi, berdasarkan aduan itu, kader kesehatan yang tidak menjadi Kader Surabaya Hebat, terancam tidak menerima insentif yang belum dibayarkan sejak Januari sampai Februari 2022.

“Karena SK menjadi Kader Surabaya Hebat diterbitkan Januari 2022,” jelasnya.Reni kembali mengungkapkan, data Dinas Kesehatan Kota Surabaya mencatat per 31 Desember 2021, ada sekitar 30.605 kader kesehatan. Dan sekarang diprediksi berkurang antara 20 persen sampai 25 persen, setelah menjadi Kader Surabaya Hebat.

“Dulu kader kesehatan ini kan bermacam-macam, ada kader jumantik, kader posyandu, kader paliatif dan lain-lain. Kemudian ketika pemkot Surabaya dan DPRD menaikkan insentif dari yang semula Rp 28 ribu per bulan menjadi Rp 400 ribu perbulan. Maka dari para kader tersebut dijadikan satu menjadi kader kesehatan agar tidak ada dobel. Namun sekarang malah ada pemangkasan kader kesehatan,” terangnya.

Padahal menurut Reni, semangat pemkot Surabaya bersama DPRD ketika membahas APBD 2022, narasinya memperhatikan kesejahteraan kader kesehatan, dengan menaikkan insentif Rp 400 ribu tiap bulan. Bukan mengurangi jumlah kader kesehatan.

“Kalau memang ada perubahan nama dan tambahan tugas untuk layanan menjadi lebih baik ke masyarakat, ya boleh-boleh saja. Tapi ada hak kader kesehatan dan mereka itu warga Surabaya yang harus diperhatikan,” tegasnya.

Apalagi menurut Reni, beban tugas kader kesehatan bertambah, setelah ada aplikasi Sayang Warga. “Banyak diantara mereka membeli HP untuk membantu masyarakat menginput data. Mereka membayangkan bisa mengganti pembelian HP tersebut dari uang insentif,” ujarnya.

Reni berharap Dinas Kesehatan Kota Surabaya tidak menjalankan, dan mempertimbangkan lagi kebijakan tersebut.”Kader kesehatan selama ini bangga bisa bermanfaat untuk warga. Dan mereka selama ini bekerja dengan gotong royong,” pungkasnya. [dre.hel]

Rate this article!
Tags: