KUA Semua Agama

Kementerian Agama sedang mempersiapkan KUA (Kantor Urusan agama) sebagai ruang publik seluruh agama-agama. Termasuk pencatatan nikah seluruh agama. Serta menjadi tempat ibadah sementara seluruh agama-agama. Termasuk Budha, dan Konghucu. Bahkan bisa jadi, KUA untuk semua agama akan menjadi “pintu gerbang” penyatuan administrasi publik umat beragama. Namun terdapat beberapa regulasi dan “budaya” yang harus diubah berkait ke-KUA-an. Termasuk Kepala KUA bisa dijabat ASN non-muslim.

Hingga saat ini KUA masih khusus untuk umat Islam. Serta berkait langsung dengan UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Pada tataran regulasi masih terdapat pemisahan pencatatan perkawinan, khususnya terhadap pasangan di luar agama Islam. Harus diakui beberapa norma aturan dalam UU Perkawinan sebagian besar berdasar pada paradigma (syariat) Islam. Terutama pada pada pasal 8, berkait Larangan Perkawinan. Hampir seluruhnya merupakan ajaran syariat Islam, yang bisa jadi berbeda dengan agama lain.

Selain berkait dengan UU Perkawinan, juga terdapat beberapa regulasi lain yang harus diperbaiki. Terutama Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pada Bab II pasal 2 ayat (1), dinyatakan bahwa “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat … tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.”

Jika KUA akan menjadi “rumah tunggal” administrasi publik, maka beberapa frasa kata yang menunjukkan perbedaan agama, tidak diperlukan lagi. Begitu pula, norma PP pada Bab II pasal 2 ayat (2), dinyatakan, “Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.”

Bahkan beberapa Peraturan Menteri Agama (PMA) juga perlu direvisi total. Termasuk PMA Nomor 20 Tahun 2019, yang mengatur pencatatan pernikahan. Serta PMA Nomor 34 Tahun 2016 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Urusan Agama di tingkat Kecamatan. Pada Bab I Pasal 1 ayat (1) dinyatakan, bahwa KUA berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.

Jika KUA bersifat umum (untuk semua agama), maka KUA harus dikeluarkan dari struktur dalam Direktorat Jenderaal Bimbingan Masyarakat Islam. Tidak mudah. Karena dibutuhkan re-organisasi struktural pada Kementerian Agama. Sekaligus reorientasi tupoksi (tugas pokok dan fungsi) KUA. Bisa jadi, diperlukan Direktorat Jenderal (Ditjen) baru, yang menjadi induk KUA dengan berbagai paradigma baru. Termasuk merevisi 10 tusi (tugas dan fungsi) KUA. Di dalamnya terdapat tugas “bimbingan masyarakat Islam.”

Tetapi meng-inovasi KUA untuk semua agama, merupakan gagasan cemerlang, yang harus segera dimulai. Telah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia yang berlandaskan Pancasila. Walau tetap mempertimbangkan ke-mayoritas-an mutlak altar keagamaan di Indonesia. Namun beragam agama di Indonesia telah menjadi factor jalinan “keguyuban” sosial. Seperti ditunjukkan pada penyelenggaraan forum R-20 di Bali, awal November 2022.

Di “tanah Hindu” itu pula diselenggarakan Religion-20, yang digagas PBNU (organisasi muslim terbesar di dunia). Sekaligus dihadiri Muslim World League MWL, Liga Muslim Dunia). Pemimpin agama-agama di dunia berada di Nusa Dua, Bali, meng-gagas solusi agama sebagai penyelesaian masalah global. Maka gagasan KUA sebagai ruang administrasi publik seluruh agama, sangat wajar.

Tidak sulit mewujudkan jabatan Kepala Kantor Menag Kabupaten (dan Kepala KUA) beragama Hindu, di Bali. Serta Kepala KUA beragama Budha (Konghucu) di Singkawang, di Kalimantan Barat.

——— 000 ———

Rate this article!
KUA Semua Agama,5 / 5 ( 1votes )
Tags: