Spirit Kartini dan Cita-Cita Besarnya

Oleh :
Saidah Marifah Mz
Sekretaris Umum HMI Komisariat FITK

R. A. Kartini merupakan salah satu Pahlawan Nasional yang menggelorakan emansipasi perempuan. Dia merupakan perempuan ningrat (bangsawan) yang mengobarkan semangatnya untuk menyuarakan tentang emansipasi perempuan. Saat Kartini berumur 12 tahun, ia ingin sekali melanjutkan pendidikannya hingga tinggi, akan tetapi setelah lulus dari sekolah dasar, keinginannya tersebut ditantang keras oleh orang tuanya, karena saat itu adat istiadat orang jawa apalagi perempuan tidak memiliki hak untuk mengecam pendidikan tinggi, bahkan memiliki hak berpendapat.

Akibat mendapat larangan dari orang tuanya, ia merasa sedih hati karena harus memendam keinginanya untuk melanjutkan pendidikan, serta mengubur dalam cita-cinya, yakni Dokter. Adat istiadat di Jawa saat itu ialah perempuan berumur 12 tahun itu sudah waktunya untuk dipingit dan dinikahkan. Tidak hanya dalam hal pendidikan mereka tidak boleh menentukan pilihan, namun memilih pasangan hidup pun mereka tidak berhak untuk memilih pujaan hati mereka. Sungguh miris, R. A Kartini dan para perempuan lainnya dipingit hingga tiba saatnya untuk dinikahkan.

Namun, semangat seorang Kartini untuk belajar tidak padam begitu saja. Saat dia dipingit, dia sering berkomunikasi dengan sahabatnya yang berada di Belanda. Sahabatnya itu bernama Rosa Abendanon, Kartini diceritakan tentang kemajuan pemikiran para perempuan di negaranya, bahkan mereka memiliki hak yang sama seperti dengan laki-laki. Hal itu membuat Kartini menyadari bahwa betapa tertinggalnya perempuan sebangsanya, Indonesia.

Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad untuk memajukan perempuan sebangsanya, Indonesia. Dan ia berpikir bahwa langkah untuk memajukan para perempuan itu dapat dicapai melalui pendidikan. Untuk merealisasikan keinginan atau cita-citanya itu, Kartini memulainya dengan mendirikan sebuah sekolah untuk para perempuan di daerahnya, Jepara. Sistem pembelajaran yang diberikan di Sekolah tersebut, ialah menjahit, menyulam, memasak dan lain sebagainya. Semuanya itu Kartini lakukan dengan ikhlas dan tidak meminta bayaran alias memberikannya dengan Cuma-Cuma.

Demi cita-cita mulianya itu, Kartini memiliki rencana untuk mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda, supaya dia bisa menjadi pendidik yang lebih baik. Karena kepintarannya dia berhasil mendapatkan beasiswa dari pemerintah Belanda, namun keinginan dan rencananya itu tidak dapat terwujud karena larangan keras dari orang tuanya. Cara mencegah kepergiaanya, orang tuanya pun memaksanya untuk menikah dengan seorang Bupati Rembang, yakni Raden Adipati Joyodiningrat.

Rintangan dan halangan datang silih berganti tidak membuat Krtini menyerah dan putus asa, bahkan pernikahan sekalipun. untuk mewujudkan mimmpinya demi menyelamatkan hakhak perempuan Indonesia. Seusai menikah, dia tetap mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah yang telah didirikannya sebelum menikah. Apa yang telah dilakukannya mendapatkan hasil dan respon yang baik, sehingga banyak perempuan-perempuan mengikuti jejaknya dengan mendirikan “Sekolah Kartini” di tempat mereka masing-masing. Seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan Cirebon.

Semasa hidupnya, Kartini sangat pandai bergaul dan menyukai hal tersebut. Dia memiliki banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa khususnya di negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah Indonesia saat itu. Dia sering mencurahkan isi hatinya tentang keinginannya memajukan perempuan negerinya kepada para sahabatnya. Selain itu, dia sering mengirimkan surat kepada teman-temannya di belanda, yang isi suratnya mengungkapkan spirit dan cita-cita besar Kartini untuk menjunjung persamaan hak antara kaum perempuan dan kaum laki-laki.

Setelah Kartini meninggal, semua surat itu dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah Terang). Segala sesuatu yang terdapat dalam buku tersebut memiliki pengaruh besar dalam membangkitkan semangat dalam mendorong kemajuan perempuan Indonesia, karena isi tulisan tersebut telah menjadi bahan dan sumber motivasi perjuangan bagi kaum perempuan Indonesia di masa yang akan datang.

Betapa luar biasanya spirit perjuangan seorang Kartini dalam memajukan kaum perempuan di Indonesia. Sepatutnya kita semua terus memperjuangkan dan membuktikan bahwa perempuan mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan yang tinggi, menentukan pilihan, tidak diatur-atur, dan lain sebagainnya. Maka janganlah menjadi perempuan yang lemah, bodoh, dan malas, tapi jadilah seperti Kartini, perempuan yang tangguh dan memiliki spirit serta cita-cita yang besar. Jika kita Kartini masa kini, maka katakan Yes untuk persamaan dan kemajuan, katakan No untuk Diskriminasi.

——– *** ———

Rate this article!
Tags: