Berharap UMR Naik

Tidak mudah menghitung kelayakan upah pada pasca pandemi, bagai menghadapi buah simalakama. Sesuai realita perekonomian, upah buruh harus dikalkulasi naik sekitar 6 hingga 11%. Karena pertumbuhan ekonomi mulai positif (meningkat), dan laju inflasi juga cukup melejit (sampai 5,7%). Sehingga mem-pagu rendah upah buruh tidak sesuai realita perekonomian nasional. Sekaligus semakin menyusutkan daya beli. Bisa berujung penurunan konsumsi masyarakat.

Berdasar sigi BPS (Badan Pusat Statistik), hingga September 2022, tercatat terdapat sebanyak 146,62 juta angkatan kerja. Yang sudah bekerja sebanyak 138,63 juta orang. Terinci, sebanyak 83,340 juta (60,12%), yang tekun menggeluti usaha mikro dan ultra-mikro (UMUM). Serta pekerja pada unit-unit industri kecil skala rumahan. Dengan tingkat perekonomian (mayoritas) pekerja sektor informal belum sejahtera. Sedangkan yang bekerja pada sektor formal sebanyak 55,060 juta orang (40,70% total angkatan kerja).

BPS juga mencatat rata-rata upah buru per-Pebruaru 2023, sebesar Rp 2,94 juta (naik tipis 1,8% dibanding tahun sebelumnya. Rinciannya, upah buruh laki-laki sebesar Rp 3,23 juta, sedangkan buruh Perempuan sebesar Rp 2,42 juta. Sebagian daerah memiliki upah buruh cukup tinggi. Antara lain sekitar Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). UMR tertinggi tercatat di Bekasi raya, sebesar Rp 5,1 juta. Disusul Jakarta sebesar Rp 4,9 juta.

Upah buruh yang memadai diharapkan bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi. Bahkan menjadi penggerak utama perekonomian dalam negeri. Termasuk sokongan pekerja pada sektor informal. Juga dari pekerja sektor formal, dan belanja kalangan PNS (Pegawai Negeri Sipil). Sebanyak 3,99 juta orang PNS, seluruhnya telah masuk kategori sejahtera, dan memiliki “ekstra” gaji ke-13, dan gaji ke-14. Bisa menyokong pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Tetapi buruh belum menentu.

Pada pelaksanaan May Day (demo buruh) 2023, diusulkan kenaikan upah sebesar 15%. Tetapi belum disetujui kalangan pengusaha, terutama berkait pertumbuhan ekonomi, serta suasana perbankan global. Faktor perbankan masih sangat krusial, karena menyangkut bunga kredit. Sehingga tidak mudah menetapkan umah minimum propinsi (UMP). Karena selalu terjadi perdebatan, berkait “kepantasan” kenaikan. Biasanya, pemerintah daerah (Propinsi serta Kabupaten dan Kota), cukup berdasar regulasi formal.

Penetapan upah kini memiliki payung hukum lebih kokoh. Yakni, PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Namun menurut Dewan Pengupahan Nasional, tidak cukup (dan tidak adil). Sehingga perlu ada tambahan. Tetapi setiap propinsi berbeda, bergantung pada pertumbuhan ekonomi. Misalnya, tahun 2023 terdapat kenaikan UMP Jawa Timur naik sebesar 7,8% dibanding tahun UMP 2022. Sehingga nominal UMK Surabaya, menjadi sebesar Rp 4.5525.479,- (tertinggi). Sedangkan UMK terendah terjadi di Sampang, Madura, sebesar Rp 2.114.335,-

Penghitungan nominal penetapan UMP, terdapat dalam pasal 25 PP Nomor 36 Tahun 2021 Tentang Pengupahan. Dalam ayat (3), dinyatakan, “meliputi pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi pada kabupaten (dan kota) yang bersangkutan.” Persengektaan biasa terjadi, dalam menafsirkan PP Tentang Pengupahan, terutama berkait frasa “pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi.” Kalangan pengusaha menafsirkan secara tekstual, karena terdapat kata “atau.”

Sedangkan kalangan buruh ingin menggunakan ukuran kenaikan UMP berdasar pertumbuhan ekonomi, sekaligus juga inflasi. Kenaikan UMP selaras pertumbuhan ekonomi, merupakan kepatutan dalam hubungan kerja. Sedangkan inflasi, menjadi keharusan penyesuian. Karena akibat inflasi nilai upah terasa menyusut.

Sengketa upah buruh setiap tahun, cukup ironis. Karena hak buruh dijamin konstitusi. Upah buruh yang layak, niscaya bisa meningkatkan konsumsi rumah tangga. Berujung sebagai “pendinginan” sosial dampak resesi global.

——— 000 ———

Rate this article!
Berharap UMR Naik,5 / 5 ( 1votes )
Tags: