APBD Kurang Optimis

Foto Ilustrasi

Profil dan postur R-APBD perubahan tahun 2024, di-konstruksi menyusut dibanding tahun-tahun sebelumnya. Bagai bergerak mundur 5 tahun. Padahal sejak tahun 2021, perekonomian nasional (dan Jawa Timur) tumbuh positif. Hanya pada tahun 2020, perekonomian nasional terkontraksi sebesar (minus) 2,07%, karena kelelap pandemi. Ironisnya, Gubernur mengakui terdapat sembilan kendala Pembangunan Jawa Timur. Mulai rendahnya produktivitas dan nilai tambah sumber daya lokal. Sampai belum optimalnya data penanganan gangguan trantibum.

Pada Nota Keuangan tahun 2024, Gubernur mengakui adanya permasalahan pembangunan yang masih harus dituntaskan. Antara lain, belum meratanya infrastruktur pelayanan dasar publik. Serta konektivitas antar-daerah (pada pusat-pusat pertumbuhan daerah). Khususnya didaerah pesisir selatan Jawa, desa-desa di pegunungan dan Kepulauan. Juga diakui kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih rendah.

Tergambar dalam angka Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Jawa Timur sebagai yang terendah se-Propinsi Jawa dan Bali. Ditambah masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka prevalensi stunting. Bahkan Jawa Timur masih harus menuntaskan problem konflik sosial. Ada gangguan hoax yang berpotensi menyulut tawur sosial. Serta munculnya masalah sosial ke-kini-an. Yakni, geng motor, tawur suporter sepakbola, dan perseteruan perguruan silat.

Problem sosial harus diakui, tak kalah pelik dibanding angka-angka fiskal, moneter, dan statistik. Namun per-angka-an problem sosial bisa diselesaikan melalui penegakan hukum, dengan melibatkan peran tokoh masyarakat, dan tokoh agama. Masyarakat Jawa Timur yang dikenal masih cukup agamis, bisa diajak bersama (partisipasi) menguatkan ke-saleh-an sosial. Bahkan keguyuban dan ke-saleh-an sosial bisa berkait erat dengan “berkah” ke-ekonomi-an.

Misalnya pada setiap bulan Ramadhan, dan berbagai peringatan hari besar keagamaan. Faktanya, belanja masyarakat mencatat rekor tertinggi pada bulan Ramadhan. Sedangkan Komponen PK-RT (Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga) selama ini mendominasi perekonomian nasional. Kontribusinya sebesar 61,23%. Begitu pula pada even Hari Raya Idul Ad-ha, dengan penyembelihan hewan ternak kurban. Serta penyelenggaraan even Maulid Nabi SAW, menjadi penyokong ekonomi kreatif.

Tahun 2023 perekonomian Jawa Timur tumbuh sebesar 5,24%, tertinggi seantero pulau Jawa. Seharusnya bisa mencatatkan postur APBD yang lebih besar, termasuk berani defisit besar. Tetapi plafon Belanja Daerah hanya dipagu Rp 31,061 trilyun. Sehingga defisit hanya sebesar Rp 2,146 trilyun (7,42%). Jika dibanding PDRB Jawa Timur, angka defiit hanya 0,0029%. Tidak berarti.

Andai dicanangkan defisit lebih besar, sampai di atas 12% mtotal APBD, niscaya pemerintah bisa berbuat lebih banyak. Defisit besar, bukan problem yang rumit. Ketika P-APBD 2023 dikonstruksi defisit sebesar Rp 3,910 trilyun, “pasti” bisa ditutup. Berdasar pengalaman ke-APBD-an tahun 2022, terdapat Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp 4,446 trilyun. Sehingga defisit dalam P-APBD tahun 2023, bisa ditutup tanpa menambah utang. Cukup dengan penghematan rutin.

Maka APBD 2024 patut dikonstruksi defisit besar. Belanja Daerah yang memadai, diperlukan untuk menopang ketahanan perekonomian daerah pada resesi global. Sebagai fasilitasi perekonomian pasca-pandemi. Terutama keberpihakan lebih besar (dan nyata) melalui program karitatif kerakyatan. Termasuk berbagai hibah pemerintah propinsi kepada kelompok masyarakat. khususnya petani, nelayan, peternak, serta pelaku IKM, dan UMKM.

Lebih lagi masyarakat di pedesaan baru saja melepas trauma PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), yang mendera perekonomian tingkat grass-root. Saat ini seluruh masyarakat menghadapi dampak musim kemarau ekstrem. Harga pangan (terutama beras, dan jagung) melonjak. Pemerintah daerah perlu mengendalikan tataniaga pangan yang bermutu, dan harga terjangkau. Sesuai mandat konstitusi.

——— 000 ———

Rate this article!
APBD Kurang Optimis,5 / 5 ( 1votes )
Tags: