Dorong Penyerapan Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

Ruang gerak kerja penyandang disabilitas hingga kini terus menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah yang mesti diselesaikan secara arif dan bijak, pasalnya penyadang disabilitas tersebut sejatinya mempunyai hak yang setara dengan orang lain. Meski begitu, diskriminasi masih kerap dirasakan karena mereka dianggap tidak mandiri. Demi mencapai kemandirian, penyandang disabilitas melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan keterampilan sosial.

Namum, kurang tersedianya lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas membuat penyandang disabilitas lebih memilih untuk bekerja pada sektor usaha. Melihat kenyataan yang demikian, maka sudah saatnya pemerintah bisa bener-bener memiliki andil bisa memediasi tentang upaya mewujudkan kemandirian penyandang disabilitas agar bisa melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan keterampilan sosial tanpa ada unsur diskriminatif.

Minimal pemerintah bisa konsisten mampu memberdayakan penyandang disabilitas sesuai regulasi UU No. 8 tahun 2016, instansi maupun perusahan yang berada dibawah naungan pemerintah wajib memenuhi kuota 2% penyerapan tenaga kerja disabilitas dan 1% untuk perusahaan swasta. Pasalnya, survei Angkatan Kerja Nasional atau Sakernas BPS tahun 2021 menyebutkan dari 16,5 juta jiwa penyandang disabilitas, hanya 7,6 juta jiwa yang terserap dalam dunia kerja. Dilanjutkan, data Kementerian Tenaga Kerja mencatat, ada 1,73% perusahaan yang merekrut dan mempekerjakan penyandang disabilitas. Sedangkan dari 1,73% itu berjumlah 969 perusahaan yang menerima pekerja dari penyandang disabilitas. Dan data Kementerian Tenaga Kerja, hanya 0,02% atau 3.433 tenaga kerja disabilitas yang terserap ke pasar kerja, (Kompas, 26/3/2023)

Data tersebut, terlihat jelas bahwa di negeri ini masih sangat minim serapan tenaga kerja penyandang disabilitasnya. Salah satu masalahnya adalah masih banyak adanya stigma masyarakat, bahwa penyandang disabilitas kurang bisa beradaptasi sehingga kurang produktif. Stigma yang kurang positif itulah mestinya yang harus diluruskan agar tidak menghambat terciptanya sistem ketenagakerjaan inklusi. Pemerintah pun perlu terus mendorong semua pihak baik di lingkungan pemerintah, dunia kerja dan dunia usaha agar bisa memberikan kesempatan dan melibatkan penyandang disabilitas di lingkungan kerja tanpa harus ada unsur diskriminatif.

Muhammad Yusuf
Dosen PPKn Universitas Muhammadiyah Malang.

Tags: