Oleh sebab itulah, setiap orang tua dan anak berhak mendapatkan informasi yang memadai dan komprehensif sebelum memutuskan anaknya ikut PTM. Prinsip kehati-hatian harus tetap menjadi perhatian bersama, sehingga apapun bentuknya tindahkan gegabah terkait pengabaian protokol kesehatan patut menjadi kekhawatiran, sekaligus kehati-hatian publik bersama.
Terlebih, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, menyarankan bahwa untuk memastikan PTM terbatas di wilayah PPKM level 1-3 harus tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian, serta kesehatan dan keselamatan seluruh insan pendidikan dan keluarganya. Begitupun, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) juga sangat mengajurkan pentingnya persetujuan atau izin dari orang tua guna PTM Terbatas di sekolah, termasuk syarat untuk menuntaskan vaksinasi anak dan guru serta pemenuhan Daftar Periksa sarana-prasarana pendukung protokol kesehatan, (Kompas, 23/8/2021).
Merujuk data Kementerian Kesehatan per 19 Agustus menunjukkan, baru 2,55 juta anak disuntik dosis pertama yang secara prosentase mencapai 9,6 persen. Sedangkan, untuk dosis kedua baru 1,16 juta. Padahal, sasaran vaksinasi anak usia 12-17 tahun sendiri sebanyak 26,7 juta. Itu artinya, progres vaksinasi anak usia 12-17 secara nasional masihlah lambat. Dilanjutkan, Data dasbor per Minggu, 22 Agustus, menunjukkan baru 57,68 persen atau 309.709 sekolah seluruh Indonesia yang mengisi daftar periksa. Sisanya, 42,32 persen atau 227.191 sekolah belum mengisi. Padahal, idealnya vaksinasi anak harus tuntas sebelum pelaksanaan PTM Terbatas. Berangkat dari kenyataan itulah, keterbukaan soal kesiapan PTM terbatas urgen untuk terhadirkan guna mengantisipasi penyebaran dan penularan covid-19 di tengah pelaksanaan PTM terbatas.
Asri Kusuma Dewanti
Dosen FKIP Universitas Muhammadiyah Malang