SPP Naik, Siswa Pilih Berhenti Sekolah

Seperti halnya Febrianto Ardhi Putra yang berhenti menjadi siswa SMKN 8 Surabaya lantaran sering bermasalah. Dia mengaku jarak antara rumah dengan sekolah yang terlalu jauh membuatnya kerap terlambat ke sekolah. “Kalau sudah terlambat pasti dihukum. Dari pada dihukum lebih baik pulang lagi. Jadi sering seperti itu makanya terus keluar sekolah,” ungkap Ardhi.
Fenomena putus sekolah ini menjadi perhatian serius bagi Reni Astuti, anggota Komisi D DPRD Surabaya. Realitas di lapangan seperti ini diakuinya cukup membuat miris. Karena itu, baik pemerintah provinsi maupun kota harus hadir memberikan menjawab dan solusi. “Kebetulan yang kita temukan saat ini hanya di dua RW dalam satu kelurahan. Jangan sampai kondisi ini juga terjadi di wilayah lain di Surabaya,” terang Reni.
Reni menegaskan antara yang menjadi komitmen pemerintah terhadap warga tidak mampu dalam implementasinya masih belum benar-benar tercapai. Sekolah jangan dijadikan satu-satunya kambing hitam jika ada hal seperti ini. Pemerintah harus tetap mendampingi sekolah, tak terkecuali sekolah swasta yang juga membutuhkan biaya operasional. “Harus tetap dicarikan solusi, karena mereka sebenarnya mau sekolah hanya karena tidak mampu,” tutur dia.
Persoalan anak putus sekolah semestinya bisa diantisipasi sejak awal. Karena itu, provinsi perlu mengumpulkan data-data warga tidak mampu yang bisa digali dari sekolah. Tidak selalu harus menunggu menerima laporan dulu tentang anak putus sekolah. “Kalau meragukan temuan kami, silakan cek di lapangan. Saya siap mengantarkan bertemu dengan mereka,” terang Reni.
Tidak hanya pemprov, lanjut Reni, hal ini juga perlu mendapat perhatian dari Pemkot Surabaya yang memiliki kewajiban melindungi warganya.  “Jangan hanya berbicara soal kewenangan. Mereka adalah warga Surabaya yang harus didampingi,” kata Reni.
Pemberian bantuan bagi siswa tidak mampu bukan tidak mungkin dilakukan. Kenyataannya, Pemkot Surabaya juga memberikan bantuan untuk mahasiswa tidak mampu berkuliah. “Itu kan kewenangan Kemenristek-Dikti, bukan kewenangan pemkot,” tegas politisi asal PKS itu.
Mendengar temuan itu, Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim Dr Saiful Rachman membantah fakta itu. Sebab, temuan anggota dewan diakuinya tidak ada laporan sehingga tidak akan diproses. Bahkan menurutnya, anggota dewan Surabaya tidak perlu ikut campur dalam persoalan siswa putus sekolah SMA/SMK. “Kalau tidak ada laporan ya saya anggap tidak ada. Anggota DPRD Surabaya silakan ngurusi SMP dan SD saja,” terang dia.
Saiful menegaskan, wilayah SMA/SMK merupakan urusan milik provinsi. Karena itu, setiap laporan yang akan ditanggapi hanya laporan dari DPRD provinsi dan Dewan Pendidikan provinsi. “Akan tetap kita upayakan jika ada anak putus sekolah. Karena itu memang tanggung jawab kami,” tegas Saiful. [tam]

Tags: