Aktivis Pasuruan saat aksi demo telanjang dada di depan gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Senin (8/5). [Bhirawa/Hilmi Husain]
Aktivis Pasuruan menggelar aksi demo telanjang dada di depan gedung DPRD Kabupaten Pasuruan, Senin (8/5). Aksi telanjang dada tersebut sebagai bentuk penolakan atas disahkannya Peraturan Daerah (Perda) terkait Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Pengesahan Raperda RTRW dinilai hanya akal-akalan dan sarat akan titipan.
Pengesahan RTRW akan dijadwalkan pada Senin (8/5, kemarin, red) di ruang rapat Paripurna di DPRD Kabupaten Pasuruan.
Direktur Pusat Study dan Avokasi Kebijakan Publik (PUSAKA) Kabupaten Pasuruan, Lujeng Sudarto menyatakan aksi telanjang dada dikarenakan anggota DPRD Kabupaten Pasuruan tidak ada keterbukaan.
“Aksi telanjang dada ini agar DPRD Kabupaten Pasuruan terbuka dalam membahas Raperda RTRW. Yang kita inginkan adalah pengesahan Raperda RTRW ditunda. Sebab, terkesan tidak dibahas secara terbuka, terlalu dipaksakan serta sarat titipan koorporasi. Termasuk, ini sebagai alat untuk menjarah sumber daya alam di Kabupaten Pasuruan,” teriak Lujeng Sudarto.
Selain itu, dalam raperda RTRW, ada hal fundamental yang hilang. Seperti, poin sanksi penindakan hukum bagi para pelanggar tata ruang tata wilayah.
Ia mempertanyakan hilangnya poin tersebut. Apabila memang dihapuskan, nantinya akan banyak pelanggaran tata ruang dan akan merugikan Kabupaten Pasuruan sendiri.
“Saya meminta agar raperda RTRW ini dievaluasi dan dikaji kembali. Saya menegaskan tidak menolak masuknya investasi di Kabupaten Pasuruan dan mendukung adanya investasi yang ramah tidak merusak lingkungan,” kata Lujeng Sudarto.
Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Pasuruan, HM Sudiono Fauzan menyatakan ia akan melakukan evaluasi terlebih dahulu. Evaluasi akan dilakukan bersama para fraksi dan tim pansus.
“Kami akan evaluasi bersama fraksi-fraksi dan Tim Pansus DPRD Kabupaten Pasuruan,” kata Mas Dion, sapaan akrabnya. [Hil.gat]
