Mendagri Akui Pilkada Serentak Lebih Mahal

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo

Jakarta, Bhirawa
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo mengungkapkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan dilaksanakan 9 Desember 2015 masih lebih mahal dibandingkan dengan pelaksanaannya tidak serentak seperti sebelumnya.
“Biaya Pilkada serentak ini lebih mahal dibanding tidak serentak, dengan menghabiskan anggaran sekitar hampir Rp 7 triliun untuk 269 daerah,” kata Tjahjo di sela-sela acara Rapat Koordinasi Nasional Pilkada 2015 di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan, dalam Pilkada serentak tahun ini, aspek efektivitas terpenuhi namun dari sisi efisiensi belum tercapai dikarenakan tingginya biaya.
Namun perihal inefisiensi itu dapat dimengerti karena beberapa daerah yang dijadwalkan menggelar pesta rakyat tingkat daerah tersebut minim akses.
“KPU menganggarkan biaya cukup tinggi terutama untuk sejumlah daerah yang secara geografis tergolong sulit akses seperti papua, maluku, maluku utara yang membutuhkan anggaran lebih untuk disitribusi,” ujarnya.
Ketika ditanya mengapa pemerintah memilih untuk menggelar Pilkada serentak, padahal biaya yang harus dikeluarkan lebih tinggi dibanding terpisah, Tjahjo mengatakan, tujuannya membuat siklus pemerintahan secara nasional dan daerah bisa berjalan dengan baik dan teratur.
“Ini untuk efektivitas. Kalau pelantikan presiden dimulai tanggal 20 Oktober maka akan sangat baik Pilkada berakhir atau pergantiannya di bulan-bulan Oktober,” kata Tjahjo.
Selain itu, Mendagri juga menambahkan ada juga pertimbangan penyusunan APBD dan pelaksanaan program, lalu persiapan pertanggungjawaban bulan November hingga Desember yang dalam lima tahun belakangan ini tingkat pusat sampai daerah sama.
“Kalau sekarang ini kan enggak, masih terpotong-potong. Maka tahun 2027 Pilkada akan serentak secara nasional. Seharusnya nanti tambah efisien, karena Pilkada prov, kabupaten/kota bersamaan,” ujar Tjahjo menambahkan.
Belum Semua Daerah Sepakati Penggunaan NPHD
Dikesempatan yang sama Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan belum semua daerah mencapai kata sepakat dalam penggunaan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) antara Pemda dan KPUD untuk melaksanakan Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak pada 9 Desember 2015.
“Memang beberapa daerah ada yang belum sepakat NPHD maka dari itu kita kumpulkan hari ini dalam rangka mendorong untuk sesegera mungkin mencapai kesepahaman, supaya pembayaran kepada KPUD tepat waktu dan tahapannya berjalan,” kata Tjahjo setelah acara Rapat Koordinasi Pilkada Serentak di Gedung Balai Kartini, Jakarta, Senin.
Ketika ditanya apa penyebab belum dicapainya kata sepakat antara Pemda dan KPUD terkait anggaran tersebut terkait anggaran NPHD, Tjahjo mengatakan hal tersebut akan dirundingkan dan dievaluasi dimana letak permasalahannya.
“Contohnya satu provinsi dengan Pilkada serentak kan harusnya lebih murah. Tapi ternyata tiga kali lipat ini kan tidak masuk akal sehingga perlu evaluasi mana saja yang perlu disisir dan dihilangkan,” ujarnya.
Sementara itu pihak Komisi Pemilihan Umum mengungkapkan baru ada 46 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2015 mendatang menyepakati penggunaan NPHD antara Pemda dan KPUD.
“Yang sudah tandatangan NPHD ada 46 daerah sedangkan yang belum ada kesepakatan antara KPUD dan Pemda ada 42 daerah,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik.
Hal tersebut dikarenakan, Husni mengatakan di daerah yang belum mencapai kesepakatan tersebut terutama karena beberapa Pemerintah Daerah akhir masa jabatan (AMJ) jatuh pada awal tahun 2016.
Maka dari itu dia berharap melalui Rakornas yang dihadiri oleh beberapa pihak yang berwenang, termasuk 269 daerah peserta Pilkada untuk dapat segera menyelesaikan persoalan anggaran ini.
“Mudah-mudahan setelah Rakor menjadi jelas dan daerah yang belum segera tandatangani NPHD mengingat urgensitasnya,” ujarnya.
Husni pun berharap persoalan anggaran bisa segera diselesaikan tepat pada waktunya agar tidak menganggu proses tahapan pilkada yang telah dimulai di beberapa daerah.
“Sampai dengan PPK dan PPS selesai direkrut anggaran harus ada, karena mereka tidak mungkin berjalan tanpa anggaran. Sementara anggaran rutin dari APBN kan tidak ada,” ujar Husni.[ant.ira]

Tags: