Merasa Diteror, P4MU Laporkan SPSI ke Komnas HAM

Surabaya, Bhirawa
Perhimpunan Perawatan Penderita Penyakit Mata Undaan Surabaya (P4MU) berencana melaporkan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia Jawa Timur (SPSI Jatim) ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Laporan tersebut akan dilayangkan lantaran P4MU merasa mendapat teror dalam bentuk aksi massa atau demo oleh anggota SPSI di kediaman pribadi pengurus P4MU dan di Rumah Sakit Mata Undaan pada 22 – 23 Desember 2021.

Ketua P4MU Arif Afandi mengatakan, dirinya dan para pengurus P4MU sangat menyesali adanya aksi demo yang dilakukan di kediaman pribadi pengurus P4MU, bahkan di RS. Karena sebagaimana aturan yang berlaku, demo hanya boleh dilakukan di muka umum dan fasilitas umum atau pejabat publik. Ia menyayangkan tindakan demo itu yang sangat merugikan pengurus P4MU.

“Anggota kami ini kebanyakan sudah berusia lanjut. Bahkan ada yang berusia 80 tahun, ada juga yang menderita penyakit jantung. Jelas ini sangat mengganggu kami sebagai warga sipil. Teror ini menyerang pribadi, keluarga, dan ketertiban umum di sekitar rumah kami. Kami juga sudah melaporkan ke Polrestabes Surabaya,” ujar Arif Afandi, Minggu 26 Desember 2021.

Menurutnya, sangat tak pantas jika SPSI melakukan aksi demo di rumah pribadi. Apalagi ketika demo tersebut, sempat ‘njujuk’ ke rumah dinas dosen ITS Surabaya. Padahal saat itu, sedang ada kunjungan pejabat negara ke kampus tersebut. Menurut pengakuan Arif, pengurus P4MU yang berdomisili di rumdos ITS itu kaget bukan main. Sampai-sampai ITS agar tak malu di depan pejabat negara, langsung memfasilitasi pertemuan SPSI dengan pengurus P4MU di rumdos itu.

“Sampai itu pengurus RT RW dan tetangga menanyakan, ada apa ini kok tiba-tiba ramai. Nah pengurus kami dipanggil dan difasilitasi untuk bertemu. Di pertemuan itu, malah dipaksa untuk menandatangani dokumen yang tak pernah mau ia tanda tangani. Tapi kami ucapkan terima kasih kepada Kepolisian Polrestabes Surabaya yang telah mengamankan dan menjaga rumah para pengurus P4MU agar tak terjadi tindakan anarkisme,” kata Arif.

Persoalan antara SPSI dan P4MU ini berawal dari penolakan RUPS PT Asfiyak Graha Medika, yang melibatkan pemilik saham 62,44% adalah P4MU, dan Agung Susanto dengan saham 37,56%. Namun, pihak Agung terus berkelit, dan tidak segera RUPS. RUPS itu tak pernah dilakukan sejak tahun 2017. Padahal P4MU ingin adanya percepatan dan pengembangan bisnis di PT Asfiyak Graha Medika.

Usut punya usut, diduga Agung yang berafiliasi dengan SPSI meminta para koleganya untuk ikut campur pada persoalan PT Asfiyak Graha Medika. Mengatasnamakan SPSI, mereka bahkan pernah meminta ‘hearing’ dengan P4MU yang difasilitasi oleh Bakesbangpol Jawa Timur.

Dalam ‘hearing’ itu, SPSI meminta adanya keterbukaan perusahaan oleh P4MU. Permintaan itu pun sangat dibuka oleh Arif Afandi dan teman-teman. Mereka tak masalah jika harus berbicara terbuka. SPSI meminta itu karena dengan tegas mereka menyampaikan bahwa mereka memiliki saham di PT Asfiyak Graha Medika.

“Saya tidak kaget ketika mereka menyampaikan itu. Itu sudah saya prediksi bahwa salah satu pemegang saham perseroan ini ada afiliasi dengan SPSI. Kemudian mereka menyampaikan ingin membeli saham P4MU yang ada di perseroan itu. Ya saya persilahkan, itu sangat boleh dan benar. Tapi kemudian mereka mengaburkan pembicaraan dengan mengubah tuntutan,” kata Arif.

Namun setelah dijelaskan, duduk persoalannya, SPSI merubah tuntutan, dengan ingin menjadi anggota P4MU. Arif pun menolak permintaan mereka. Sebab untuk menjadi anggota P4MU selektif. Tak bisa sembarang orang bisa gabung dan keluar seenaknya.

“Wah kalau gini mintanya jelas kami tolak,” katanya.

Karena adanya penolakan dari P4MU itu lah SPSI kemudian melakukan aksi demo di kediaman pribadi pengurus P4MU, termasuk di rumah pribadi Arif Afandi (kemudian tak terlaksana) dan juga di RSMU, yang di mana itu sangat mengganggu ketertiban umum dan pelayanan fasilitas kesehatan.

Sementara itu, Mursid Mudiantoro selaku Kuasa Hukum P4MU menjelaskan, bahwa tindakan aksi demo di kediaman pribadi pengurus P4MU, oleh SPSI patut diduga sebagai teror sipil ke orang sipil dengan mengatasnamakan ruang publik.

“Yang mana materi unjuk rasanya masuk dalam ruang kepentingan privat. Telah terbukti membikin gaduh di daerah Kampus ITS Sukolilo,” terangnya.

Maka dari itu, mereka dalam waktu dekat akan melaporkan tindakan ‘kurang ajar’ SPSI itu ke Komnas HAM karena sudah merugikan hak-hak sipil masyarakat. Alasannya, mereka tak ingin persoalan privat kemudian ditarik menjadi masalah publik, hanya dengan alasan aturan hak berpendapat.

“Kami tak mau hal ini di kemudian hari terjadi kembali ke kami ataupun ke masyarakat lainnya,” katanya.(tam)

Tags: