Lahar Dingin Kelud Ancam Permukiman Warga

Potensi Hujan Masih Tinggi
Malang, Bhirawa
Lahar dingin masih mengancam di daerah aliran sungai yang berhulu di Gunung Kelud. Pasalnya, potensi hujan dengan intensitas rendah, sedang, hingga tinggi diprediksi masih akan terjadi hingga sepekan ke depan.
Kepala Seksi Observasi, Analisa, dan Informasi BMKG Karangploso Malang, Rahmatullah Aji menjelaskan, hujan diprediksi terus mengguyur terutama di dataran tinggi seperti daerah sekitar Gunung Kelud, Ngantang, Pujon, Kediri serta Blitar.  “Hujan dikhawatirkan membawa longsoran material vulkanik sehingga warga harus waspada,” kata Rahmatullah , Rabu (19/2).
Menurutnya, curah hujan tidak merata dan tersebar di beberapa titik, tergantung titik-titik awan yang berkumpul di kawasan itu. Kecepatan angin masih normal di kisaran 30 kilometer per jam.
Sementara itu, ratusan warga Dusun Selangon, Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang, masih terisolir karena jembatan dusun putus diterjang banjir lahar dingin sejak Selasa malam. Kabid Tanggap Darurat BPBD Kabupaten Malang Bagyo Setyono, mengatakan ada 312 warga di Dusun Selangon. Mereka berada di titik aman dari erupsi Kelud, tapi warga tidak bisa keluar karena jembatan putus. “Petugas sudah mencari jalur alternatif untuk memasok logistik,” kata Bagyo.
Untuk diketahui ancaman lahar dingin dari sisa erupsi Gunung Kelud benar-benar terjadi. Usai hujan deras selama dua jam Selasa malam, lahar dingin menerjang sejumlah daerah di Blitar, Kediri, Malang.
Sementara itu puluhan pengungsi erupsi Gunung Kelud yang berada di Posko Gedung Kesenian memaksakan diri kembali ke kampung halamannya, Rabu (19/2). Petugas BPBD Kota Batu tak kuasa mencegah dan melarang niat warga tersebut. Saat ini masih banyak aliran lahar dingin yang telah menyebabkan terjadinya banjir bandang di sejumlah titik.
Catatan di petugas BPBD Posko Gedung Kesenian, ada sekitar 39 orang yang memaksakan diri untuk pulang dan meninggalkan gedung kesenian. Mereka adalah warga Desa Ngantru, Desa Sukoanyar, Desa Mulyorejo, dan Desa Sumber Agung. “Mereka  sudah ingin sekali melihat rumah mereka dan segera ingin memperbaikinya. Dari warga yang pulang tersebut, 23 orang di antaranya adalah perempuan,”ujar Endik Suhadi, petugas BPBD sekaligus Kordinator Posko Gedung Kesenian.
Sebenarnya, kata Endik, pihaknya sudah melarang keinginan dari pengungsi untuk pulang ke kampong halaman. Karena selain status Gunung Kelud belum aman, saat ini juga banyak terjadi banjir lahar dingin di sejumlah titik. “Kita mencoba menahan para pengungsi agar tidak pulang terlebih dahulu. Bahkan kita (petugas posko-red) sempat engkel-engkelan (debat-red) dengan pengungsi,”tambah Endik.
Bahkan tanpa sepengetahuan petugas, beberapa pengungsi telah mendatangkan mobil pikap untuk mengangkut dan membawa pulang barang-barang milik mereka. Barang yang telah terangkut pulang juga menjadi alasan bagi pengungsi untuk pulang. Ketika pengungsi berpamitan, mereka juga mengatakan bahwa barang mereka sudah tidak berada di posko lagi.
Akhirnya, Slamet Supriyadi yang menjadi kordinator pengungsi diminta untuk membuat surat pernyataan. Isinya, yang bersangkutan siap bertanggung jawab jika pasca kepulangan ini terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap pengungsi. Artinya, pengungsi bersangkutan tidak boleh menuntut petugas BPBD jika terjadi hal yang tidak diinginkan ketika telah berada di kampung halaman.
Sehari sebelumnya, juga ada 3 keluarga asal Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, yang berniat untuk pulang ke kampung halaman. Namun atas penjelasan dari petugas, niat tersebut masih bisa dicegah sehingga mereka membatalkan niatnya.
Saat ini jumlah pengungsi di Gedung Kesenian berjumlah 523 orang. Jumlah ini sudah berkurang banyak dari sebelumnya yang berjumlah 1.150 orang. Namun berkurangnya jumlah ini tidak disebabkan para pengungsi telah kembali ke kampung halaman. Namun mereka lebih memilih untuk pergi ke rumah-rumah sanak saudara yang lokasinya aman dari dampak letusan Gunung Kelud.
Lansia Meninggal di Pengungsian
Sementara itu, Kasiyem (90) seorang pengungsi letusan Gunung Kelud asal Desa Puthukrejo, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar meninggal dunia di lokasi pengungsian. Diduga kematian korban akibat buruknya pelayanan kesehatan di pengungsian. “Korban meninggal dunia sekitar pukul 05.30. Oleh keluarga jenazah langsung dibawa pulang,” ujar Giat, salah seorang anggota Tagana yang bertugas di lokasi, Rabu (19/2).
Korban dibawa ke pengungsian sejak Kamis 13 Februari malam, saat Kelud berstatus Awas atau sekitar satu jam sebelum Kelud erupsi hebat. Kondisinya, kata Giat, memang sudah sakit, kedua kakinya bengkak dan tidak bisa digerakkan. Setiap hari Kasiyem hanya tergolek di pembaringan. “Informasi yang diberikan keluarga, korban memiliki riwayat penyakit kencing manis (diabetes),” terangnya.
Hidup bersama ratusan pengungsi, kondisi kesehatan korban semakin parah. Diduga hal itu dipicu buruknya pelayanan kesehatan yang diberikan petugas. Menurut Giat, para pengungsi hanya dicukupi makanannya. Namun kesehatannya tidak diperhatikan. “Yang merawat korban ya anak-anaknya sendiri. Tentunya karena di pengungsian, perawatan itu ala kadarnya,” jelas Giat yang setiap hari lebih banyak berada di dapur umum. Seperti diketahui, di wilayah Kecamatan Gandusari ada dua titik posko evakuasi, yakni Posko Slumbung dan Posko Semen. Hingga saat ini masih tersisa sebanyak 62 pengungsi yang tetap bertahan sejak Kelud erupsi. Sementara yang lain kembali ke penampungan pada malam hari. Hal itu mengingat Kelud masih berstatus Awas.  [nas.htn]

Tags: